Bab 9

1K 65 1
                                    

Happy reading

***
Deg

Alga tertegun, merasakan denyut pada hatinya. Bukan sesuatu yang buruk, hanya saja Alga tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan perasaannya ini. Seakan ada yang menyentuh lembut sisi kosong yang selama ini tak pernah berani ia sentuh. Tempat dimana sang pemilik pun tak tahu dimana kuncinya.

Arlen mengernyit bingung melihat reaksi Alga. Lantas acuh kembali meninggalkan Alga yang masih tertegun.

"Ready? Go!"

Arlen menarik gas dalam, menyusul kemudian Alga setelahnya. Dua motor saling bersaing mencapai finish. Tikung menikung satu sama lain.

Alga tak bisa berkonsentrasi dengan balapan kali ini. Walau kecepatannya tidak berkurang sedikitpun, lelaki itu tidak lagi bernafsu memenangi pertandingan. Pikirannya masih berkecamuk.

Sesekali lelaki itu memandang Arlen. Sosok yang membuat ia malam ini penasaran.

Sorak-sorai penonton menyambut kemenangan Arlen. Disusul kedatangan Alga setelahnya.

Arlen membuka helmnya, merentangkan tangan menyambut pelukan dan salut dari teman-temannya.

Kevin berlari menghampiri Alga yang telah membuka helmnya, menatap euforia kemenangan Arlen dengan tatapan datar. "Tumben kalah?"

Tanpa menatap Kevin, Alga menjawab dengan tenang. "Vin, finally."

"Hah?"

Alga menoleh, menatap wajah Kevin yang bingung. "Cari informasi mengenai Red. Apapun itu." titahnya datar.

"Wihh, congrats ma broo," seru Gin menepuk bahu Arlen.

Arlen hanya tersenyum miring, matanya berkilat senang. "Thanks, lo atur aja siap ini. Gue cabut."

Tak menunggu jawaban Gin, Arlen melarikan motornya. Tujuannya sudah tercapai. Masalah hadiah atau apapun itu, Gin akan mengurus untuknya.

Melihat Arlen meninggalkan arena, Alga turut melajukan motornya. Membuntuti kepergian Arlen. Ia perlu mengetahui di mana lelaki itu tinggal.

Arlen mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Malam ini ia sudah cukup bersenang-senang. Lelaki itu masih belum sadar jika ia sedang diikuti di belakang. Mungkin karena Alga menjaga jarak yang pas sehingga Arlen tidak sadar sedikitpun.

Sayangnya, ketenangan Arlen harus berhenti tatkala jalannya dihentikan oleh segerombolan orang. Lelaki itu menghentikan motornya lalu membuka helmnya.

"Woy, serahin barang lo sekarang!" teriak salah satu pemuda.

Arlen menghitung, ada sekitar 20-an orang di depannya. Kalau dilihat dari tampilan seperti preman jalanan. Meski ia mempunyai kemampuan yang cukup, namun ia tak akan mampu melawan 20 orang dewasa sekaligus. Tak akan seimbang.

Sial, sepertinya keberuntungannya hanya sampai tadi. Arlen berpikir sejenak, tapi tak menemukan solusi apapun. Otaknya menolak berpikir.

Arlen mendengus kesal. Tak ada pilihan, lelaki itu bergerak maju menyerang seorang pemuda yang dekat dengannya.

"Makan tuh tendangan gue," seru Arlen.

Melihat temannya terkapar, yang lain secara serentak menyerang Arlen. Jual beli tinju berlangsung sengit. Satu-satu Arlen mulai terkena serangan.

Tak ada kesempatan menyerang balik. Satu jatuh, yang lain datang membantu. Arlen mulai kewalahan melawan orang di depannya.

Saat Arlen sudah pasrah dengan nasibnya, suara keras gerungan motor dari arah belakangnya, menghentikan sejenak perkelahian.

That WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang