Chapter 7

13 5 0
                                    

Pagi menjelang, Liya sudah siap dengan seragam sekolahnya lalu keluar kamar untuk menunggu Davin menjemputnya di teras.

"Liya!" Kursi roda Liya berhenti, gadis tersebut membalikan badannya dan menatap sang papa datar.

"Sarapan dulu sini nak." Titahnya lembut, Liya menggeleng kecil.

"Halah ngapain sih pah suruh sarapan bareng kita, dia tuh makannya banyak nanti bisa-bisa di habisin satu meja sama dia." Potong Luna cepat.

"Papa gak percaya? Liat aja badannya kek gajah gitu, jelek, kayak kingkong." Lanjut nya membuat Liya menggeram menahan sabar.

Matanya terpejam lalu membukanya kembali, Liya tersenyum manis dan menatap kedua manusia tersebut seolah semua baik-baik saja.

"Gak usah pah, terimakasih. Bener kata kak Luna, aku makan banyak barangkali nanti aku habisin makanannya kalian jadi gak sarapan. Makasih tawarannya pah, aku berangkat dulu."

Liya kembali menjalankan kursi rodanya, matanya berpapasan pada Paula yang baru saja masuk rumah lalu segera ia alihkan. Lagipula siapa peran Liya di dalam rumah ini? Ia hanya pengganggu di keluarga orang lain.

Senyum Liya mengembang melihat seseorang yang baru turun dari mobilnya. Iya, dia Davin, lelaki yang satu minggu ini bersamanya, menemaninya, dan membantunya dalam kondisi apapun.

"Wajah lo tadi murung, kenapa?" Tanyanya. Liya menggeleng sambil tersenyum manis.

"Aku baik-baik aja kok, ayo berangkat!" Jawab Liya. Davin tersenyum lebar, dan mengajak rambut Liya gemas lalu menggendongnya untuk duduk di kursi mobil.

Mobil berjalan menjahui pekarangan rumah, Liya sibuk dengan handphone nya sedangkan Davin sibuk menyetir, gadis tersebut meletakan handphonenya lalu menatap jalanan.

"Semalam ayah dateng ke mimpi aku." Ucap Liya tiba-tiba.

Davin menoleh sekilas, salah satu tangannya meraih tangan Liya lalu menggenggam nya erat dan menciumnya lembut, "jangan terlalu di pikirkan kalau itu buat lo sedih, mimpinya gak aneh-aneh kan?"

Liya menggeleng pelan, "engga.. Ayah bilang, beliau pengen aku main piano lagi."

"Serius? Bagus dong itu, jadi gimana?"

"Apanya yang gimana?" Tanya Liya menoleh. Davin terkekeh kecil, ia kelepasan genggamannya dan kembali fokus menyetir.

"Lo mau balik main piano gak?" Tanyanya, Liya tampak berfikir lalu menggeleng, "gak tau. Nanti aku pikirkan lagi."

Lampu lalu lintas berubah merah, Davin memberhentikan mobilnya, ia melihat jam tangannya, pukul setengah tujuh, waktu yang lama untuk bel masuk.

"Oh iya, ini jadwal lo kemoterapi kan?" Tanya Davin, Liya mengambil handphone nya lalu mengecek tanggal.

"Oh iya ya, ya udah pulang sekolah nanti anter aku ya?"

"Kita gak usah sekolah sehari aja gimana? Gue juga mau bawa lo kesuatu tempat." Tawar Davin dan kembali menjalankan mobilnya saat lampu berubah hijau.

Tepukan keras mendarat di pundak Davin, lelaki tersebut menoleh, "kenapa? Gue salah?"

"Iyalah, salah! Pendidikan nomor satu, kita juga kan bisa pergi ke tempat yang kamu maksud itu di hari libur sekolah nanti." Jawab Liya.

"Kalau libur sekolah tempat itu ramai, apalagi kalau malam-malam, kayak malam minggu misalnya. Jadi mending pergi sekarang." Tawar Davin

"Tapi kan-"

"Sstt udah udah, lo nurut aja sama gue, tenang.. Gak bakal terjadi apa-apa, lagipula bolos sekali gak bakal bikin lo bodoh, Li. Lo itu udah pinter dari lahir." Potong Davin cepat.

I PROMISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang