12. STAND BY ME

3.2K 269 25
                                    

Haechan berjalan dengan langkah tertatih, tapi Mark di depannya sudah meninggalkannya dengan begitu saja, melenggang masuk rumah bahkan dengan tanpa sedikit pun menoleh ke belakang untuk menengok keadaannya yang mengenaskan ini.

"Tuan, apa yang terjadi?" Choa berlari ke arah Haechan, pertama ia membenarkan letak mantel bulu yang dipakai oleh Haechan kemudian menuntun dan membantunya berjalan.

Haechan tidak bisa menjawab, lebih tepatnya enggan. Ia memilih tetap melangkah, tiap ayunan kaki membawa rasa sakit yang teramat pada bagian tulang panggulnya. Sedikit nyeri, kemudian terkadang perutnya akan terasa mual dan itu begitu tidak nyaman.

"Lemur jelek itu..." Haechan menggantungkan kalimat, mengepalkan tangan kuat-kuat, rasa marah terlalu menguasai diri sampai dia lupa pada apa yang baru ia lakukan -bahwa ia habis membawa kata-kata buruk tanpa memedulikan eksistensi bayi kecil kesayangannya.

"Maksud Anda, Tuan? Anda bicara apa?" Choa bertanya dengan nada heran, ia melayangkan tatapan tidak mengerti pada Haechan yang sayangnya tidak menggubris ucapannya. Choa akhirnya mengarahkan mata sesuai dengan apa yang tengah menjadi fokus sang tuan, dan itu mengaraj tepat pada sosok Mark yang sedang melangkah masuk ke dalam rumah.

"Akan aku kutuk kau agar jadi jelek untuk selamanya." Gumam Haechan dengan penuh dendam, tangannya sudah tak hanya terkepal akan tetapi ia sempat menunju udara yang kosong dengan perasaan kelewat kesal.

Ya, dendam dan rasa kesalnya ini sudah melambung sangat tinggi sehingga wajar sekali bila Haechan sampai mengatakan hardikannya tersebut dengan intonasi suara yang kuat dan mantap.

"Tuan, jangan bicara yang buruk. Ingat Ceri, ya?" Choa menenangkan sambil mengusap pelan perut Haechan sebelum kemudian mengajaknya melangkah bersama memasuki rumah dengan hati-hati.

"Pinggul dan punggungku sangat sakit. Aku ingin menangis rasanya." Haechan kembali mengeluh sakit sambil mengusap pinggulnya pelan, sedang punggungnya begitu sayang diusap-usap oleh si pelayan.

Saat sudah sampai di dalam kamar, sekujur tubuh Haechan terasa semakin sakit. Padahal ia hanya berbaring, namun sakit itu malah menjalar dengan semakin parah dan tidak karu-karuan. Pinggul masih menjadi titik utama, terasa sangat nyeri, menusuk-nusuk tanpa henti dan mencengkeramnya kuat dengan begitu keji. Dia tidak tahu harus memakai cara apa untuk bisa meredakan rasa sakit ini.

"Tuan Mark melakukannya lagi, ya?" Tanya Choa saat melihat ada bercak merah di tubuh Haechan, ia juga melihat pergelangan tangan itu mengalami memar lagi. Sungguh tega sekali, hati Choa mencelos melihatnya.

Haechan diam tak mau menanggapi, enggan diingatkan dengan kejadian semalam. Dia merunduk, mengambil posisi berbaring dengan beruang kesayangan ada di belakang untuk menyangga tubuhnya, sedikit nyaman ketika pinggulnya ia pasrahkan di sana, pada permukaan yang begitu empuk dab sangat lembut.

"Lain kali kau harus membantuku untuk menggagalkan acara apapun yang mengharuskan aku dan dia hanya pergi berdua saja. Aku tidak mau dia melakukan hal seperti itu lagi." Haechan memakai lengan bonekanya sebagai bantal, karena panda itu sangat besar, saat ini Haechan merasa seperti sedang dipeluk erat-erat dari belakang oleh bonekanya.

Sangat nyaman melebihi apapun, selayaknya hal yang hanya bisa ia temukan di dalam pelukan sang ibu.

"Baik, Tuan. Saya akan membantu apapun yang Anda ingin lakukan." Choa mengusap memar itu pelan sebelum mengompresnya hati-hati. Jika tahu hal itu akan membawa Haechan pada kemalangan yang sangat menyedihkan ini, harusnya semalam ia bantu Haechan untuk memuluskan gagasan batal pergi dengan Mark. Pergelangan tangan memerah, wajahnya nampak kembali memucat, bekas gigitan yang dalam yang ada di leher, kemudian sedikit biru mendekati merah di sekitar pinggang -Choa pikir ini karena Mark mencengkeramnya dengan terlalu kuat, sungguh kejam dan tidak manusiawi.

THE DAY BLEEDS {MARKHYUCK} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang