THE DAY BLEEDS {MARKHYUCK}

16. SUNSHINE

"Nyonya Jennie mengirimkan bunga kepada Anda, Tuan. Kerajinan tangan yang dibuat dan dirangkai sendiri oleh beliau. Saya sudah meletakkannya di ruangan kerja Anda Tuan." Ucap Jaewoon ketika mereka sedang berkendara dalam perjalan pulang.

Mark melirik ke depan.

"Dia mengirimkan paket?" Tanya Mark. Sebenarnya Jennie tidak perlu melakukan itu, meski Jennie akan mengelaknya sebagai sebatas ucapan terima kasih, tapi jujur saja ia pun merasa tidak pantas untuk menerima ucapan terima kasih itu. Dia melakukan semua ini juga untuk menebus kesalahannya, anggap saja begitu. Dan dia tak mengharapkan ucapan terima kasih sama sekali. Jennie bisa menyimpannya untuk diri sendiri dan hanya perlu duduk manis menerima segala bantuan yang ia berikan.

"Beliau memaksa untuk memberikannya karena sejak awal beliau benar-benar berterima kasih kepada Anda. Termasuk surat perjanjian pra-nikah yang Anda setujui dan sepakati tersebut." Ucap Jaewoon. Dia yang menerima paket tersebut berikut dengan ucapan terima kasih yang Jennie kirimkan melalui surel-nya agar disampaikan kepada Mark.

Mark menatap jalanan malam, sore tadi habis terjadi badai hebat kemudian sekarang malamnya keadaan terasa menjadi lebih tenang bahkan tidak ada kemacetan sedikitpun di sepanjang jalan yang mereka lewati.

Surat perjanjian itu memang ia buat berdasar pada beberapa masukan yang wanita itu sendiri berikan. Mark tidak tahu apa alasan khusus Jennie menginginkan jika kelak sampai ada perpisahan maka hak asuh anak mereka akan jatuh kepadanya. Jika soal pemindahan kewarganegaraan, itu bisa ia tebak dengan Jennie berusaha melindungi dan melepaskan sang anak dari segala kemungkinan kejahatan milik keluarga mereka yang memang memiliki kekuasaan di pemetintahan dan hukum lokal. Jennie tidak mau ada yang menyentuh Haechan maka dari itu ia memutus segala kemungkinan yang ada dengan melepas dan memberi kebebasan pada anaknya hingga sebebas-bebasnya.

Itu adalah alasan yang ia pikirkan. Sedangkan untuk alasan Jennie menyerahkan seluruh hak asuh anak kepada dirinya, meski baginya itu bukan masalah dan sampai sekarang ia bahkan tak pernah memiliki bayangan untuk bercerai, tapi jikalaupun itu terjadi dia mungkin akan melepaskan anak mereka dan membiarkan agar Haechan mengambilnya. Ini adalah keputusannya baru-baru ini, yang ia ambil berdasar pada penyesalannya. Dia tak mau menyakiti Haechan lebih dari apapun setelah semua hal yang ia berikan.

Meski ia tahu permintaan maafnya ini tidak akan bisa mengembalikan waktu dan keadaan baik-baik saja milik Haechan, namun setidaknya dengan maaf ini Mark hendak menyampaikan pengakuan bersalahnya, perasaan menyesalnya, dan ingin Haechan tahu bahwa ia sedang berusaha untuk menyembuhkan setiap luka yang Haechan dapatkan darinya.

"Soal surat perjanjian itu, jujur saja jika Haechan menginginkan bayinya maka aku akan melepaskannya. Tapi dibandingkan dengan itu, aku lebih memilih untuk tidak berpisah darinya." Gumam Mark pelan.

Jaewoon menganggukkan kepala.

"Lalu, bagaimana jika Tuan Haechan yang menginginkan perceraian itu?" Jaewoon melirik Mark melalui spion. Dari sudut pandangnya mungkin bisa saja Mark ingin mempertahankan pernikahan ini, namun bagaimana jika ternyata Haechan-lah yang menginginkan perceraian.

Mark diam cukup lama, tak bisa langsung menjawab ucapan Jaewoon.

Ada hal-hal yang belakangan ia sadari selama mereka melakukan scenting. Yaitu bukan hanya Haechan yang membutuhkan feromonnya, namun di sisi lain, dirinya juga mengalami hal serupa, ia sangat membutuhkan itu. Menghirupnya panjang dan lama, kemudian ia tersadar bahwa aroma milik Haechan adalah hal yang selama ini ia butuhkan untuk bertemu dengan keterpejaman yang damai. Bayangan mimpi buruk yang biasa datang akan sirna bila ia mendapatkan Haechan di sisinya. Atau bahkan dalam sejenak ia tersadar jika kehadiran Haechan setidaknya cukup untuk membuat dadanya terasa penuh, seperti terisi kembali padahal selama ini selalu ia biarkan kosong dan tidak terjamah oleh siapapun.