Happy Reading
***
Sudah hampir dua jam, sosok pemuda di atas ranjang itu menutup mata. Napasnya berhembus teratur. Mata kecil bulat itu tertutup rapat. Sebelum akhirnya terdengar lenguhan dari bibir mungilnya.
"Ah..."
Mata Arlen mengerjap pelan. Kepalanya terasa pusing. Badannya juga terasa tak enak. Perlahan ia duduk sembari memijat pelipisnya. Berharap pusing di kepalanya memudar.
Arlen melihat sekitar, hingga netranya menangkap kehadiran sosok lain. Barulah Arlen sadar jika tadi ia ketahuan merokok oleh ketiga sahabatnya.
Zean lebih dahulu beranjak mendekati Arlen yang duduk di ranjang. Arlen menggeser tubuhnya sedikit, tapi ia malah mendengar suara gemerincing dari kakinya. Penasaran, Arlen membuka selimut yang menutupi kakinya. Betapa terkejutnya lelaki itu, saat melihat kakinya dipakaikan rantai masing-masing.
"Abang, ma-maafin, adek." Arlen memegang lengan Zean, menatap takut dengan dua bola mata yang mulai berair
Zean mengusap lelehan air mata di sudut mata Arlen.
"Jangan nangis, nanti badannya hangat."
"Hiks, lepasin dulu rantainya."
"Tanya ama Cael."
Arlen menoleh pada sisi kanan, melihat sosok Cael yang duduk menatap lekat dirinya. Arlen menunduk, takut sekaligus merasa bersalah. Bagaimana ia harus membujuk sahabatnya itu. Sedangkan di antara ketiga sahabatnya itu, Cael adalah sosok yang sulit dibujuk. Sial, kalau tahu begini, Arlen lebih baik menunda niatnya merokok tadi.
Zean hanya melihat saja bagaimana Arlen membujuk seorang Cael. Termasuk Deni.
Arlen menunduk memainkan jemarinya, gugup dan takut bercampur jadi satu.
"Abang," cicit Arlen pelan walau dengan keheningan di ruangan ini masih bisa terdengar.
Tak ada jawaban dari Cael. Arlen mendongak, matanya berserobok dengan manik hitam legam milik Cael.
"Hiks, abang Cael," panggil Arlen lagi lebih keras. Bisa ia lihat Cael yang mengalihkan pandangannya, tidak mau menatap Arlen.
Isakan perlahan mulai terdengar. Bola mata itu kembali menumpahkan air matanya. Kembali sedih karena sahabat yang dianggap sebagai abangnya selama ini mendiamkan dirinya.
Dengan mata berair, Arlen kembali mencoba memanggil Cael. "Hiks, maaf, maafin adek, hiks. Adek salah, hiks, hiks. Hah, hah, jangan–hah–diamin adek. Abang, hiks, hah."
Zean yang melihat Arlen kesusahan bernapas, segera mengurut dada adiknya. "Hei, tenang. Dek, tenang."
Meski sebenarnya, Cael masih ingin melanjutkan aksi marahnya, tapi melihat Arlen yang sudah sulit bernapas karena kebanyakan nangis, Cael menyerah.
Lelaki itu beranjak menghampiri Arlen yang sedang bersandar pada dada Zean. Tatapan anak itu masih tertuju pada dirinya. Perlahan ia dudukkan dirinya di depan Arlen, lalu mengambil tangan mungil Arlen dan mengelusnya.
"Ab-hah-bang, maaf, hiks," ucapnya terbata-bata.
Cael mengambil alih tubuh Arlen, membawanya bersandar di pangkuannya. "Adek, tenang. Abang maafin tapi adek tenang ya. Ayo tarik napas, hembuskan."
Cael mengerut pelan dada Arlen sembari terus memberikan instruksi. Matanya melirik Deni, mengode untuk melepaskan rantai pada kaki Arlen. Setelahnya, tubuh kecil itu di bawa ke dalam pelukannya.
"Setelah ini janji jangan pernah pakai benda itu lagi, oke?" ucap Cael setelah memberikan minuman ke Arlen.
Arlen mengangguk pelan di pelukan Cael. Wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher Cael. Matanya mulai memberat. Tanda sebentar lagi ia akan tertidur.
Cael yang paham, menepuk pelan punggung Arlen. Cael merasa suhu tubuh di pelukannya ini mulai hangat. Tidak heran, kebiasaan Arlen kalau sudah lama menangis, pasti badannya akan panas.
Tak lama, Cael bisa merasakan napas teratur yang menimpa lehernya. Tanda si kecil sudah masuk ke alam mimpi.
"Ze, beli baby fever."
Zean mengangguk paham, lalu pamit keluar. Sedangkan Deni, ia suruh membeli makanan untuk makan siang Arlen.
Saat Cael ingin memindahkan tubuh Arlen ke ranjang, pelukan di lehernya tidak jua terlepas. Mau tak mau, Cael ikut merebahkan dirinya sembari memeluk Arlen erat. Lama kelamaan, Cael juga menyusul Arlen ke dunia mimpi.
***
Tbc.Huuu, kasian Arlen😭 siapa suruh sih Len nakal gitu👀
Mudah-mudahan Arlen benar-benar tobat ya,
Jangan lupa vote dan komen ya,
Spam next?
KAMU SEDANG MEMBACA
That Warm
Teen FictionCerita Brothership ✔️ Bukan BxB❎ *** Dengan fakta kalau ia di buang, Arlen bersyukur Hena, pengurus Panti Asuhan kencana, bersedia mengadopsinya. Ditambah tiga sahabat yang protektif tingkat dewa yang terkadang membuat Arlen merasa pusing. Apalagi...