BAB 2 : Mulai Bangkit

47 8 40
                                    


"Kita tidak bisa terpuruk terlalu larut dalam kematian seseorang. Karena hidup terus berjalan."

~ Adnan Faturrahman ~

Perlahan, kedua bola matanya mulai terbuka, kemudian menatap sekeliling. Bau obat-obatan begitu menyengat dari indera penciumannya. Ia melihat sekelilingnya ruangan bernuansa putih, tempat yang tidak disukai beberapa orang, tetapi terpaksa menginap karena kondisinya yang masih lemah.

"Om?" ujarnya saat melihat sosok pria paruh baya di sampingnya.

"Kamu udah bangun, Adnan?" tanya Raja. Pria itu menggenggam erat jemari Adnan yang tidak terpasang infus.

"Aku di mana, Om? Kepalaku sangat sakit," keluhnya.

"Kamu di rumah sakit, Adnan. Tadi kamu mencoba gantung diri. Untung masih bisa diselamatkan. Om bersyukur kamu baik-baik saja, Adnan," jelas Raja, membuat Adnan terdiam, lalu teringat kembali dengan semua yang sudah terjadi. Ia kembali ingat, jika orang tuanya sudah tiada.

"Jadi, ini bukan mimpi? Mereka udah nggak ada?" tanya Adnan.

Raja mengangguk. "Iya, Nak. Mereka udah tenang di sana. Ini bukan mimpi. Kamu harus kuat ya, Nak? Kamu harus ikhlasin mereka pergi," tutur Raja agar Adnan tenang. Ia mengusap pundak Adnan dengan lembut.

"Apa? Mereka beneran nggak ada? Kenapa, Om? Kenapa mereka ninggalin Adnan?" lirih Adnan yang masih belum bisa menerima kenyataan, bahwa orang tuanya sudah meninggal dunia.

Raja memeluk Adnan, pria itu menangis sejadi-jadinya di pelukan Raja. Raja berusaha mengusap punggung Adnan dengan lembut, mencoba menenangkan keponakannya agar tidak kembali mencoba melakukan bunuh diri.

"Kenapa mereka ninggalin Adnan? Adnan padahal udah bawa banyak oleh-oleh untuk mereka?"

"Semua ini udah kehendak Allah, Nak. Adnan masih punya Om sama Tante. Adnan harus kuat, ya? Adnan jangan coba-coba kayak tadi, ya? Om takut kehilangan kamu, Nak," sahut Raja dengan lembut.

"Om, ini nggak adil! Kenapa dia mengambil orang tuaku?" Tiba-tiba Adnan melepaskan pelukan Raja, lalu mencabut jarum infusnya, membuat punggung tangan Adnan berdarah. Pria itu begitu nekat turun dari ranjangnya.

"Kamu mau kemana, Nak?"

"Aku mau nyusul mereka! Aku nggak mau ditinggal!" teriaknya. Saat melangkahkan kakinya, tiba-tiba Adnan kembali tak sadarkan diri, ia jatuh di lantai. Raja segera mengangkat tubuh Adnan, lalu membaringkannya ke ranjang. Ia segera menghubungi dokter untuk menangani keadaan Adnan.

Beberapa hari Adnan dirawat di rumah sakit. Kondisinya sangat down, Adnan sering menangis dan berteriak, memanggil nama orang tuanya.

"Mas, mending kamu bawa Adnan ke rumah sakit jiwa!" saran Astri.

"As, nggak bisa!" tolak Raja.

"Kenapa sih? Anak itu udah gila, Mas! Kamu nggak denger? Tiap hari dia teriak-teriak?" tanya Astri.

"Bukan itu mauku!" tegas Raja yang melotot tajam ke arah istrinya.

"Lalu?"

"Diam saja kamu!" tekan Raja. Astri mendengkus kesal. Ia tidak tahu apa yang sedang suaminya rencanakan. Pria itu tidak memberitahunya sama sekali.

Bidadari Hati Untuk Adnan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang