Bab 13

855 57 6
                                    


Langit terlihat cerah disiram mentari. Cuaca yang sangat mendukung hari senin yang perlu diawali dengan senyum lebar. Begitupun dengan Arlen yang sedang menyemangati hatinya yang masih tidak rela berpisah dengan hari kemarin. 

kenapa hari minggu berlalu begitu cepat? Wae yo? jerit batin mungilnya.

Setelah ritual yang sedikit dramatis bagi remaja pecinta rebahan, pemuda mungil itu berlalu, mengambil kunci yang tergantung, lalu bergerak mengendari motor kebanggaannya menuju sekolah.

Kurang lebih 10 menit dengan kecepatan tinggi tentunya, Arlen tiba dengan selamat. Tidak ada drama terlambat lebih dahulu. Bukan karena Arlen anak rajin. Oh, bukan pemirsa. Tapi-

"Lele"

Karena lelaki yang saat ini sedang berjalan lurus ke arahnya. Memakai penanda keamanan, sudah cukup membuat Arlen menahan diri berbuat ulah.

"Abang Ze," sambutnya manis.

"Lengkap 'kan?"

Arlen mengangguk pede, "ehm."

Zean memindai tubuh di depannya. Setelah memastikan semuanya sesuai, Zean mengangguk puas.

"Ayo, sebentar lagi masuk," ajak Zean seraya memegang tangan Arlen.

***

Rencananya setelah jam istirahat nanti, Arlen ingin bolos. Bocah itu sedang malas bertemu dengan matematika. Apalagi gurunya sangat killer. Lebih baik ia berdiam diri di rooftop.

Namun, gimana mau bolos, untuk izin ke toilet saja, Arlen harus ditemani oleh sahabatnya.

"Psst psst, Deniii," bisik Arlen memanggil Deni di depannya.

Mendengar suara yang memanggilnya, Deni menoleh ke belakang.

"Apa?" Jawabnya lumayan keras. Akibatnya, dua manusia lain ikut menoleh memperhatikan Arlen yang misuh-misuh.

"Kenapa, dek?" tanya Cael.

Arlen cengengesan menjawab pertanyaan Cael. "Hehehe, nggak ada kok bang."

"Beneran?"

"Iya," jawabnya lucu

Zean dengan tatapan menyelidik masih belum melepaskan pandangannya. Arlen tahu hal itu. Makanya dari tadi ia menghindari tatapan Zean. Bisa gawat jika ia ketahuan.

Dalam hati, Arlen merutuki Deni yang tidak bisa diajak kerja sama.

Setelah yakin dengan jawaban Arlen, Cael dan Zean kembali menghadap ke depan. Perlahan Arlen menghembus napas lega.

Plak

"Aw, kenapa lo pukul?" sungut Deni sembari mengusap lengannya yang kena pukul.

"Ssstt," bisiknya, "jangan keras-keras oon."

"Kenapa?" Deni bertanya, ikut berbisik.

"Bantuin gue."

"Apaan?"

"Gini...."

***

Ruangan yang dingin semakin dingin akibat kehadiran pria yang sedang duduk berpangku tangan saat ini. Sedang pria dihadapannya menahan diri agar tak melarikan diri. Ruangan ini terasa semakin menyesakkan.

"Bawa dia ke hadapanku!" perintah tegas dari seseorang yang dipanggil tuan.

"Baik tuan,"

Laki-laki itu menyeringai kejam sembari mengusap foto remaja bermasker. Ah, dia menjadi tak sabar.

***

Tbc

Hai, maaf baru up🤧

Ada yg kangen?

Next?

That WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang