Titik Awal

12 3 0
                                    

Dentingan jarum jam kembali terdengar sebanyak tiga kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dentingan jarum jam kembali terdengar sebanyak tiga kali. Pertanda bahwa hari sudah menunjukkan tengah hari. Aku mengalihkan pandangan dari catatan Kak Eric yang kugunakan untuk belajar. Yup, benar sekali, aku tidak menyangka bahwa catatan yang dibuatnya sangat rapi dan sistematis, mudah sekali dipahami.

Aku menatap wajah Kak Eric yang sedang duduk dengan tenang pada kursi belajar di sebrangku. Ia duduk dengan bersandar pada sandaran kursi sambil membaca materi berbahasa Inggris dalam IPad miliknya yang akan ia gunakan untuk lomba debatnya nanti. Aku kembali mengalihkan pandanganku pada note book milik Kak Eric. Mengingat kejadian sore itu, di mana aku kembali teringat pembullyan yang membuatku koma selama beberapa hari. Sungguh aku sangat takut. Aku kembali menilik wajah Kak Eric yang sama sekali tidak membahas kejadian sore itu. Namun, yang aku tahu, Kak Eric selalu menemaniku kapan pun, bahkan ketika aku tertidur. Kak Eric akan datang beberapa kali dan memastikan aku tidur dengan baik tanpa dihantui mimpi buruk akan trauma masa lalu. Aku tersenyum tanpa sadar.

"Kak,"

"Heumm?" jawabnya.

"Makan diluar yuk," ajakku. Ah aku harus lebih terbuka padanya. Dapat kulihat, ia mengerutkan keningnya, menatapku lama sebelum mengangguk dengan senyumam khas miliknya.

"Mau makan di mana?" tanyanya.

"Emm.. Mau makan ramen di tempat biasanya,"

"Okey, aku bilang bibi dulu biar bibi ngga usa repot nyiapin makanan," mendengar itu aku hanya mengangguk. "Aku tunggu diluar," ucapnya sebelum meninggalkan ku sendirian.

Tak lama kemudian aku keluar kamar dengan menggunakan cargo pants bewarna abu dengan kaos putih lengan panjang yang oversize. Mataku menelanjangi tiap sudut rumah yang kulewati hingga menuju ruang santai. Namun, aku tidak menemukam keberadaan Kak Eric, ah mungkin masih di kamarnya. Beberapa saat kemudian sebuah suara dentingan kunci merusak perhatianku pada akuarium besar yang terdapat dalam rumah, merusak atensiku pada kumpulan ikan yang jarang aku perhatikan akhir-akhir ini. Seketika aku menoleh dan tertawa melihat penampilan Kak Eric. Kak Eric yang bingung hanya menunduk melihat penampilannya kemudian ikut tertawa. Bisa-bisanya kami menggunakan pakaian yang sama persis. Kak Eric keluar dengan style casualnya, celana cargo abu yang sama dengan kaos putih pendek yang pas membentuk tubuh tegapnya.

"Dah gapapa, ayo. Kita naik motor ya," ucapnya sembari keluar menuju garasi. Lagi-lagi aku mengangguk.

"Kak, nanti beli ice cream juga ya? dikedai waktu itu," tanyaku saat motor yang dikendarai Kak Eric sudah meninggalkan area rumah.

"Iya, apasi yang ngga buat kamu," ucapnya membuatku lagi-lagi tersenyum.

Sepanjang perjalanan dari rumah menuju rumah makan khas makanan jepang, hingga kami memakan ramen kesukaan Kak Eric di isi oleh percakapan dan tawa ringan mulai dari menceritakan hal-hal di sekolah, hal-hal kecil. Hingga hal-hal remeh seperti anak kecil yang berlarian dan tertawa ringan. Keadaan ini berlangsung hingga aku dan Kak Eric mendudukkan diri di kursi paling pojok disbuah kedai penjual ice cream yang lumayan ramai. Menikmati angin sepoi yang berhembus melalui jendela kayu.

Tentang Rasa || Kim SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang