Elio tampak senyum-senyum sendiri saat menyiapkan Acha yang sudah kembali ke rumahnya. Gadis itu melihat Elio dengan tatapan bingung. Sedari kemarin perasaan Elio menjadi lebih baik. Selain berita dari Jaka kalau kasus Andien resmi dibuka kembali karena bukti yang mereka dapatkan ternyata mengacu pada bukti dan saksi lain. Elio juga sangat bahagia ternyata perasaannya terhadap Davinia tidak bertepuk sebelah tangan.
Gadis itu mengakui bahwa dia tertarik dengan Elio dan ingin saling mengenal lebih dekat. Walaupun berat, Davinia memutuskan keluar dari lingkungan pekerjaannya yang sekarang karena terlalu toxic. Beruntung salah satu rekannya dulu yang juga pernah bekerja bersamanya menawarkannya untuk melamar di kantor dia sekarang dan sekarang sedang melakukan interview kerja.
"Papa El tuh kenapa sih?" tanya Acha saat Elio menutup pintu rumahnya dan bersiap mengantarkan Acha sekolah pagi ini. Elio hanya menatap gadis kecil itu yang penasaran dan senyum.
"Gak apa-apa, seneng aja. Akhirnya kasus Andien bisa dibuka lagi dan diselidiki, walau Papa yakin gak akan mudah mengingat siapa yang mungkin terlibat." Elio berjongkok merapikan rambut Acha yang dikepangnya menjadi dua dan diberi hiasan rambut yang manis. "Kita doakan semoga Om Jaka dan temen-temennya bisa dapat petunjuk lain ya, jadi Tante Andien bisa tenang," ucap Elio kemudian.
Acha mengangguk dan tersenyum. Elio menggandengnya dan berangkat meninggalkan rumah. "Nanti Acha dijemput Oma, ya. Papa ada kerjaan hari ini, jangan repotin Oma," ucapnya dibalas anggukan Acha yang memegang tali Sui. Setelah menitipkan Sui dan mengambil bekal buatan Oma, Acha dan Elio berangkat.
Sesampainya di rumah duka, salah satu rekannya dari yayasan menarik Elio mendekat ke pojok. "Kenapa Mas, Yan?" tanya Elio bingung.
"El, hari ini kamu sendirian yang rias. Tadi Mbak Ayu masuk mau nyiapin tapi katanya..." ucapannya terhenti.
"Katanya apa, Mas?" Elio tampak penasaran.
"Kamu tau kan kalo Mbak Ayu itu sensitif, sepertinya dia diganggu dan gak mau lanjut. Sekarang Mbak Rosa lagi nenangin dia di belakang sana. Kamu gak apa-apa kan, El masuk sendiri?"
DEGH
Elio tertegun mendengar penuturan Mas Yanto, ketua tim mereka hari ini. Setiap pekerjaan selalu dipilih satu ketua tim yang akan mengatur jalannya prosesi pekerjaan yang diterima oleh yayasan.
"Ya mau gimana lagi, Mas," ucap Elio ragu.
Dia mematung di depan pintu masuk ruangan yang digunakan untuk merias mayat. Elio menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tenang. "Andien kamu harus lindungin aku, kalau arwahnya galak," ucap Elio menghela napas. 'Bodoh, harusnya minta perlindungan Tuhan." Sekali lagi dia menghela napas dan masuk.
Benar saja suasana ruangan benar-benar mencekam, Elio mendekat dan melihat calon kliennya itu. Wajah pucatnya tepat tampak cantik. hanya saja lehernya sudah mulai membiru, tugas Elio menutupinya.
"Semoga kau bisa beristirahat dengan tenang," ucap Elio berdoa sebelum memulai ritual merias mayatnya. Selama beberapa jam akhirnya Elio selesai merias jenazah. Bekas memar di lehernya sudah tidak terlihat lagi.
Saat keluar dan ingin menghirup udara luar, Elio dikejutkan oleh sosok yang sangat dia kenal dan jalan mendekatinya. Tangannya kemudian menyentuh pundak pria itu yang langsung berbalik menatapnya heran.
"Kok di sini?" ucapnya langsung saat melihat Elio.
"Abang yang kenapa di sini, kalau aku baru selesai merias mayat tadi," balas Elio setelah mendengar pertanyaan aneh dari Jaka. Jaka tersenyum dan mengangguk.
"Jenazah yang kamu rias itu namanya Dinda Kanaya, aku ke sini karena mau minta keterangan keluarga korban lagi. Keluarga menganggap ini bunuh diri karena ada pesan yang ditinggalkan korban di dekat tubuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper For Help
HorrorSetelah kematian sang Ibu, Elio memutuskan untuk merantau ke kota. Kehidupannya sebagai perias jenazah pun berubah 180 derajat setelah merawat seekor anjing yang dia selamatkan dan seorang anak perempuan cantik yang ditinggal ayahnya. Pada awalnya E...