Chapter 9

9 4 0
                                    

Mata bulat nan teduh terbuka lebar, Liya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Jujur saja, sebenarnya ia sangat malas bersekolah, di tambah dengan kondisi kakinya yang tidak memungkinkan untuk melakukan apapun, ah tapi jika dirinya berhenti disini, mimpinya juga kan terhenti. Jadi mau tak mau, Liya bangkit dari tidurnya dan mengambil tongkat nya lalu berjalan perlahan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.

Beberapa menit berlalu, Liya sudah siap dengan seragam sekolahnya dan cardigan yang selalu menempel pada tubuhnya untuk menutupi luka akibat pukulan dari Paula dan dirinya sendiri. Setelah selesai, ia keluar dari kamarnya menggunakan kursi roda.

"Heh, anak sialan!" Suara Paula terdengar membuat Liya menghentikan pergerakan tangannya, ia memutar kursi rodanya dan menatap sang mama yang memandangnya dengan penuh amarah.

Napas Liya tercekat, kedua tangannya memegang roda dengan erat, jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, ketakutannya kembali muncul saat Paula mendekat kearahnya dengan ekspresi marahnya.

Satu tamparan mendarat di pipi mulus Liya, gadis tersebut meringis pelan. Kali ini, kesalahan apa yang dirinya perbuat?

"Kamu tau kan anak saya tidak suka pedas? Lalu kenapa kamu memberinya makanan pedas, bodoh!" Bentak Paula keras.

Liya menodongkan kepalanya menatap sang mama, "kak Luna sendiri yang gak mau berhenti saat makan makanan dari aku, aku dah berusaha cegah dia, ta-"

Ucapannya kembali terpotong saat Paula menarik paksa tangan Liya hingga gadis tersebut tersungkur di lantai, Paula berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Liya lalu menjambak rambut gadis tersebut hingga kepalanya mendongak.

"Saya tau kamu pasti membenci Luna karena saya lebih sayang dia dari pada kamu. Seharusnya kamu sadar, kalau kehadiran kamu itu sama sekali tidak saya butuhkan, di tambah lagi dengan kaki lumpuh kamu itu, membuat saya semakin muak melihatnya." Ujar Paula penuh penekanan, tangannya menghempaskan kepala Liya dengan kasar lalu berdiri dan menatap gadis di bawahnya tanpa rasa bersalah.

"Sekali lagi kamu menyentuh Luna atau menyakiti dia, saya gak akan segan segan untuk menyiksa kamu lebih parah dari bisanya." Ancamnya lalu segera berlalu dari sana tanpa memperdulikan suara isak tangis yang mulai terdengar dari bibir gadis remaja tersebut.

Bel rumah terdengar, Liya segera menghapus air matanya dan mengambil ponsel di sakunya, ia menghubungi Davin agar memasuki rumah dan membantunya naik ke kursi roda. Setelah selesai, terlihat Davin yang muncul dari balik tembok dengan raut khawatir nya sedangkan Liya hanya tersenyum manis.

"Astaga, Li. Lo kenapa di bawah gini?" Tanya Davin khawatir, Liya menggeleng pelan sambil tersenyum.

"Aku gak papa, tadi mau naik kursi roda tapi aku ga kuat akhirnya jatuh. Maaf ya harus ngerepotin kamu kaya gini." Jawab Liya.

Davin menghela nafasnya panjang, "mulut lo bisa bohong sama gue tapi mata lo engga, Li. Berhenti pura-pura kuat di depan gue, gue ga bakal ngejudge lo walaupun lo nangis sampe nangis darah. Kalau sakit keluarin aja, gue siap dengerin sampe tangis lo reda."

Liya menggeleng kan kepalanya pelan, ia tidak merasa nyaman di rumah ini, yang dirinya butuhkan hanya keluar dari sini untuk sementara waktu. "Aku gak papa, ayo berangkat. Lima belas menit lagi masuk, nanti kita telat."

Davin mengangguk pelan lalu menggendong Liya ala bridal style dan keluar dari rumah kemudian mendudukkan Liya di kursi penumpang dengan hati-hati. Setelah berterimakasih Davin kembali masuk rumah untuk mengambilkan kursi roda milik gadis tersebut. Liya mengambil ponselnya, ia menatap beberapa gambar potret dirinya dan Davin di sana, lucu. Mereka sudah melewati hal-hal banyak bersama, Davin benar-benar memperlakukan ia selayaknya perempuan, ia tak pernah meninggikan suara saat marah, tutur katanya lembut dan yang paling penting, Davin tak pernah membiarkan dirinya sedih terlalu larut, lelaki tersebut selalu mempunyai cara untuk membuatnya kembali tersenyum. Davin benar-benar bisa menjadi sosok ayah, sahabat dan kakak laki-laki dalam waktu bersamaan.

I PROMISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang