Bab 4

1.2K 67 0
                                    

Happy Reading:)

***

Kring

Suara dering ponsel di nakas membangunkan Arlen yang terlelap. Dia mendongak melihat Geral yang masih terlelap memeluknya.

Perlahan lelaki itu memindahkan tangan Geral dari pinggangnya. Dia mengambil ponselnya yang masih berdering, sedikit terkejut melihat nama yang terpampang.

"Halo, bunda," Arlen beranjak turun menuju balkon.

"Lele, sekarang lagi dimana?"

"Di markas, nda. Kenapa, nda?"

"Nggak, bunda cuman mau bilang, besok Lele bisa ke panti, nggak? Soalnya besok ada donatur yang datang sedangkan mbak pengurus lain berhalangan datang. Jadi besok Lele bisa bantu bunda, nggak?"

"Ooo, bisa bunda. Besok Arlen sekalian bawa  teman yang lain. Nggak papa kan bun?"

"Nggak papa, makasih Lele, besok bunda tunggu ya"

Setelah menerima penjelasan lanjut, Arlen mematikan panggilan. Lelaki itu melirik sedikit pada jam di dinding.

Udah jam 8 malam ternyata. Batinnya.

"Abang, bangun" Arlen menepuk pelan lengan Geral. Untung Geral tipe orang yang mudah bangun. Jadi sekali panggil udah bisa membangunkan Geral.

"Hm?"

"Udah jam 8 malam. Lele lapar"

Geral melirik ke dinding. Benar, jarum pendek sudah menunjuk angka 8. Lama juga ia tertidur.

"Bentar, abang cuci muka dulu."

"Okey, Lele tunggu di luar ya, bang"

Setelah memastikan Geral memasuki kamar mandi, Arlen pun beranjak keluar, menuruni tangga. Kemudian duduk di salah satu sofa di ruang kumpul anggota.

"Eh, Le udah bangun?"

Pertanyaan dari Vio, salah satu anggota inti dari anggota Feata membuat Arlen memutar bola malas.

"Nggak, masih tidur," jawab Arlen ketus.

"Buset, ketus amat jawabnya, cil."

"Ck, gue bukan bocil," ujar Arlen sengit sambil melempar bantal pada si empu.

"Ada apa ni?"

Kali ini berasal dari Geral yang sudah turun dari lantai atas. Melihat wajah cemberut Arlen, dia yakin salah satu anggotanya mengganggu anggotanya yang paling kecil ini.

Mendengar suara Geral, Arlen segera menghampiri abangnya itu.

"Abang, liat si Vio. Masak dia bilang Lele bocil. Lele udah besar kan, bang?" jawab Arlen mengerucutkan bibirnya sembari menatap Geral dengan netra penuh harap. Meminta pembelaan dari ketuanya ini.

Merasa ada kesempatan, Geral tersenyum jahil, "Lele kan emang masih bocil. Nih pendek gini," tukas Geral seraya menepuk-nepuk puncak kepala Arlen.

Mendengar perkataan ketuanya, Vio tak bisa menahan tawanya. Kapan lagi melihat si kecil kesayangan dijahili oleh ketuanya ini.

Arlen semakin dongkol mendengar gelak Vio. Lelaki itu bisa merasakan ada unsur mengejek dalam tawanya. Ditambah Geral yang menjadi harapannya, malah tak membelanya.

"Ihh, nyebelin!" jerit Arlen menggembungkan pipi kesal.

Tak lupa memberikan balasan pada Geral di sampingnya. Tentu saja, lengan Geral menjadi bulan-bulanan dari gigi kecil adiknya ini.

Arlen menggigit lengan Geral, melampiaskan kekesalannya. Baru setelahnya berlalu ke luar. Tak lupa hentakan kakinya menandakan bahwa lelaki itu sedang mode beruang.

"Ahk!" teriak Geral tertahan, pasrah menanti hingga Arlen puas meluapkan

Kecil begitu, gigitan Arlen tidak bisa dianggap remeh. Liat saja, bagian yang digigitnya akan meninggalkan bekas.
Vio sebagai teman yang baik hanya membantu doa saja melihat Geral kesakitan. Lelaki itu terpaksa menelan kembali tawanya sampai si pelaku keluar dari ruangan.

"Mampus. Emang enak?" cibir Vio

Geral menatap tajam ke arah Vio, sebelum akhirnya menyusul Arlen yang duluan ke luar seraya mengelus bagian yang digigit Arlen. Bisa gawat kalau tidak segera ia bujuk.

***

"Abang, cepetan. Lele dah lapar ni," Arlen merengek tak sabaran ketika Geral menyusulnya yang sudah menunggu di samping motor lelaki itu.

Melihat mimik wajah lelaki berwajah imut itu, Geral mengurungkan niatnya bertanya. Sepertinya lapar membuat Arlen lupa akan kekesalannya.

Geral menghembuskan napas lega. Syukurlah ia tidak perlu membujuk bujang satu ini.

"Abangg, cepetan ihh~," Arlen berteriak kesal saat Geral malah melamun.

"Iya-iya. Yok naik, jangan lupa pegangan."

"Yok, berangkat"

Geral melajukan motor dengan kecepatan sedang. Membelah lautan kendaraan malam ini.

"Abang, maaf," lirih Arlen merasa bersalah sembari menumpukan dagunya pada bahu kanan Geral.

"Pasti tadi gigitan Lele sakit, maafin lele."

Geral menepuk lembut tangan Arlen yang melingkar di perutnya sebagai jawaban. Lalu melajukan kecepatan agar segera sampai pada tujuan.

***

Tbc.

Jangan lupa vote dan koment yaa

Kalau ada saran, sabi nih tinggalin komen di kolom komentar




That WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang