14. invisible string

573 52 5
                                    


Makan malam perusahaannya kali ini tak terlihat menarik bagi Jeonghan, bahkan ketika ia seharusnya bisa ikut bergembira menyambut Mingyu yang sudah selama seminggu ini bergabung dengan mereka.

Jeonghan memang gembira, selama seminggu ini ia banyak pergi dengan Mingyu untuk sekadar makan siang atau makan malam bersama. Mereka banyak membicarakan masa kuliah mereka, rencana-rencana selanjutnya dan apa saja yang mereka lakukan selama berpisah beberapa tahun belakang. Tapi ada sesuatu yang mengganjal perasannya. Ada sesuatu yang sebenarnya sedang ia lupakan dengan kehadiran Mingyu. Dan ia merasa jahat karenanya.

Sejak pertengkaran mereka waktu itu, Seungcheol menghilang. Tak datang juga tak menghubunginya sama sekali. Ia sebenarnya ingin bertanya ke Seokmin atau Jisoo, tapi Jisoo juga bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Padahal Jisoo biasanya yang selalu cerewet mengomentari hubungan mereka. Terlepas dari itu, gengsi Jeonghan terlalu besar jika tiba-tiba menanyakan Seungcheol.

Mereka berdua pasti ingat, lima bulan yang lalu Jeonghan bahkan terlihat tak sudi melihat Seungcheol. Berusaha keras mendorongnya jauh dan mati-matian berkata bahwa ia mampu menghadapi kehamilannya sendiri.

Tapi hari ini, Jeonghan dihadapkan dengan fakta bahwa ia berharap Seungcheol di sisinya. Entah karena bayinya atau memang ia benar-benar butuh Seungcheol meski kehidupannya bisa dibilang tetap berjalan baik.

Jeonghan tidak pernah mengira kehilangannya kali ini benar-benar melubangi satu tempat di kehidupannya.

Di depan Jeonghan seorang talent coordinator tiba-tiba menuangkan minuman untuknya sementara ia masih disibukkan dengan ponsel, bolak-balik melihat apakah ada notifikasi pesan dari Seungcheol atau tidak. Jeonghan mengangkat wajahnya dan menolak halus, ia berkata bahwa tidak bisa minum alkohol tapi mereka terus membujuk.

"Biar aku saja yang meminumnya," cetus Mingyu yang duduk di sebelahnya. Mingyu langsung meraih gelas yang diulurkan itu dan meminumnya dalam sekali teguk.

Jeonghan menatap Mingyu tak enak. "Kau tidak perlu melakukannya, Gyu."

"Kalau kau tidak enak dengan Mingyu, berarti kau harus minum." Kini giliran salah seorang runner yang bicara. Ia menuangkan alkohol dalam gelas dan langsung meletakkannya di depan Jeonghan.

Jeonghan melirik Mingyu yang tersenyum ke arahnya, lalu memindai wajah semua orang satu persatu yang sedang menatapnya penuh harap ia akan segera meminum. Ia juga melirik ke kursi Jihoon yang kosong, berharap pria itu segera kembali dari toilet dan menyelamatkannya.

Tak ada makan malam perusahaan tanpa minum-minum. Memang tidak, kalau saja ia tidak punya alasan untuk menolak. Jeonghan bukannya tidak mau. Ia hanya tidak bisa. Dan ia semakin bingung bagaimana harus menjelaskan alasannya.

Meja panjang itu kini dikelilingi banyak pasang mata yang masih menatapnya, menunggu. Mungkin tidak apa jika ia minum sedikit, pikir Jeonghan saat sebelah tangannya mengelus perut. Jadi ia mengambil gelas itu dan bersiap meminumnya ketika tangan lain tiba-tiba merebut gelasnya dari belakang.

Ia mendongak dan melihat Jisoo meminum minumannya dengan sedikit kasar lalu meletakkannya kembali di meja. "Orang hamil tidak boleh minum, tolol!" ucap Jisoo padanya.

Jeonghan tercekat, jantungnya seolah akan melompat dari tenggorokan saat itu juga saat menyadari semua orang di meja tak kalah terkejutnya dengan dirinya. Ucapan Jisoo padanya barusan benar-benar terdengar jelas karena semua orang diam selama menunggu Jeonghan minum tadi.

Keheningan ini menyiksa Jeonghan. Ia sadar beberapa pasang mata kini menatapnya sementara sebagian yang lain mengalihkan pandang. Jeonghan menyadari Mingyu hendak membuka mulut saat ia bergegas berdiri dan menarik Jisoo bersamanya.

FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang