2. something between us

796 64 1
                                    

Mungkin bagi Jeonghan, ia sudah terbiasa mendengar orang-orang menanyainya tentang perasaannya terhadap Seungcheol. Ia tidak terlalu memusingkannya — meski seringkali tetap merasa kesal — sebab jawabannya akan selalu sama. Ia tidak pernah menaruh perasaan terhadap Seungcheol. Begitu kiranya.

Tapi kalimat Jisoo tadi memenuhi pikirannya. Bagaimana dengan Seungcheol? Benarkah pria itu tidak pernah memiliki perasaan terhadapnya?

Seungcheol tidak melepaskan tangannya hingga mereka tiba di mobil. Dan entah mengapa, hangat tangan Seungcheol kali ini terasa berbeda untuknya.

Jeonghan terbiasa menghadapi afeksi-afeksi Seungcheol. Entah itu genggaman tangan atau saat Seungcheol membantunya memegangi rambut panjangnya ketika ia memakan sup atau ramen. Menyelipkannya di telinga ketika helaiannya jatuh menutupi mata. Bahkan tak jarang Seungcheol membantunya merapikan rambutnya alih-alih ke salon untuk potong rambut.

Semuanya tak pernah menimbulkan kecanggungan atau pertanyaan di dalam hatinya. Apa maksud Seungcheol melakukan semua itu? Tidak ada tentu saja, jawabannya hanya karena Jeonghan adalah sahabatnya.

Mereka bahkan pernah tertidur di satu tenda yang sama selama camping musim gugur tahun lalu. Jeonghan tak pernah berpikir hal lain ketika ia bangun dalam dekapan Seungcheol pada pagi harinya. Hujan turun sejak subuh dan pria itu masih mendengkur pelan sambil mendekapnya. Jeonghan tidak perlu merasa aneh saat ia malah merapatkan pelukannya dan kembali tertidur.

Di siang hari saat Jeonghan terbangun, Seungcheol sudah duduk di depan tenda tidur mereka yang beratap terbuka. Pria itu menyesap kopinya sambil mengamati rintik hujan yang mulai sedikit mereda.

"Kau memilih hari yang buruk untuk berkemah," kata Seungcheol ketika melihatnya keluar dari tenda.

"Sorry, Jisoo merantaiku di kantor dan baru melepaskanku untuk berlibur kemarin."

Seungcheol tertawa hingga bahunya berguncang pelan. Ia menyesap sekali lagi kopinya, dan kembali menatap hujan. "Maaf kalau aku membuatmu tak nyaman semalaman."

Jeonghan mengerutkan keningnya, mencerna apa yang dimaksud Seungcheol tentang membuatnya tidak nyaman. Lalu ia teringat pagi tadi sebelum ia kembali tertidur. "Kau ini! Kita bahkan tertidur di ranjang yang sama beberapa kali ketika aku menginap, bertiga dengan Jisoo saat masih sekolah."

"Saat masih sekolah, ya?" gumam Seungcheol.

"Apa sih, Cheol? Kita cuma pelukan — refleks mungkin — bukannya melakukan sesuatu lain."

Lama Seungcheol tidak menanggapinya, pria itu terdiam sejenak sebelum tersenyum, yang entah mengapa terlihat sangat dipaksakan di mata Jeonghan. "Kau benar," jawabnya.

Hari ini, mengingat itu membuat Jeonghan memikirkan banyak hal. Jujur saja, kalau dibandingkan sebelum kejadian itu, Seungcheol memang seperti sedikit menjaga jarak dengannya.

Seungcheol yang biasanya berani menggenggam telapak tangannya, kini hanya sebatas memegang pergelangan tangannya. Mengambilkan tisu ketika ia mengotori bibirnya saat makan bukannya langsung mengusapnya seperti biasa. Menjauh dengan pura-pura mengambil cemilan atau minum tiap kali Jeonghan mulai menyandarkan kepalanya saat mereka menonton film bersama. Bahkan pria itu juga berhenti memotong rambutnya, padahal biasanya paling bersemangat.

Jeonghan bukannya kehilangan hal-hal kecil seperti itu. Tapi ia baru menyadari, benarkah Seungcheol tidak memiliki perasaan apa-apa padanya? Ia penasaran. Mereka memang masih selalu bersama, sekadar hang out sepulang kerja, mencoba beberapa rekomendasi kuliner baru tiap libur, berbelanja bersama, pergi ke club untuk sekadar minum, menonton film atau Seungcheol yang masih sering menginap di kediamannya karena malas pulang ke rumah seperti malam ini. Semuanya masih sama kecuali beberapa jarak yang terasa diciptakan Seungcheol padanya.

FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang