Senja memang bukan tipe orang yang banyak berbicara. Tapi hari ini, untuk pertama kalinya dia benar-benar merasa kehabisan kata-kata. Begitu juga saat Pak Tian mendekat ke arahnya hanya untuk menalikan tali webbing ke tangan kiri yang kemudian disambung pada tangan kanan Elang.
"Pak!" Elang sudah akan protes. Kendati tidak melakukan perlawanan apapun saat tangannya sudah terikat. "Jangan ginilah." Bahkan urat-urat di sisi dahinya sudah nampak menonjol, barangkali sudah kepalang kesal.
Daripada repot-repot menukas protesan Elang, Pak Tian sengaja menuli dan memilih fokus pada tali berikutnya yang dia talikan pada tangan Mars dan Julli. Sedangkan tali terakhir di talikan pada Jaery, Choky. Lelaki tiga puluhan itu tersenyum puas mendapati anak muridnya yang justru berekspresi hilang semangat.
"Ini kita bersih-bersih dengan tang kita yang terikat gini?" Suara Jaery tersirat sangat keberatan. Belum juga hidup bersama selama satu hari. Tapi sudah sangat memberatkan saja.
"Kata siapa cuma untuk bersih-bersih? Tangan kalian akan terikat selama dua puluh empat jam."
"Jangan konyol lah, Pak!" Tanpa sengaja Mars meninggikan suaranya. Sumpah, dia tidak bermaksud tidak menghargai Pak Tian. Tapi yang benar saja, dia akan menjalani aktivitas hari minggu itu dengan tangan yang terikat bersama Julli.
Pak Tian kontan melirik Mars dengan sudut bibir terangkat naik. "Kamu terdengar marah. Itu artinya tali kalian harus diperpendek satu centi." Tidak menerima alasan apapun, Pak Tian lantas menarik ring jalan pada tali webbing milik Mars dan Julli sehingga tali yang semula memiliki panjang satu meter itu berkurang satu centimeter.
"Jangan terlalu tegang gitu sih, muka kalian. Anggap aja ini game. Melatih kekompakan kalian."
Elang sudah akan membuka mulut, sepertinya akan ikut-ikutan menyuarakan keberatan, tapi Senja sigap menutup mulutnya. Bukan tanpa alasan dia lakukan. Bahkan sampai rela tangan kanannya terkena liur Elang daripada harus memperpendek tali yang panjangnya tidak seberapa itu. Dia mulai mengerti rules yang akan Pak Tian jalankan.
"Selama kalian terikat, kalian wajib memahami satu sama lain. Tidak boleh saling bersitegang, meninggikan suara ataupun marah. Kalau kalian melanggar, tali yang terikat itu akan dikurangi satu centi."
Baru saja Pak Tian menyelesaikan kalimatnya, suara decakkan Choky terdengar sangat jelas.
"Siapa yang berdecak?"
Senja, Elang, Jully dan Mars kompak menunjuk Choky.
Pak Tian langsung mendekat hanya untuk mengurangi panjang tali itu.
"Anjing," gumam Jaery reflek. Tidak bisa menahan diri untuk mengumpati Choky. Padahal suaranya nyaris serupa bisiskan, hanya saja telinga Pak Tian sangat tajam.
"Kamu mengumpat."
Senja kontan menelan salivanya, tanda resah. Guru kesiswaannya itu tak kenal ampun jika sudah membuat aturannya sendiri. Dia lirik tali webbing merah yang menyambung pada tangan Elang. Hanya milik mereka yang panjang talinya belum berkurang. Milik Mars dan Julli sudah berkurang satu centi, sedangkan milik Choky dan Jaery sudah berkurang dua centi.
"Serem euy. Bisa-bisa tali mereka nggak akan lagi punya jarak kalo dua puluh empat jam harus bareng kaya gitu," bisik Elang lada Senja seraya mengedik ke arah Jaery dan Choky.
"Makanya gue peringatin lo jangan banyak tingkah," balas Senja berbisik seraya melirik sinis.
Karena nasibnya tidak mau seperti empat orang di sana, Elang menganggukkan kepalanya. Setuju meskipun tampang si lawan bicara jaih dari kata bersahabat.
"Sekarang kalian boleh memulai bersih-bersihnya. Segala peralatannya ada di ruang gudang belakang. Silakan." Pak.Tian dengan sangat santai mempersilahkan.
Mati-matian Julli harus menahan hela napas panjangnya saat merangkum isi bangunan sekitar. Asrama ini cukup luas jika disamakan dengan ukuran rumah. Memiliki delapan kamar tidur yang masing-masing memiliki ranjang bertingkat. Belum lagi ada dua ruang yang Julli tidak tahu gunanya untuk apa, satu ruang gudang berada paling ujung dekat toilet dan terdapat pula dapur alakadarnya.
