Chapter 17

1 0 0
                                    

Liya turun dari mobil setelahnya di susul oleh Ferland, lelaki tersebut benar-benar mengantarnya hingga di depan pintu rumah.
"Besok mau masuk sekolah?" Tanya Ferland, Liya mengangguk sebagai jawaban. Lagipun sudah tiga hari berlalu ia alfa di sekolah membuatnya mau tak mau harus berangkat, meskipun kondisinya sedang tidak fit untuk saat ini.

"Kalau kamu masih sakit, gak perlu sekolah juga tidak apa-apa. Nanti aku buatkan surat izin agar kamu bisa istirahat." Ucap Ferland seakan mengerti kondisi yang di alami oleh Liya saat ini.

Liya menggeleng tidak setuju, "aku mau masuk, sudah beberapa hari ini aku alfa. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, udah ada beberapa materi yang ketinggalan." Tolak Liya halus, Ferland hanya mengangguk saja sebagai jawaban.

"Aku pulang dulu ya, jaga diri kamu baik-baik. Jangan terlalu lama menangis malam ini, besok mata kamu jadi makin sembab. Coba lihat kaca deh, mata kamu udah hampir ga keliatan." Ujar Ferland di akhiri kekehan. Liya menatap wajahnya di jendela. Benar saja! Kondisinya terlihat kacau dan menyedihkan sekarang, benar-benar memalukan.

"Gak perlu malu," Ferland mengusap rambut Liya, ia merapikan rambut gadis di hadapan nya dengan lembut, "kamu tetep cantik meksipun penampilan kamu acak-acakan." Lanjutnya membuat pipi Liya memerah seketika. Tawa Ferland terdengar renyah, menurutnya Liya terlihat menggemaskan jika sedang salah tingkah.

Ferland memeluk tubuh Liya secara tiba-tiba, gadis tersebut tampak mematung di tempat, ia tidak dapat membalas pelukan lelaki di hadapannya karena kedua tangannya memegangi tongkat.

Beberapa menit, pelukan keduanya terlepas, Liya menatap Ferland yang tersenyum dengan jantungnya yang berdegup tak menentu. "Aku duluan, sampai ketemu besok." Pamitnya lalu kembali mengelus rambut Liya dengan lembut dan meninggalkan gadis yang masih mematung di tempat.

Liya memegangi jantungnya yang tampak menggila, ia menoleh ke arah gerbang dimana Ferland dan mobilnya sudah menghilang. Senyumnya tanpa sadar terlihat jelas menampilkan betapa bahagianya ia sekarang, Ferland membuatnya tidak ragu lagi untuk menaruh hati pada lelaki tersebut. Ayah, anakmu jatuh cinta.

Liya merebahkan tubuhnya di kasur, jam menunjukan pukul delapan malam. Rumah sangat sepi karena kedua orang tuanya sibuk bekerja, mereka memang selalu pulang larut malam. Begitu pula Luna, gadis remaja tersebut hampir tidak pernah di rumah akhir-akhir ini. Mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing, dan kembali jika lelah akan dunia yang tiada habisnya mereka kejar.

Pintu jendela kamarnya terketuk membuat pandangan Liya teralihkan, siapa yang mengetuk jendelanya malam-malam begini? Dengan hati-hati Liya menghampiri jendelanya lalu membuka goredennya dan mengintip.

Nafasnya berhembus lega menatap Davin yang berdiri di luar kamarnya, ia dengan segera membuka jendela agar sahabatnya itu bisa masuk ke dalam dengan mudah. Keempat mata tersebut beradu, tawa Davin terdengar renyah saat melihat penampilan Liya saat ini sedangkan gadis tersebut mendengus kesal. Itu pasti karena mata Liya yang terlihat mengerikan saat ini.

"Li, mata lo kemana? Kok ilang? Coba tebak gue di mana?" Davin bersembunyi di bawah jendela sambil meledek, Liya berdecak kesal sedangkan lelaki tersebut tertawa puas. Menurutnya Liya sangat lucu dengan matanya yang terlihat sipit dan sedikit bengkak karena terlalu banyak menangis.

"Au ah, ngeselin banget! Sana pulang aja kalau mau ngeledek aku mah!" Kesal Liya kemudian, tangannya hendak menutup kembali jendela kamarnya lalu segera di tahan oleh Davin.

Tawa Davin kembali terdengar lalu terhenti, "maaf maaf, habisnya lo lucu. Pasti kebanyakan nangis ya lo hari ini? Jelek tau gak sih!" Ucapnya meledek, Liya mencibir lalu duduk di tepi jendela di susul Davin setelahnya.

Keduanya menatap bulan dan bintang yang berhamburan di atas langit, Davin menatap tangan kiri Liya yang sudah tidak terbalut perban, sepertinya gadis tersebut sudah mulai berdamai dengan luka bakarnya. Liya mengikuti arah pandang Davin, ia seakan mengerti dengan tatapan lelaki tersebut, "aku ngelepas perbannya karena aku gak pengen menutupi ini, aku pengen berdamai dengan apapun luka yang ada di tubuh aku. Besok aku sekolah lagi, sudah tiga hari aku alfa, entah apa yang bakal temen-temen kelas tanyakan sama aku, tapi aku berharap mereka tidak mengorek privasi ku." Jelas Liya panjang, matanya menatap ribuan bintang di atas langit.

I PROMISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang