12. the cure and the cause

523 61 2
                                    


Jeonghan sedang menonton televisi sembari mengemil kukis saat seseorang menekan kode pintu. Ia tidak ingin beranjak karena sudah pasti itu Jisoo. Tidak ada yang tahu kode pintu terbarunya kecuali saudaranya itu. Dan ia masih kesal karena kejadian tempo hari. Jadi ia pun memilih mengabaikannya.

Ia masih fokus menonton sampai menyadari Jisoo masuk bersama seseorang dan membuatnya langsung meloncat dari duduknya. Jeonghan berlari dan buru-buru menghambur ke pelukan pria mungil itu.

"Jihoonie!"

"Hati-hati," ucap Jisoo dan Jihoon bersamaan. Namun Jeonghan tak mengindahkannya dan tetap menubrukkan tubuhnya pada Jihoon.

Jihoon sedikit terhuyung ke belakang, menahan tubuh Jeonghan dalam pelukannya. "Kau sudah baik-baik saja?"

Jeonghan melepaskan pelukannya dan merengut. "Kau jahat sekali tidak menjengukku."

"Maaf," kata Jihoon. "Aku baru tiba di Singapore saat membaca pesan dari Soonyoung yang bilang bahwa kau terjatuh."

Pagi itu Jihoon memang akan pergi untuk acara workshop film pendek di Singapore selama beberapa hari. Itu sebabnya Jisoo harus menemuinya lebih dulu di kantor sebelum pergi ke lokasi.

Bibir Jeonghan semakin mengerucut. Ia menatap sengit Jisoo di sebelahnya. "Kau tahu, dia juga hanya mengunjungiku pada sore hari saja."

Jisoo memutar bola matanya, malas. "Harus berapa kali kubilang?"

"Ya, ya, ya, kalian bos dan aku cuma kacung," balas Jeonghan. Ia melepaskan pelukannya dan berjalan kembali ke sofa.

"Tidak seperti itu, Jeonghan," bantah Jihoon. Ia mengikuti Jeonghan untuk duduk di sofa sementara Jisoo pergi ke dapur, mengeluarkan beberapa belanjaan yang dibelinya sebelum ke sini.

Jisoo membuka-buka kabinet dan menemukan banyak sekali cemilan. Saat ia membuka kulkas, ada buah dan jus yang sudah terisi penuh. Ah, ia hampir lupa kalau Seungcheol sudah setengah menghuni rumah ini lagi. Hal ini sedikit membuatnya lega. Mungkin perang dingin yang telah dilakukan Jeonghan akan segera berakhir.

Kalau sebelumnya ia harus bolak-balik memperhatikan Jeonghan intens — menemani atau membantu Jeonghan berbelanja, mengingatkan tagihan-tagihan yang sering dilupakan Jeonghan, dan bersiaga saat Jeonghan beberapa kali mual atau pusing. Semua itu ia lakukan bukan hanya karena Jeonghan, tapi juga karena permintaan Seungcheol secara khusus. Ia mencoba melakukan yang terbaik sebagai penghubung mereka.

Mengingat hal itu sudah jarang dilakukannya sejak Jeonghan pulang dari rumah sakit ternyata tetap tak bisa menghapuskan kebiasaan itu.
Jisoo memasukkan kembali beberapa botol jus ke kantung karena dibelinya terlalu banyak. Toh tidak muat dan tidak akan habis juga kalau diletakkan di lemari es yang sudah penuh itu. Ia mengambil satu botol besar jus jeruk. Lalu mengambil pula satu bungkus snack kentang dari kabinet dan irisan buah melon dari kotak kedap udara di lemari es.

Jeonghan dan Jihoon masih mengobrol pelan, duduk berdempetan saat Jisoo kemudian mengambil space kosong di belakang Jeonghan .

"Ngomong-ngomong masalah jahat, kau yang lebih jahat karena menyembunyikan sesuatu dariku," kata Jihoon.

"Aku tidak menyembunyikan apa-apa."

"Oh, ya, bagaimana dengan yang ada di perutmu itu?"

Jeonghan menoleh ke arah Jisoo, menghela napasnya.

"Jangan salahkan Jisoo dan jawab pertanyaanku dulu."

"Jihoon," panggil Jeonghan. Jemarinya sibuk memilin ujung kausnya saat ia berujar, "Aku hanya tidak tahu harus bilang bagaimana. Kupikir cepat atau lambat kau juga akan tahu, jadi bisa nanti saja setelah aku lebih siap mengatakannya."

FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang