17. clarity

543 51 2
                                    


Pukul 1 dini hari saat Seungcheol menyadari Jeonghan bergerak gelisah dalam tidurnya. Seungcheol belum tidur sama sekali, jadi gerakan itu cukup jelas meski ia nyaris saja tertidur. Suhu tubuh Jeonghan masih sama, ia mengeceknya secara berkala. Dan itu membuat Seungcheol menimbang, tidakkah harusnya tadi ia membawa Jeonghan ke rumah sakit alih-alih ke rumah?

Seungcheol tidak berani memberi Jeonghan obat penurun panas karena ia takut obat yang ia miliki tidak aman untuk orang hamil. Jadi yang ia lakukan sejak tadi hanyalah mencoba menurunkan panas Jeonghan dengan cara alami. Ia ingin membangunkan Jeonghan agar pria itu bisa minum, dan barangkali ia memang benar-benar harus membawa Jeonghan ke rumah sakit sekarang. Tapi belum sempat ia membangunkan, Jeonghan tiba-tiba sudah menyibak selimut dan duduk di pinggiran ranjang.

"Han, ada yang sakit?"

Jeonghan bergeming. Seungcheol bangkit dan memutar untuk menghadap Jeonghan, ia berlutut di bawah Jeonghan yang wajahnya mengernyit sementara tangannya membekap mulut. "Kita ke dokter sekarang. Tunggu, aku akan berganti pakaian," kata Seungcheol panik.

Belum sempat Seungcheol membuka lemari, Jeonghan sudah muntah begitu banyak di lantai. Ia berlari kembali ke arah Jeonghan, bertumpu pada lututnya di ranjang sementara tangannya mengusap-usap punggung Jeonghan dari belakang.

Jeonghan masih muntah beberapa kali kemudian, setelah dirasa selesai, Seungcheol meraih tisu yang berada di nakasnya. Membantu mengelap bibir Jeonghan.

"Masih mual?"

Jeonghan menggeleng dengan panik dan tidak enak. "Cheol, maaf, seharusnya aku ke toilet."

"Sshh ... tak apa. Maafkan kebodohanku. Aku seharusnya membawamu ke rumah sakit. Ayo, kubantu kau membersihkan diri dulu."

Seungcheol membantu Jeonghan berdiri, melewati muntahannya di lantai. Tubuh Jeonghan begitu letih, sampai-sampai Seungcheol takut Jeonghan akan terjatuh karena tak mampu bertumpu pada kakinya. "Kugendong saja ya, Han?" Kedua tangan Seungcheol meremas bahu Jeonghan.

Jeonghan mengangguk, membuat Seungcheol langsung memposisikan tangannya di punggung dan lutut Jeonghan. Ia membuka pintu kamar mandi dengan sedikit kesulitan, lalu mendudukkan Jeonghan di kloset. Dibantunya Jeonghan melepas celana dan kausnya yang terkena muntahan, menyisakan celana dalamnya.

Seungcheol kemudian berlari kembali ke luar, mengambil hoodie dan celana trainingnya. Seungcheol sudah mengganti baju Jeonghan dua kali meski kali ini memang berbeda, lampu kamar mandi yang menyala terang memperlihatkan tubuh Jeonghan yang nyaris telanjang bulat. Ia melihat Jeonghan sedang menutupi dadanya yang ditutupi bra tipis sebab payudaranya mulai membengkak karena kehamilan.

Seungcheol tahu Jeonghan menatapnya cemas, sementara ia hanya sibuk meloloskan baju itu di tubuh Jeonghan, memasang celana dan mengambil waslap untuk menyeka wajah.

Setelah selesai dengan Jeonghan, Seungcheol bergegas keluar. Ia kembali satu menit kemudian, bersiap menggendong Jeonghan kembali.

"Kita mau ke mana?" tanya Jeonghan dalam gendongan Seungcheol.

"Ke rumah sakit."

Jeonghan menggeleng. "Tak perlu."

"Demammu belum turun, Han. Dan kau habis muntah banyak sekali barusan."

"Aku mau tidur saja. Aku pasti akan membaik setelah tidur."

"Han ..."

"Cheol, aku tidak mau ke rumah sakit."

Seungcheol kali ini tidak bisa mengalah. Ia sudah cukup menyesal karena tidak membawa Jeonghan ke rumah sakit sejak tadi. Pun Jeonghan sekarang tak lagi bisa menyanggah karena ia sudah jatuh tertidur dalam gendongannya begitu ia keluar dari kamar. Kalaupun Jeonghan marah saat terbangun, Seungcheol akan memikirkan alasannya nanti. Yang terpenting sekarang adalah Jeonghan harus mendapatkan perawatan yang tepat.

FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang