14. GONNA DO

3.2K 270 20
                                    

"Mama jaga kesehatan, jangan sakit ya. Jika rindu aku, segera hubungi dan selalu berkabar. Hyunbin, jaga Mamaku baik-baik." Haechan memeluk ibunya erat-erat sambil memukul lengan Hyunbin, memberi perintah padanya untuk selalu menjaga ibunya. Haechan tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada ibunya, apalagi setelah semalam ibunya sempat mengomel soal masalah yang sedang terjadi di perusahaannya. Pasti ibunya sangat sibuk dan jarang memiliki waktu istirahat, seandainya ia bisa memberi bantuan maka ia akan melakukannya.

"Kau juga, selama berpisah dari Mama, selalu jaga diri dan jangan pernah menyusahkan orang lain." Ucap Jennie. Dia mengecup pelipis Haechan dan melepaskan pelukan mereka. Perut buncit itu ia usap-usap pelan, baguslah dia banyak bersikap baik dan tidak rewel, jadi kaupun tidak ikut rewel juga." Ujar Jennie, membayangkan Haechan yang rewel saat hamil, astaga itu pasti lebih merepotkan jika dibandingkan dengan bayi kecil yang rewel.

Haechan itu sangat manja sekali, dan sekalinya rewel maka sudah jelas akan ada banyak orang yang harus rela dijadikan sebagai sasaran. Tapi karena anak itu sudah tidak tinggal bersamanya lagi, itu membuatnya berpikir jika selama ini Haechan pasti telah melewati semuanya sendiri, dan cenderung menahan hasrat bermanjanya. Baguslah, hal itu akan membuatnya untuk belajar mandiri, meskipun mungkin progresnya masih sedikit-sedikit, tapi pasti akan tetap ada kemajuannya jika dilakukan terus-menerus, konstan tanpa henti.

"Ceri sangat baik, dia tidak menyusahkan diriku sama sekali. Mungkin dia mengerti bagaimana keadaan Papanya." Ucap Haechan sambil melayangkan lirikan tajamnya kepada Mark yang kini juga sedang menatap ke arahnya.

"Ya sudah, syukur sekali jika begitu. Pesan Mama, kalian berdua selalu baik-baik ya. Bagaimana pun kalian adalah mate, entah itu hal yang diinginkan maupun tidak tapi hal itu terjadi juga karena atas tindakan kalian sendiri. Jadi sama-sama bertanggung jawab saja." Jennie melirik pads Mark yang berada di dekat Haechan, lalu melayangkan senyum pada mereka berdua secara bergantian.

Setiap orangtua selalu mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, begitupun dirinya. Dan dalam hal ini tidak hanya pada anak, melainkan juga pada menantunya. Karena bagaimana pun menantunya sekarang juga sudah jadi anaknya.

"Ya, Mama tidak usah berkata sedih-sedih atau memberi petuah yang terlalu berat. Aku akan melakukan semuanya dengan baik, jadi tenang saja." Haechan juga tersenyum, membalas ibunya.

"Jika begitu kami pergi dulu." Ucap Mark memberi pamit pada Jennie, Jennie membalasnya dengan senyum tipis lalu melambai pelan pada keduanya yang sekarang sudah masuk ke dalam mobil bersama.

Haechan duduk tenang, ia melepaskan jaketnya saat sudah masuk mobil dan memakainya untuk menyelimuti paha. Tidak ada alasan khusus, hanya agar pahanya terasa hangat saja.

Dia dan Mark masih sama-sama diam, dia yang memilih untuk mendiamkan Mark. Alasannya tentu saja karena dia masih belum mau memaafkan pria itu. Enak saja, perbuatannya terlalu kasar, dan baginya itu sangat tidak termaafkan. Tapi enak sekali Mark hanya keluar maaf, tanpa banyak upaya apapun lalu berharap agar ia mau memaafkannya? Ternyata selain brengsek, pria ini juga tidak tahu diri.

Pria ini setidaknya harus dibuat merasa lebih dari sekadar menyesal, juga harus mendapatkan ganjaran perasaan bersalah yang terasa sangat berat atau bahkan sampai serasa membebani hidup hingga di sepanjang sisa usianya.

Haruskah ia beri pelajaran padanya, supaya pria itu juga paham bagaimana kalimat ganjaran itu bekerja?

"Aku-"

"Jangan bicara padaku sampai aku memaafkanmu." Haechan menyela, dia menoleh pada Mark untuk memberikan tatapan tajam miliknya.

Mark menggantung ucapannya, ia naikkan satu alis, hendak berkata lagi tapi Haechan sudah berpaling darinya.

THE DAY BLEEDS {MARKHYUCK} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang