Ulang tahun Jeonghan tahun ini jatuh pada hari Senin pertama bulan Oktober. Ia merasa lega karena itu hari kerja yang sibuk, dan Jisoo sedang di rumah mertuanya sejak awal bulan. Jadi ia tidak harus terpaksa berpura-pura sedang baik-baik saja di depan Jisoo.
Benar, ulang tahunnya datang ketika Jeonghan masih bergelut dengan upayanya untuk berdamai dan melupakan masa lalunya. Ia merasa tidak punya energi untuk merayakan apa pun. Dan mereka melewatkannya. Seharusnya itu yang terjadi, tapi Seungcheol tetap pulang membawa kue ulang tahun dan berkata dengan ragu, "Kau tidak harus meniup lilin jika tak mau. Ini hanya kau tahu, simbolis saja?"
Jeonghan menghela napas, kemudian meraih Seungcheol dalam pelukan. "Terima kasih sudah mengerti. Terima kasih karena masih bersamaku."
"Selamat—"
"Please, don't," potong Jeonghan.
"Mm, okay."
Seungcheol lalu mengecup pipinya, tak lupa menghujani perutnya dengan banyak ciuman dan usapan. Bayinya sepertinya begitu bahagia karena bergerak begitu semangat saat Seungcheol melakukan itu. Dan mereka mengakhiri hari itu dengan menghabiskan kuenya—bersungguh-sungguh untuk tidak meniup lilin.
Hari berlalu dan ulang tahunnya nyaris terlewati sesuai harapan Jeonghan. Kecuali fakta bahwa ia melupakan jika mereka berempat—Jeonghan, Seungcheol, Seokmin dan Jisoo—biasanya merayakan ulang tahun Jisoo dan Jeonghan dengan makan malam bersama. Tapi hingga Jisoo kembali dari rumah mertuanya, mereka terlalu sibuk berdebat kapan akan melaksanakannya karena tak menemukan hari yang cocok. Oktober hampir berlalu ketika akhirnya Jisoo—dengan masih beradu pendapat dengan Jeonghan—memutuskan untuk makan malam bersama di rumahnya di akhir minggu terakhir bulan ini.
"Bulan ini bahkan sudah hampir berakhir," keluh Jeonghan di telepon.
"Memangnya kenapa? Masih bulan Oktober kan? Ada masalah apa sampai kau tak berminat merayakan hari kelahiran kita?"
Jeonghan memutar bola mata. "Tidakkah kau pikir kita terlalu tua untuk merayakan ulang tahun?"
"Tahun lalu, tahun-tahun sebelumnya kita juga sudah cukup tua untuk merayakannya. Kau ini kenapa? Ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"
Jeonghan mengaku kalah di momen itu. Lebih baik menuruti Jisoo daripada harus menjelaskan apa yang sedang ia alami belakangan ini. Jujur saja ia memang tidak siap menghadapi respon Jisoo jika ia harus menceritakan masa lalunya dari awal—lihat saja tindakan Seungcheol kala itu. Ia tahu Jisoo senekat apa. Dan ia tidak ingin membahayakan siapa pun sekarang ini.
"Makan malam di rumahku hari Minggu. Aku dan Seokmin yang akan memasak."
Sore itu Jeonghan dan Seungcheol datang lebih awal. Mereka baru kembali dari kelas prenatal dan langsung ke sana tanpa pulang lebih dulu. Masih pukul 4 saat mereka sampai di kediaman Jisoo.
"Kau potong rambut?" ucap Jisoo pertama kali saat menyambut keduanya. Terakhir kali bertemu, Jeonghan masih berambut panjang. Dua minggu ini pun ia ada perjalanan bisnis dan tak pernah bertatap muka dengan Jeonghan secara langsung.
"Kau tahulah, gerah," jawab Jeonghan sekenanya.
Mereka masuk dan mendapati Seokmin sedang berkutat di dapur. Seungcheol langsung menghampiri ke sana, menawarkan bantuan. Tapi Jisoo mendahuluinya, berseloroh bahwa Seungcheol lebih baik menemani Jeonghan dan menunggu saja di ruang tengah sampai makan malam siap.
"Seungcheol sudah bisa memasak!" bela Jeonghan karena merasa Jisoo sedang meremehkan kemampuan memasak Seungcheol.
"Terserah apa katamu," seru Jisoo dari dapur. "Ini dapurku. Aku tidak mau membereskan kekacauan yang dibuat ayah dari anakmu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower
FanfictionBagaimana mungkin dua orang yang selalu bersama tak pernah sekali pun memiliki perasaan satu sama lain? "I feel like, I'm waiting for something that isn't going to happen." a Jeongcheol alternative universe ‼️bxb, mpreg, angst, implicit mature conte...