"Kita bagi tugas," ujar Senja tepat mereka berada di depan pintu gudang. Lelaki itu mengambil dua lap untuk menyerahkannya pada Jaery dan Choky. "Kalian bersihkan jendela-jendela ruangan. Nanti gue sama Elang sapu dari kamar belakang sampe kamar nomer empat. Nanti kalian berdua bersihin kamar depan sampe ruang tengah. Selepas itu kita bersihin kamar mandi lalu pel semua ruangan," katanya menjelaskan. Padahal Senja sudah berusaha bersuara sebiasa mungkin. Maksudnya sama sekali tidak berniat bersikap bak seorang pimpinan. Dan sepertinya teman-temannya itu nyaris bisa menerima terkecuali Julli yang justru menatap penuh peperangan.
"Emang lo siapa ngatur-ngatur gue?" kesalnya seraya menepis sapu dari tangan Senja.
Hanya dengan begitu keduanya sudah bediri berhadapan dengan saling menatap sengit. Sungguh, Senja mungkin tidak memiliki badan seatletis Julli, tapi untuk berkelahi, Senja sama sekali tak gentar. Tapi untung saja, dia bukan tipe orang sebodoh Jully yang selalu mengedepankan otot daripada otak. Jadi, dengan menelan segala emosinya bulat-bulat, Senja menyudahi perang tatapan itu.
"Kita semua sama-sama nggak ada yang mau berada di sini. Nggak cuma lo doang. Tapi mau gimana lagi, kalo kita masih sama-sama nggak mau menurunkan ego dan terus kemakan emosi, yang rugi kita-kita juga. Bukan mau mengatur, gue cuma minta tolong untuk jangan semakin memperkeruh keadaan yang udah kacau ini."
Kendati sebal pada sikap dingin Senja, namun Mars membenarkan kata-katanya. Jadi, tanpa banyak bicara, ia mengambil sapu yang mulanya terlempar oleh tepisan Julli, lalu mulai bergegas. Membuat Julli yang terikat, mau tidak mau mengikuti langkahnya.
"Karena talinya ngga terlalu panjang, kita nggak bisa mencar jauh. Lo sapuin kolong ranjang, biar gue yang di sudut," kata Mars seraya menyerahkan sapu pada Julli.
Alih-alih menerima, si kapten futsal itu malah mendengkus sinis. "Lo kerjain aja sendiri."
"Julli, coba sesekali lo paham bahasa manusia. Jangan bisanya terus-terusan bikin jengkel doang." Ini masih terbilang pagi, tapi energy Mars seperti sudah terkuras habis.
Karena sudah sangat malas terus berdebat, Mars memaksa Julli untuk memegang sapunya, sementara dia langsung menjalankan tugas dengan baik. Menyapu dari sudut ruangan sampai ke sudut lemari.
Julli juga demikian. Menyapu kolong ranjang meski awalnya terkesan ogah-ogahan tapi akhirnya melakukan dengan lumayan baik.
"Coba lo ke sinian sebentar. Gue mau bersihin sebelah sini." Julli semana-mena menarik tangannya yang terikat, membuat Mars yang tak siap, kontan tertarik dan menubruk tubuh Julli. "Anjing, lo apaan, sih?" kesalnya, langsung mendorong Mars menjauh. Hanya saja agaknya terlalu berlebihan sampai-sampai kaki Mars yang terdorong justru tersandung pada kaki ranjang. Perdetik itu, Mars terkesiap saat tubuhnya benar-bebar kehilangan keseimbangan sebelum terjatuh terlentang. Begitu juga dengan Julli yang ikut tertarik dan berakhir jatuh di atas tubuh Mars. Bagian paling mengejutkan lainnya adalah ketika bibir Julli yang mendarat begitu saja di atas bibir Mars tanpa sempat mengelak.
"Astagfirullah, kalian ngapain?"
Elang dan Senja yang sebelumnya mendengar bunyi gedebum keras, lantas mendekat ke arah sumber suara. Takut-takut dua rekannya itu malah kembali berkelahi. Tapi apa yang mereka dapati benar-benar di luar dugaan. Daat Senja hanya bisa melongo, Elang sudah husnudzon saja.
"Kalian sebenarnya homo, yah?"
-tbc
Hai, guys salam kenal dari penulisnya. Jangan lupa vote, komen dan follow yah. Terima kasih.Btw, guys, SMtown udah announce aja. Kalian ada yang mau nonton gak, nih?
Semoga dapet tiketnya, yah. Deg-degan banget woy lah. 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Dari Kita |NCT Dream
Fanfiction[Follow dulu sebelum baca] Ketika keenam siswa dengan karakter berbeda dipersatukan dalam sebuah asrama. Mars tidak pernah menduga sebelumnya. Beban hidupnya sudah sangat berat. Dan kini Pak Tian selaku guru kesiswaannya menambah beban hidup itu. B...