Tampak Elio sudah kembali ke rumahnya duduk di atas sofa dengan sopan seperti seorang yang siap menerima ceramah. Jaka jalan mondar-mandir di hadapannya dengan wajah menahan marah. Sesekali Elio melirik, tapi tidak sepatah kata pun keluar dari mulut Jaka.
Tadi dia dipergoki Jaka yang ternyata salah satu penyidik kasus dari arwah yang berniat dibantunya. Siapa sangka obrolan Jaka tentang kasus itu pada akhirnya berkaitan dengannya. Jaka sangat kaget melihat Elio di sana, bukan karena Elio berani keluar malam hari sendirian, tapi juga berada di sebuah TKP. Kalau bukan Jaka yang menemukannya orang lain akan menganggapnya mencurigakan.
Dengan tergagap Elio menjelaskan bahwa dia bertemu dengan orang mencurigakan yang menjatuhkan sesuatu. Kotak misterius yang belum sempat disentuhnya itu kini sudah berada dalam plastik bening.
"Jadi Acha bilang ada hantu yang membantumu kemarin dan kini minta tolong balik? Iya?" Nada bicaranya sangat tajam membuat Elio pasrah akan nasibnya. "Terus hantu itu hantu korban pembunuhan itu gitu?" Jaka menatap Elio yang tertunduk pasrah sambil mengangguk pelan menjawab semua pertanyaannya itu.
Terdengar suara hembusan napas kasar dari Jaka. Dia melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan waktu lewat tengah malam. Dia mengacak rambutnya yang tidak terlalu panjang itu mengusir banyak pertanyaan-pertanyaan di dalam otaknya.
"Besok kita obrolin lagi, sekarang kamu istirahat aja."
Elio beranjak dari sofa dan jalan menuju kamarnya sementara ini. Kalau Elio menginap di tempatnya selama dia terluka kemarin, mau tidak mau Elio tidur di dalam kamar. tapi karena merasa tidak sendirian pria itu baik-baik saja. Saat sampai di depan kamar dia menoleh Jaka yang duduk di sofa, kepalanya menengadah ke atas tampak lelah.
"Maaf, Bang. Aku tau ini gak masuk akal, sampai detik ini pun aku gak percaya sama yang aku lakukan ini, tapi kejadian terakhir waktu aku dihajar orang-orang suruhan Marcel itu, aku benar-benar merasa dibantu oleh entah siapa..."
Elio kemudian masuk ke dalam kamar, dia merasa bersalah karena membuat pria itu khawatir kepadanya.
Keesokan paginya, sebelum kedai buka dan mengantarkan Acha ke sekolah. Jaka mengajak Elio, Oma dan Acha sarapan bersama. Mendengar akan makan bersama, Oma sangat semangat sampai-sampai membuat bubur daging dengan topping Cakwe goreng yang dipotong-potong kecil, kacang, ikan teri, kerupuk emping dan tentu saja sesuai namanya potongan daging yang melimpah.
"Wah makan besar..." sorak Acha senang.
Oma menyajikan empat mangkuk besar di meja, lengkap dengan sambal cair, kecap dan jeruk sambal kecil yang dia pesan di Kalimantan Barat, tempatnya dulu pernah menetap. Oma melirik Jaka yang memasang wajah lebih serius dari biasanya.
"Ada apa sih? Muka kamu tuh nyeremin banget tau? Apa kemarin pertemuan sama orang-orang berkuasa itu gak lancar?" tanya Oma kemudian memecah hening. Elio masih tidak berani menatap Jaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper For Help
HorrorSetelah kematian sang Ibu, Elio memutuskan untuk merantau ke kota. Kehidupannya sebagai perias jenazah pun berubah 180 derajat setelah merawat seekor anjing yang dia selamatkan dan seorang anak perempuan cantik yang ditinggal ayahnya. Pada awalnya E...