Bab 12

919 69 5
                                    

Sori lamaa😭

Masih ada yang nunggu cerita ini nggak sih? 

Selamat membaca🌻

***

Seorang lelaki berwajah tampan tampak menatap sesuatu dari kejauhan. Lebih tepatnya memperhatikan remaja lelaki yang terlihat tertawa dengan temannya. Meski saat ini dia memakai masker, namun tidak menutupi bagaimana garis mata yang mengecil. Di hadapannya banyak bekas batang rokok yang sudah habis. Menandakan seseorang sudah mengisap barang nikotin itu.

Lelaki yang masih setia memerhatikan gerak-gerik targetnya tiba-tiba menampilkan seringai penuh arti. Tatapannya berkilau menandakan lelaki itu terhibur dengan pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya saat ini.

"Jalan!"

Mobil yang ditumpangi perlahan bergerak maju. Lelaki itu menyandarkan kepalanya sembari bergumam pelan.

"Red, huh?"

***

Rian berdecak kesal saat mobil yang dia kendarai mati secara tiba-tiba. Lelaki itu membuka kap mobil, mencoba mencari kerusakan yang terjadi. Meski telah mencoba pada akhirnya sia-sia.

Rian melihat kiri kanan, mencoba menemukan kendaraan yang lalu lalang. Sialnya, tumben sekali tidak ada kendaraan yang terlihat kecuali satu.

Motor dengan gaya sport berwarna hitam melaju sedang ke arah Rian. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Rian nekat mencegat laju motor tersebut di tengah jalan.

Ciitt

Pengendara yang Rian tebak masih anak SMA, membuka helmnya dengan kasar setelah mengerem laju motornya tepat waktu sebelum menabrak Rian. Orang gila mana yang ingin mati tapi merugikan orang lain.

"HEH! Mau mati ya, lu!? Kalo lu mau ngeprank malaikat maut, jangan ajak-ajak orang, gila!" teriak Arlen kesal.

Benar, remaja yang mengendarai motor tersebut adalah Arlen yang siap pulang. Namun, tingkah Rian barusan hampir membawanya singgah ke rumah sakit. Jantungnya saja sampai saat ini masih berdegup kencang. Hampir saja dia bertemu malaikat maut.

"Sori sori. Saya lagi nyari pertolongan. Mobil saya mogok, jadi bisa nggak kamu kasih saya tumpangan?" jelas Rian.

Arlen berdecak kesal. "Yaudah, tapi jangan kek gitu juga kali minta tolongnya. Bisa rugi orang lain." sungut Arlen.

Rian hanya mengangguk saja. "Yaudah, naik gih."

Rian buru-buru menaikkan badannya setelah mengunci mobilnya. Jangan sampai remaja di depannya berubah pikiran. Untung tadi dia sudah sempat menelpon montir langgannya untuk menjemput mobil.

"Udah?"

Rian mengangguk. "Sudah."

Perlahan Arlen melajukan motornya. Kekesalannya sudah mereda. Arlen melirik spion sekali-kali. Masih heran dengan penumpang dadakannya yang terlihat sangat rich. Walau tak pernah mengecap kekayaan sultan, tapi Arlen bisa menebak jika Rian adalah orang kaya. Wong bau duitnya tercium gitu. Kan Arlen jadi gegana gimana gitu.

"Dimana rumah lu?"

Rian memajukan sedikit badannya agar Arlen bisa mendengar jawabannya. "Jalan Kertapati."

Arlen tidak perlu terkejut mendengar alamat perumahan elit disebutkan. Remaja itu mengangguk paham sebelum melajukan motornya lebih cepat.

Tak lama, berkat penunjuk Rian, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah yang sangat mewah bagi Arlen. Perlahan Rian turun sebelum berdiri menghadap Arlen.

"Makasih sudah membantu saya." ucap Rian.

Arlen mengangguk. "Sama-sama. Eh btw dengan rumah yang segede gaban ini, kenapa nggak lu hubungin salah satu pekerja lu buat bantu tadi?" tanya Arlen bingung.

Arlen tahu jika orang kaya biasanya memiliki banyak pekerja dan bodyguard.

"Saya lupa." jawab Rian singkat.

Arlen sedikit menganga mendengar jawaban acuh dari lelaki di hadapannya ini. Apa Rian tidak sadar jika kelupaannya itu hampir saja membuat ia menyicip rumah sakit.

"Terserahlah. Dah, gue balik."

Setelahnya Arlen melaju pergi hingga hilang di tikungan.

Tanpa Arlen sadari, ekspresi Rian seketika berubah setelah Arlen hilang dari pandangannya. Wajah tampan itu memamerkan seringai licik nan puas. Tangannya tergerak mengambil ponsel dan mendial nomor bawahannya.

"Buka kembali penutup jalan." titahnya.

Tanpa mendengar jawaban dari orang di seberangnya, Rian menutup panggilan sembari berbalik memasuki halaman. Dari bibirnya terdengar kekehan kejam. Pemilik netra tajam itu begitu senang saat rencana liciknya berjalan lancar.

"Arlen, Arlen. Kamu memang baby kecilku yang lugu."

***

Tbc.

Jangan lupa kasih aku semangat terus dengan vote dan komen yaa.

Maaciw

Next?

That WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang