Chapter 29

1 0 0
                                    

Bel istirahat sudah berdering beberapa menit yang lalu, tetapi Liya enggan bangkit dari duduknya walaupun sekedar untuk mengisi perutnya di kantin. Moodnya benar-benar menurun karena percakapannya dengan Davin pagi tadi, kenapa keduanya menjadi orang asing yang mengerti kehidupan masing-masing?

Davin melepaskan cengkraman tangan Liya, "urus  hidup kita masing-masing, gue gak mau lo kena bahaya karena gue." Ucap Davin tanpa menoleh ke arah Liya, gadis tersebut menggeleng, bagaimana bisa ia kehilangan sahabat satu-satunya yang ia punya?

"Gimana bisa aku ngurus hidup sendiri kalau gak ada kamu, Davin?" Tanya Liya sedu.
Davin berjalan meninggalkan Liya tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Benarkah keduanya menjadi asing sekarang?

Seseorang datang menggebrak meja Liya dengan kasar, gadis tersebut terlonjak karena kaget, ia menatap siswi yang berdiri di samping mejanya dengan angkuh. Kenapa lagi-lagi Liya harus di hadapkan dengan Vanda si tukang bully?

"Tenang cacat, gue kesini bukan mau ngebully lo. Gue cuman mau berterimakasih karena lo udah ngelakuin tugas lo dengan benar." Ucap Vanda dengan senyum kemenangan.

Liya menutup wajahnya lalu menghembuskan nafasnya kasar, ia kembali menatap Vanda seolah meminta penjelasan dengan apa yang baru saja gadis tersebut bicarakan.
"Udah tiga hari ini lo ngelakuin tugas lo, ngejauhin Davin buat gue. Ah ini.." Vanda mengambil sesuatu dalam sakunya, sebuah undangan mewah berwarna merah gelap sebagai latar belakang. Liya menyengit bingung lalu mengambil undangan tersebut lalu membaca setiap rangkaian kata yang tersusun dengan rapi. Promnight?

"Lo gak tau ya? Besok adalah acara ulang tahun sekolah, cuman anak tertentu yang bisa ngedapetin undangan prom night itu. Gue pengen lo datang dengan, ah siapa si pacar lo itu? Land... Land.."

"Ferland" Potong Liya cepat. Vanda mengangguk membenarkan lalu tersenyum simpul.

"Gue duluan, masih banyak kerjaan yang bakal gue lakuin salah satunya nyebarin undangan ini, bye cacat!" Pamit Vanda lalu menghilang dari balik pintu.

Hembusan Nafas terdengar lelah, Liya menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan dengan pikirannya yang tidak mau tenang sedari tadi, entah mengapa otaknya terus berfikir hal-hal yang buruk, terutama soal perkataan Kevin yang membuatnya overthinking hingga sekarang.

---o0o---

Liya melangkahkan kakinya menuju parkiran, entah mengapa kegiatannya seputar dengan sekolah lalu kembali, tanpa ada rasa semangat seperti dulu. Matanya menatap koridor di hadapannya yang tampak ramai karena para siswa-siswi berlarian untuk keluar agar pulang lebih dahulu. Ingatannya kembali pada beberapa bulan lalu, saat Rere sahabatnya masih disini bersamanya, ia benar-benar merindukan gadis berumur 18 tahun tersebut.
"Merindukan seseorang di tengah keramaian gini gak enak ya?" Gumam Liya lirih, ia menatap kakinya dengan sedu, walaupun Rere jarang menghabiskan waktunya sebelum pergi, kenangan bersama gadis tersebut lah yang paling membekas bersamanya karena Rere lah yang paling lama berteman dengan Liya jika di hitung menggunakan waktu.

Tepukan dipundak  Liya membuat lamunan gadis tersebut terbuyar, matanya menatap Rafa yang memandangnya dengan wajah datar andalannya. Liya memutar bola matanya, apa Rafa tidak bisa mengekspresikan perasaannya lewat mimik wajah?
"Ngapain lo sendirian di Koridor gini?" Tanya Rafa, Liya menggeleng singkat lalu hendak berjalan meninggalkan lelaki tersebut. Tangannya di cekal oleh Rafa membuat langkahnya terhenti.

"Lo marah sama gue?" Tanyanya tiba-tiba.
Kepala Liya menoleh, menatap teman dekat Davin tersebut, "dengan alasan apa aku harus marah sama kamu?"

"Gue pikir. Davin bilang kalian udah mulai ngejauh ya? Mungkin karena itu juga lo jadi ngejauhin gue." Liya menggelengkan kepalanya, ia tidak sejahat itu marah pada seseorang yang tidak ada sangkut paut dengan kehidupannya.

I PROMISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang