Rahasia Besar (19)

5 3 0
                                    

Acha tampak digendong oleh Jaka sambil memeluk pria itu erat, baju polkadotnya kotor tertutup jaket Elio yang dia pakai untuk keluar dari kobaran api. Oma dan Davinia duduk sambil berpegangan tangan erat. Keduanya berdoa agar Elio tidak apa-apa.

Mereka kini ada di rumah sakit, ternyata saat Acha keluar tukang ojek yang mengantar Elio memanggil bantuan. Dengan bantuan warga dan mobil pemadam yang datang mereka coba memadamkan api, tepat saat itu Jaka datang setelah berhasil melacak di mana Elio berada. Tim penyelamat berhasil mengeluarkan Elio dan penjahat yang berhasil Elio lumpuhkan sebelumnya.

Keduanya kini tengah dirawat, Elio dan orang itu menghirup asap yang cukup banyak sehingga mendapatkan perawatan intensif. Mereka harus menunggu kabar Elio dari dokter. Acha sedari tadi menangis ketakutan. takut terjadi apa-apa dengan Elio. Acha sendiri sudah mendapat pemeriksaan, tidak ada luka dari gadis kecil itu. Hanya saja dari tadi dia tidak mau lepas dari Jaka bahkan saat Oma membujuknya.

"Acha makan dulu, ya. Acha belum makan dari siang, kan?" tanya Jaka lembut tapi gadis itu menggeleng pelan masih dalam dekapan Jaka. "Roti mau ya, dikit aja, nanti Papa El sedih kalo tau Acha gak mau makan," bujuk Jaka lagi. Acha akhirnya mengangguk pelan. Jaka tersenyum lega.

"Oma kalau dokter sudah selesai periksa kabari aku ya, aku temani Acha beli roti dulu," ucap Jaka. "Oma mau nitip?"

"Kalau ada air jeruk hangat, kalo gak ada air putih juga gak apa-apa, belikan Davinia juga ya," balas Oma dibalas anggukan oleh Jaka. Jaka melihat Davinia yang tertunduk gelisah, takut dan cemas menanti kabar dari dokter yang memeriksa. Setelah itu Jaka pergi dari sana sambil tetap menggendong Acha.

Sampai di kantin rumah sakit baru Acha mau melepaskan Jaka dan makan roti yang sudah dibuka plastiknya. Acha makan perlahan sementara Jaka membersihkan wajahnya. Kejadian ini mengingatkan saat pertama kali dia dan Elio menemukan Acha. Bedanya malam itu Acha hanya mau dengan Elio.

"Om itu.." ucap Acha terputus. Jaka diam mendengarkannya saja. "Om itu bilang semua ini gara-gara Ibu kandung Acha... Semua karena Acha, papa El jadi begini," gadis itu kembali menangis tanpa suara. Jaka menghapus air matanya.

"Om itu orang jahat, orang jahat gak perlu Acha dengerin omongannya. Semua ini bukan salah Acha. Om Jaka bersyukur Acha bisa selamat dari sana," ucap Jaka penuh sayang sambil memeluk Acha lagi dan menenangkannya. "Kalau ada yang Acha ingat lagi nanti, kasih tau Om Jaka ya, Om janji akan tangkap mereka semua yang coba sakitin Acha dan Papa Elio oke?"

Acha mengangguk patuh dan lanjut makan roti di tangannya. Jaka memperhatikan Acha sambil berpikir sesuatu. Dia mengetikan pesan kepada seseorang. Setelah Acha selesai makan, mereka kembali ke ruang tunggu. Dokter belum juga selesai memeriksa Elio. Jaka memberikan jeruk hangat kepada Oma dan Davinia.

Tidak lama kemudian dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Jaka dan yang lain bergegas untuk mengetahui kondisi Elio.

"Gimana adik saya, Dok?" tanya Jaka cepat.

"Dia sudah keluar dari masa kritis, sekarang tinggal menunggu sadar. Mungkin besok pagi sudah siuman. Sekarang kita biarkan dia istirahat dulu," ucap Dokter kemudian.

"Apa bisa dilihat Dok?" tanya Davinia.

"Sebaiknya besok saja, saya mengizinkan satu orang untuk menjaga saudara Elio malam ini. Permisi."

"Terima kasih, Dok," ucap Jaka mengerti.

Oma tampak sedikit tenang setelah mendengar Elio sudah keluar dari masa kritisnya begitu pula dengan Davinia. "Malam ini biar aku yang jaga Kak El, ya Bang, Oma," ucap davinia kemudian.

"Jangan, biar aku yang jaga malam ini. Kamu dan Oma pulang sama Acha. Acha gak perlu sekolah dulu besok, Oma. Aku akan suruh orang jaga di sekitar rumah juga sementara ini," ucap Jaka menolak keinginan Davinia.

Whisper For HelpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang