11. HURT

3.5K 254 19
                                    

"Kenapa kau tersenyum selebar itu?" Jennie heran begitu sampai di rumah dia mendapati anaknya sudah bergelung di dalam selimut sambil mengembangkan senyum yang sangat lebar.

"Mark belum pulang kan?" Balas Haechan yang malah tidak menjawab pertanyaan dari sang ibu.

Jennie mengangguk, dan itu konstan membuat senyuman milik Haechan jadi terlihat semakin lebar.

"Kau aneh sekali. Dulu saat Mama hamil dirimu, Mama selalu rindu Papamu dengan lebih cepat. Ingin cepat dipeluk dan dibelai. Tapi kau? Alpha-mu tidak pulang kau malah terlihat begitu bahagia, kau tidak menginginkan untuk bisa mendapatkan sentuhan darinya apa?" Tanya Jennie, dia geleng-geleng kepala dengan heran. Biasanya omega yang sedang hamil juga akan lebih manja pada alpha-nya. Apa ini karena faktor bila sejak awal sang anak memang tidak terlalu berminat dengan jalinan sebuah hubungan, maka daru itu meski sudah marking satu sama lain keduanya tetap nampak tidak mengacuhkan ikatan yang menyatukan mereka.

Sungguh tidak baik, seharusnya jika sudah saling menjalin ikatan dengan satu sama lain setidaknya mereka bisa mencoba untuk pelan-pelan memulai sebuah hubungan baru. Keduanya adalah sepasang mate, dan rasanya aneh sekali jika selamanya mereka akan terus menjalani sebuah hubungan yang begini-begini saja. Pantas sekali kemarin Haechan mengangkat topik soal bosan dan lain-lain. Ternyata memang ada sumbunya.

"Jawab Mama, dong!" Jennie kesal sebab Haechan tidak segera menjawab dan masih senang saja memamerkan senyuman idiot itu.

"Apa sih Ma. Aku biasa saja, aku juga tidak berharap disentuh atau apa-apa olehnya. Saat dia membauiku saja terkadang aku ingin lari jauh darinya jadi untuk apa aku berharap soal sentuhannya." Celetuk Haechan. Dia jujur soal tak pernah menginginkan sentuhan dari pria itu, sama sekali dan berpikir sungguh tak membutuhkannya. Lagipula pernikahan ini juga tidak dilandaskan pada hasrat saling sentuh bukan, dia menikah hanya untuk mendapatkan hidup bebas yang sesuai keinginannya -meski agak melenceng, tapi kebebasan itu tetap dia dapatkan juga dan itulah yang selalu ia jadikan tolok ukur sebagai takaran bahagianya. Ia tak butuh apapun lagi jika yang ia inginkan telah ia dapatkan.

Atau hanya alih-alih sebagai nampak telah bahagia dan mimpinya telah terwujud nyata.

"Jadi kalian tidak pernah tidur bersama?" Tanya Jennie, menaikkan satu alis.

"Tidak. Kamar kita saja berbeda." Jawab Haechan, dia sedikit menggeser tubuh ketika ibunya bergerak untuk ikut bergabung ke dalam selimut.

"Lalu jika dia rut?" Jennie memakai piyama milik Haechan, sedikit kebesaran karena ini ukuran terbaru sang anak yang sekarang berat badannya memang sedikit naik.

Haechan diam cukup lama. Benar juga. Dia baru sadar dengan ini, selama ini jika Mark mengalami rut maka bagaimana cara pria itu menanganinya? Hanya suppressant saja? Tapi bagaimana itu bisa menahannya, lebih lagi ada eksistensi dirinya yang merupakan omega-nya. Hasrat alpha di dalam pria itu pasti tidak akan mudah diajak berdamai jika rut, terkadang beberapa juga bisa menjelma menjadi sangat beringas, ingin menemui omega-nya dengan segera, menggebu-gebu untuk bisa menuntaskan dorongan hasrat yang tersimpan.

Tapi dua bulan ini semua baik, ia lihat pria itu baik-baik saja dan keadaannya pun nampak sehat. Atau Mark menyewa omega lain untuk melayaninya? Tapi apa juga urusannya. Terserah saja Mark hendak menangani rut-nya dengan cara seperti apa, itu-bukan-urusannya!

"Tidak tahu. Minum obat mungkin. Atau masa bodoh, bukan urusanku. Ma, lebih baik bahas soal besok saja. Besok kau akan pulang, aku tidak rela." Haechan memeluk Jennie.

"Tenang saja, saat pernikahan Jaemin kau kan akan ke Mafana. Jadi jangan bersedih, kita masih bisa bertemu lagi." Balas Jennie, dia merentangkan tangan membiarkan Haechan menjadikannya sebagai bantal.

THE DAY BLEEDS {MARKHYUCK} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang