Manusia Emang Nggak Peka

99 6 0
                                    

Selain Mars Prayoga, Choky Gajendra juga adalah salah satu anak yang beruntung terlahir dari keluarga yang bergelimang harta. Ayahnya seorang dokter estetika. Memiliki klinik kecantikan yang sudah tersebar di beberapa kota di Indonesia.

Tidak seperti Mars yang memilih terlihat sederhana, Choky berpenampilan bak seorang Tuan Muda. Siapapun yang melihat dengan sekali tatap, tidak akan sulit menyimpulkan kalau Choky bukan dari kalangan orang biasa.

Lihat saja jam tangan rolex yang melingkar di tangan kirinya yang kini sudah lebih dari delapan kali ditilik. Duduk gusar dan sesekali berdecak. Gestur yang tidak luput dari pandangan Pak Tian yang hanya bisa geleng-geleng kepala.

Sejak setibanya di klinik dan Jaery mendapat perawatan dokter, lagi-lagi Pak Tian sama sekali tidak melihat sisi rasa khawatir sedikit pun dari seorang Choky Gajendra.

Pun dengan Senja Elvano. Anak didiknya dari IPA dua. Wajahnya yang imut-imut itu nyatanya lebih dingin daripada batu es lama di freezer. Senja itu pintar meski tak begitu terlihat. Dia bisa saja bersaing untuk partisipasi di olimpiade dengan Mars dan Starla jika saja dia mau. Tapi Cowok itu seolah tidak punya tujuan hidup.

Di sekolah pun, Senja lebih banyak memilih sendirian, tak punya teman. Eksistensinya seolah-olah tenggelam oleh siswa-siswa yang hanya bermodal tampan dan membiarkan Senja masuk ke dalam kategori siswa yang biasa-biasa saja.

Pintu ruang perawatan bergerak dan menarik atensi ketiga orang yang sedang menunggunya. Jaery muncul dengan keadaan yang lebih baik. Lukanya sudah dilingkupi perban. Meski masih jalan terpincang.

"Nggak ada luka serius. Cuma lecet-lecet doang, Pak." Tahu betul Pak Tian yang hampir melontarkan pertanyaan keadaannya, Jaery lebih dulu menjawab.

"Syukur kalo begitu." Pak Tian menepuk pundak Jaery. Baru saja menoleh, Choky sudah menyerobot lebih dulu.

"Ini duit dua juta buat benerin motor lo. Nanti kalo kurang tinggal bilang sama gue. Administrasi udah gue tanggung semuanya. Gue buru-buru. Harus balik sekarang."

Jaery kicep. Harga dirinya sungguh tergores. Namun sayangnya belum dia melontarkan protesan, Choky sudah lebih dulu pergi dengan tidak tahu dirinya.

Helaan napas kasar di sana membuat Jaery menoleh. Itu Senja dengan ekspresi keberatannya.

"Senja, tolong antarkan Jaery pulang, yah?"

Sudah Senja duga. Pasti dia yang akan direpotkan. Setengah hati dia mengangguk. Melirik Jaery. " Ayo," katanya mendahului Jaery.

"Bro, lo jalan nggak lagi di kejar setan kok. Nggak usah cepet-cepet. Kaki gue sakit."

Senja berdecak tanpa menoleh. "Lo nggak lagi ngode buat gue gendong, kan?"

"Idiiiihhh najis. Masih sanggup gue jalan kaki sampe Cimahi daripada harus lo gendong."

Senja mengedik. Bodo amat sama langkah Jaery yang tergopoh-gopoh mengejar langkahnya.

Sampai di parkiran rumah sakit, ternyata langit menjelang petang Bandung nampak mendung. Senja mengadah kemudian mendesah. Jangan dulu turun hujan.

"Ayo buruan," titah Senja yang sudah menyalakan mesin motor doyok Jaery.
Sama sekali tak berniat membantu melihat Jaery kepayahan hanya untuk duduk di belakangnya.

Setelah memastikan Jaery duduk dengan aman, Senja mulai menjalankan motor. Bergabung bersama lalu lalang kendaraan di jalan raya yang kini kebanyakan seperti tengah berpacu dalam kecepatan. Mungkin saja takut-takut langit menumpahkan isinya sebelum sampai tujuan. Tapi daripada itu, Senja sebisa mungkin mengendarai motor dengan tenang.

Diguyur hujan di tengah jalan agaknya lebih baik daripada kebut-kebutan dengan motor Jaery yang hampir serupa rongsokan. Kaca spionnya patah satu, body motornya lecet dan retak dibeberapa bagian. Bahkan lampu sen depannya hancur. Diam-diam Senja tak henti merapalkan doa selama berkendara.

"Belok kanan, gang Haji Ujang." Jaery menepuk-nepuk pundak Senja.

"Apa? Kujang Kian Santang?"

"BELOK KANAN! BELOK GANG HAJI UJANG! NAHA JADI KUJANG KIAN SANTANG! GANTENG-GANTENG BONGE...KELEWAT HEH, KELEWAT!"

Senja buru-buru menarik rem yang membuat kepala Jaery menabrak belakang kepalanya. "Anjim. Kira-kira dong kalo mau ngerem!"

"Ya lo bilang beloknya dadakan!"

"Kan udah gue bilang gang Haji Ujang!"

"Mana gue tau Haji Ujang. Kenal aja kaga! Masuk gangnya jauh nggak?"

"Deket elah."

"Kalo jauh gue anter sampe depan gang aja."

"Ganteng doang nolong orang dipanggang." Sekonyong-konyong Jaery menoyor belakang kepala Senja.

"Bacot banget lo."

Untungnya setelah belok kanan gang Haji Ujang, rumah Jaery betulan tidak jauh dari sana. Rumah dua lantai dengan warna putih tulang itu nampak sepi ketika Jaery membuka gerbang tinggi. Bahkan ketika Senja memarkirkan motor rongsok Jaery di pekarangan rumah, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Dan ketika Jaery mengeluarkan kunci rumah dari dalam tas punggungnya, Senja baru mengerti bahwa memang tidak ada orang lain di rumahnya.

"Lo pulang aja. Motornya biarin aja disitu." Gelagat Jaery seolah mengusir Senja.

Senja mengernyit. "Lagian siapa juga yang minat mampir. Paling juga cuma dikasih air putih. Masih sanggup gue beli air." Barangkali menendang ban motor Jaery sebagai kata pamit, Senja pergi dari rumah Jaery yang bahkan tanpa ucapan terima kasih.

Senja nggak butuh juga, sih. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah air. Sumpah deh, kerongkongannya layaknya gurun sahara.

Senja sudah menahan hausnya sejak tiba di rumah sakit tadi. Bahkan si Choky yang katanya tajir melintir nggak ada inisiatif gitu buat beli minum. Seenggaknya basa-basi sebagai ucapan terima kasih udah mau direpotin.

Setibanya di rumah kunyuk Jaery, Senja malah buru-buru disuruh pulang. Padahal kalo si Jaery basa-basi menyuruh Senja mampir buat istirahat dulu kek, duduk dulu, minum dulu. Senja tidak akan ragu menolak.

Kalau saja uangnya tidak tinggal lima ribu di saku dan hanya cukup untuk ongkos pulang, Senja tidak ingin mengharapkan seseorang untuk membelikannya minum. Haaah... manusia hidup emang susah banget buat peka.

-tbc
Alurnya pelan-pelan yah. Semoga yang baca ngga bosen dan bisa ngerasa feelnya.

Jalan lupa tinggalkan jejak. Vote, komen dan follow.


Cerita Dari Kita |NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang