BAB 17 : Penolakan

18 3 1
                                    


"Jangan pantang menyerah saat ditolak, tetapi kejarlah terus jika masih bisa dikejar, dan buktikan kalau diri ini mampu dan bisa memberikan kebahagiaan untuknya."

~ Adnan Faturrahman ~

Selama beberapa bulan tinggal seatap dengan Hasna, membuat Adnan lambat lain mulai menyukai Hasna. Ia merasa selalu nyaman bersama Hasna. Walau mereka jaga batasan, jatuh cinta itu tidak memiliki batasan. Hari ini Adnan bertekad akan mengungkapkan perasaannya kepada Hasna. Saat ini pria itu tengah menunggu kedatangan Hasna di depan teras. Jantungnya terus berdegup dengan kencang. Ia tidak sabar ingin segera mengatakan apa yang ia rasakan selama ini kepada wanita itu.

Jam empat sore, akhirnya Hasna telah tiba di rumah, tengah memarkirkan motornya di garasi. Adnan menunggu sampai Hasna tiba di teras.

Saat Hasna tiba di teras, hendak masuk ke rumah, Adnan menghampiri Hasna. Ia menunjukkan senyuman lebar di hadapan wanita itu.

"Hasna, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu."

Hasna tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar tidak menentu. Ia merasa sepertinya ada hal yang penting yang ingin Adnan sampaikan hari ini kepadanya.

"Mau bicara apa, Nan? Tatapan.kamu beda banget ke aku."

"Hasna, sebenarnya aku ... aku ...." Tubuh Adnan sudah gemetar hebat, tetapi ia berusaha akan mengungkapkan isi hatinya kepada Hasna. Diterima atau tidaknya, yang penting ia sudah berusaha untuk mengatakan apa yang dirasanya selama ini. "Hasna, sebenarnya aku ... aku suka sama kamu, Na. Sejak awal aku bertemu kamu, aku merasa ada yang aneh. Setelah kita satu atap, aku makin merasa nyaman di dekatmu. Namun, daripada terus-terusan memendam perasaan, lebih baik aku ungkapkan saja perasaan ini sama kamu. Aku udah jatuh cinta sama kamu."

Hasna membeku di tempat. Kedua bola matanya terbelalak ke arah Adnan. Ia tidak tahu harus menanggapi seperti apa yang tengah Adnan utarakan saat ini.

Adnan bersimpuh di depan Hasna. "Jika kamu punya perasaan yang sama denganku, kamu mau nikah sama aku?"

"A-apa? Nikah?"

"Aku tidak ingin terus hanya memandangmu. Kita satu rumah, tidak ada ikatan apa pun. Tetangga melihatnya tidak suka pasti. Untuk itu, jika kamu bersedia, maukah menikah denganku? Aku akan berusaha membuatmu bahagia."

"Adnan, aku ...." Bibirnya mendadak kelu saat akan menjawab ungkapan cinta dari Adnan.

"Kenapa? Kamu kaget, ya? Maaf ya, bikin kamu kaget. Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku sudah tidak bisa menahan perasaanku lagi."

"Adnan, maaf. Tapi, kan, kamu belum ingat apa pun masa lalumu. Aku belum bisa menjawabnya."

"Maafin aku, Nan. Aku belum bisa. Kamu harus ingat semuanya dulu, baru aku bisa menjawab ungkapan ini. Aku sangat terkejut, Nan."

Adnan tersenyum tipis. "Ah, tidak apa-apa, Na. Mungkin kamu butuh kejelasan mengenai identitasku. Baiklah, aku akan berusaha mengingat masa laluku lagi. Kalau aku udah ingat semuanya, aku akan mengutarakan hal ini lagi sama kamu. Semoga setelah aku ingat semuanya, kamu bisa menerimaku. Tapi, kalau kamu nggak suka sama aku, aku juga tidak apa-apa, Na. Aku ikhlas. Aku tidak memaksa kamu untuk menerimaku."

"Tapi, kita bisa tetap berteman, kan?" tanya Adnan.

Hasna mengangguk. "Bisa, kok, Nan. Kita akan tetap berteman baik. Jangan berubah, ya?" pinta Hasna. "Makasih kamu sudah mengutarakan perasaanmu padaku. Aku hargai itu. Kamu pasti berusaha keras mengutarakan ini semua. Kamu sangat berani. Aku mengapresiasi itu. Semoga kamu bisa ingat masa lalu kamu lagi dan aku bisa memberikan jawaban yang terbaik untukmu saat kamu kembali mengutarakan ini lagi."

Adnan mengangguk. "Iya, Hasna. Aku mengerti. Menikah itu harus dengan seseorang yang jelas. Kalau aku masih amnesia, jadinya nggak jelas. Aku nggak tahu nama asliku siapa, nggak tahu di mana keluargaku, nggak tahu bagaimana kehidupanku yang sebelumnya. Aku memang harus ingat dulu, Na. Tapi, kalau seandainya aku nggak bisa ingat lagi, kamu boleh menikah dengan laki-laki lain. Aku akan pergi dari rumah Abi."

"Jangan berpikir seperti itu. Kamu pasti bisa ingat lagi. Kamu harus semangat, ya?"

"Aku akan berusaha, Na. Ya udah, kalau gitu, aku mau ke kamar dulu. Kepalaku sedikit pusing." Hasna mengangguk.

Sampai di kamar, Adnan segera mengunci pintu kamar, lalu duduk di tepi ranjang. Ia merenung, mengingat tadi, membuat hatinya sedikit sakit. Penolakan memang menyakitkan, tetapi ia akan berusaha meyakinkan Hasna lagi. Ia tidak akan pantang menyerah.

Adnan memegangi kepalanya. Ia berusaha mengingat sesuatu dalam dirinya. Ia harus bisa segera mengingat masa lalunya agar ia bisa menikahi Hasna. Jika ia ingat semua, Adnan yakin bisa bersama Hasna. Ia juga perlu tahu identitas aslinya seperti apa.

Adnan terus memaksakan dirinya, mengingat masa lalu. Bayangan-bayangan bak kaset rusak terlintas dalam pikirannya. Karena memaksakan diri, kepalanya menjadi sakit. Rasanya nyeri hebat. Adnan memegangi kepalanya. Rasanya sangat sakit.

"Akh! Please, cepetan inget lagi!" gerutunya.

Adnan terus memaksakan dirinya menyelami bayangan dalam pikirannya, akibatnya rasa sakit kepalanya makin tidak tertahankan tiba-tiba saja Adnan ambruk di bawah ranjang. Tubuhnya sudah tergeletak di lantai, kedua bola matanya telah menutup dengan sempurna.

Sementara, Hasna sudah tiba di kamar ia meletakkan tasnya di atas meja belajarnya, kemudian duduk di tepi ranjang. Ia merenung, memikirkan ungkapan cinta Adnan tadi. Hal ini membuatnya merasa bersalah karena telah menolak Adnan.

"Aku jadi ngerasa salah sama dia. Apa dia sakit hati, ya? Tapi, aku juga butuh asal-usul dia yang jelas kalau nikah. Aku suka sama dia, tapi identitasnya dia belum tahu. Gimana aku bisa menerima ajakannya menikah?"

"Aku kok, takut terjadi sesuatu sama Adnan, ya? Apa aku lihat ke kamar, ya? Adnan tadi kayaknya murung habis aku tolak dia. Apa aku cerita sama Abi, ya? Aku nggak nyangka Adnan tiba-tiba nembak aku kayak gini. Aku masih kaget banget. Dia berani mengutarakan itu."

"Ah, kok, aku takut dia kenapa-napa, ya? Jangan-jangan dia berusaha mengingat masa lalunya? Apa aku lihat ke kamar?"

Hasna memutuskan melihat Adnan di kamar. Ia takut terjadi sesuatu kepada Adnan setelah ia menolak pernyataan cintanya. Bukan karena Hasna tidak menyukai Adnan, tetapi karena ia butuh kejelasan mengenai latar belakang Adnan yang sebenarnya.

Hasna mengetuk pintu kamar Adnan sembari mengucapkan salam. Namun, sudah beberapa kali tidak dijawab oleh pria itu. Hasna khawatir, saat berusaha membuka pintu, ternyata pintunya dikunci. Perasaannya jadi tidak enak.

Hasna mencari kunci cadangan di gudang untuk membuka kamar Adnan.

Saat berhasil membuka kamar tamu, ia terbelalak, melihat Adnan tergeletak tidak sadarkan diri di lantai. Hasna menghampiri pria itu, lalu mencoba mengguncang tubuh Adnan. "Adnan, bangun, Nan." Kedua bola matanya mulai berkaca-kaca, melihat Adnan tidak kunjung membuka matanya.

BAB 17 update, happy reading 🥰

Bidadari Hati Untuk Adnan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang