Chapter 6

12 5 0
                                    

"Aku gak minta di kasihani, aku gak minta di rawat kalau buat menjadi pelampiasan emosi kalian. Aku cuman mau hidup damai setelah ayah pergi, tapi apa yang kalian lakukan? Menyiksa aku, memukul aku, bahkan mengurung aku di tempat gelap yang di mana aku sendiri takut untuk melawan ketakutan itu."
-Liya Adira

Happy Reading(↑ω↑)

⏝꒷۰꒷⏝꒷۰꒷⏝꒷۰꒷⏝꒷۰꒷⏝ ƚ

Liya melambai pada mobil Davin yang menjauh dari halaman rumahnya, ia sudah keluar dari rumah sakit beberapa jam yang lalu, bersukurlah tidak ada yang serius dengan dirinya sehingga ia tidak harus di rawat inap.

"Baru inget rumah kamu?" Liya menoleh dan menghentikan pergerakan kursi rodanya, menatap Paula dengan datar berusaha menutupi rasa takutnya.

"Lo tuli ya, cacat? Mama tanya itu di jawab!!" Sambar Luna membuat Liya tertunduk diam. "WOI, LO BUDEK YA?!!"

"M-maaf mah, kak. A-aku baru keluar dari rumah sakit, di sekolah tad-"

"Halah alesan aja itu mah, dia pasti abis jalan sama cowok gak jelas di luar sana, hukum aja dia mah." Potong Luna mengompori, Liya menggeleng, berusaha untuk mengelak apa yang di katakan sang kakak.

"Aku gak mungkin gitu kak! Kak Luna kalau bicara jangan sembarangan ya." Jawab Liya membela diri.

"LO BERANI SAMA GUE, HAH?!" Luna melangkah ke depan lalu menjambak rambut Liya keras membuat gadis tersebut meringis kesakitan.

"CUKUP! Kenapa jadi kalian yang berantem sih?!" Lerai Paula membuat pergerakan Luna terhenti, "Luna, masuk kamar. Sekarang!" Tegas Paula membuat gadis tersebut menatap mamanya tak percaya.

"Kok aku sih mah, harusnya kan di-"

"Luna, cukup. Masuk kamar sekarang!!" Potong Paula cepat. Luna menghentakkan kakinya kesal, ia menatap Liya penuh benci dan meninggalkan ruang keluarga dengan kesal.

Pintu terbanting dengan kencang, Liya menundukan kepalanya takut, "a-aku minta maaf ma.. Aku gak bermaksud buat pulang malem gini, lagipun ini masih jam tujuh, belum terlalu malam untuk usia remaja seperti aku. Tol-"

"Diem kamu, ayo ikut saya!" Potong Pula dan menarik tangan Liya.

"Ma, tapi kaki aku..."

Paula menarik pergelangan tangan Liya dengan kencang membuat gadis tersebut tersungkur di atas lantai rumah, ia meringis kesakitan memohon ampun. Seakan tuli, Paula terus menarik tangan Liya hingga gadis tersebut terseret seperti barang tak berguna.

"Ma, ma tolong jangan ruang gelap itu lagi, aku mohon jangan.. Aku takut." Liya berusaha melepaskan cekalan tangangan sang mama agar terlepas, pergelangan nya masih terasa nyeri akibat insiden di sekolah tadi, lalu Paula dengan mudahnya memegang luka tersebut tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Tubuh Liya tersungkur di atas lantai, air matanya terus mengalir tanpa bisa di cegah. Paula mengambil rotan lalu mengibaskannya pada punggung Liya beberapa kali membuat gadis tersebut menjerit kesakitan.

"KAMU HIDUP DENGAN SAYA JUGA PUNYA ATURAN! KALAU KAMU GAK MAU MENGIKUTI ATURAN SAYA, LEBIH BAIK KAMU MATI IKUT AYAH KAMU, DASAR ANAK TAK TAU DI UNTUNG!!!" Bentak Paula dengan memukulkan beberapa kali rotan di tangannya pada bagian tubuh Liya.

"DI KASIHANI, DI BERI MAKAN, DI KASIH KESEMPATAN HIDUP, MALAH SEENAKNYA SENDIRI. KAMU PIKIR HIDUP INI CUMAN TENTANG KAMU AJA, HAH?! KANAPA KAMU TIDAK BISA MENJADI SEPERTI KAKAKMU, HAH?! HIDUP KAMU HANYA MENYUSAHKAN!!"

"SAYA PENGEN KAMU MATI!!" Lanjut Paula dengan di akhiri pukulan terakhir kalinya yang lebih keras dari sebelumnya.

Liya menahan perih pada seluruh tubuhnya, hatinya sakit, melebihi rasa sakit pada tubuhnya.

I PROMISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang