Seokmin baru saja selesai mandi petang itu ketika menemukan suaminya berbaring di ranjang sembari menggerutu kesal. Sorot mata Jisoo begitu tajam, sampai-sampai Seokmin berpikir bahwa ponsel itu bisa hancur di tangan suaminya.
"Ponsel itu mungkin akan benar-benar hancur di tanganmu kalau kau memelototinya seperti itu," ucap Seokmin yang berguling di kasur, menyandarkan kepalanya di perut Jisoo. "Ada masalah di kantor?"
Jisoo masih belum menyingkirkan ponselnya meskipun Seokmin kini bermain-main dengan kancing kemejanya.
"Hentikan itu, Lee Seokmin!" ucap Jisoo saat menyadari tiga kancing terbawah kemejanya terbuka hingga memperlihatkan perutnya.
Seokmin cemberut. Tapi tangannya tidak berhenti, sibuk menggerayangi perut suaminya."Apa? Aku ada di depanmu dan kau malah sibuk dengan ponsel itu."
Jisoo mengalah. Ia meletakkan ponsel lalu merentangkan tangan, mengode Seokmin agar pindah ke pelukannya. Sementara itu Seokmin menyamankan diri, menghirup aroma Jisoo di leher.
"Kak Jeonghan, ya?" tebak Seokmin.
Jisoo mengangguk. "Seminggu ini dia memindahkan semua pekerjaannya ke rumah, tidak enak badan katanya. Itu pun dia hanya menghubungi Jihoon, semua pesan dan teleponku diabaikan."
"Bukankah kau sempat ke apartemennya kapan hari?"
"Aku menunggunya nyaris setengah jam. Dan kau tahu apa yang lebih menyebalkan, dia mengubah password pintunya!"
"Menurutku masalahnya memang cukup berat. Kak Cheol juga aneh akhir-akhir ini."
Jisoo memiringkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Seokmin. "Katakan."
"Saat dia terus-terusan memforsir dirinya waktu itu, kukira ia memang sedang stress dan butuh pengalihan. Tapi seminggu ini dia sering tidak fokus, pekerjaannya sedikit kacau. Bahkan kemarin, kudengar ia meminta asisten produser menggantikannya di tengah acara. Itu sangat bukan Seungcheol sekali."
Masalah ini mungkin memang lebih serius dari yang dibayangkan Jisoo. Terakhir kali ia melihat Seungcheol dan Jeonghan bertengkar, itu hanya karena Seungcheol membatalkan liburan mereka. Ia ingat Seungcheol yang harus kembali ke kantor dengan buru-buru padahal mereka sudah dalam perjalanan ke bandara. Jeonghan kemudian kembali ke apartemennya, membawa mobil Seungcheol dan mogok bicara padanya selama 3 hari.
Jeonghan juga pernah melabrak Seungcheol karena pria itu memberikan hadiah ulang tahun yang tidak sesuai keinginannya. Dan banyak lagi hal-hal sepele lain seperti Seungcheol yang telat menjemput, atau saat Jeonghan kalah taruhan bermain basket.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, tabiat Jeonghan-lah yang selalu menyebabkan semua pertengkaran mereka.
Jisoo kembali terlentang dan mendesah pelan. Sama sekali tidak bisa menebak masalah antara Jeonghan dan Seungcheol. Daripada kesal, ia jadi lebih khawatir sekarang. Ingatan tentang Jeonghan yang menderita di masa lalu tiba-tiba menghinggapinya. Mungkinkah Seungcheol melakukan itu pada saudaranya?
Jisoo buru-buru menggeleng. Seungcheol juga menyaksikan itu semua, jadi tidak mungkin. Bahkan jika tidak ada Seungcheol yang selalu setia menemani Jeonghan, ia mungkin sudah kehilangan saudaranya itu.
"Hei," panggil Seokmin. Kini ganti ia yang merengkuh Jisoo dalam pelukan dan menciumi pelipisnya. "Besok kita ke apartemen Kak Han lagi, ya? Kutemani."
Jisoo mengangguk, balas memeluk Seokmin lebih erat.
***
Lewat layar intercom, Jeonghan bisa melihat Seokmin dan Jisoo sedang berdiri di depan pintu apartemennya. Jisoo mencak-mencak karena sudah 10 menit menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower
FanfictionBagaimana mungkin dua orang yang selalu bersama tak pernah sekali pun memiliki perasaan satu sama lain? "I feel like, I'm waiting for something that isn't going to happen." a Jeongcheol alternative universe ‼️bxb, mpreg, angst, implicit mature conte...