Janice Jenna Tasha hanya merebahkan tubuhnya di kamar Jenny, sebuah kamar yang sudah ia huni selama menyamar menjadi Jenny. Bola matanya menatap langit-langit kamar yang tinggi, udara dari AC membuat tubuhnya terasa sejuk, dan isi kepalanya kini mengarah akan hidupnya sendiri.
Sampai kapan dia bisa tinggal bersama keluarga Lawrence? Jika Jenny kembali, apakah dia harus pergi dari sini atau dia tetap tinggal di sini karena permintaan Jenny? Lalu bagaimana dengan kisah cinta rahasianya dengan Sebastian? Yah, ia memang belum mengungkap rasa suka juga pada Sebastian tapi yang jelas ia juga menyukai kakak tirinya itu.
Kemudian, jika Nadine dan James tahu akan rasa sukanya pada Sebastian apa yang akan terjadi selanjutnya? Pasti mereka semua kaget, shock berat, dan walau kata Sebastian, James bisa menerimanya tentu saja James juga akan canggung di awal.
Tapi namanya perasaan, kalian tahu kan betapa susahnya mengendalikan perasaan yang setiap harinya semakin meningkat rasanya? Apalagi jika orang yang disuka selalu memberikan perhatian dan kasih sayang lebih.
"Jane Jenna!"
Tok-tok-tok.
Jane memperbaiki posisinya dari rebahan menjadi duduk. Lamunannya pun menghilang segera ketika Sebastian mengetuk pintu kamarnya.
"Jenna?"
"HM? APA?" sahutnya kencang di sore hari. Telapak kakinya pun menapak tidak langsung mengarah untuk membuka pintu kamar, namun ia terlebih dahulu bercemin untuk menambahkan sedikit riasan di wajahnya meski hanya sekedar lip tint. Ia juga merapikan rambutnya yang terurai berantakan itu dengan memberikan jepitan rambut seperti orang hendak mandi.
Krek.
Ia membuka pintu kamar itu, Sebastian yang menggunakan kemeja putih dan celana jeans biru itu tersenyum melihat wajahnya. "Wangi banget, sengaja ya mau godain?"
Seketika Sebastian mengarahkan wajahnya mendekat pada leher Jenna, ya ia bukan menyosor, hanya mau menggoda dan mencium lebih dekat aroma parfume khas Jenna yang menggoda iman itu. Spontan saja Jenna memundurkan kepalanya.
"Sebastian!" omelnya, menampakkan wajah kesalnya.
Sebastian semakin nakal tersenyum padanya. Langkahnya yang maju membuat langkah Jenna semakin mundur dan mundur, sampai-sampai secara tidak sengaja tubuh gadis itu terjatuh di ranjang.
Bukannya menjauh, Sebastian malah ikut menekuk tubuh atletisnya itu dengan gerak hendak menindih tubuh Jenna. Tetapi dia menahan tubuhnya itu dengan otot tangannya agar tidak benar-benar menindih.
Bola mata mereka saling melotot, terlebih Jenna. Tidak hanya mendelik, ia juga beberapa kali menelan air liurnya. Jantungnya berdetak kencang bagaikan sudah berlari puluhan kilometer.
"Sebastian lo gila? Nanti James apa Nadine lewat gimana?" omelnya kecil.
Namun Sebastian malah membelai rambut Jenna dengan salah satu tangannya. "Oh, jadi lo mau gue tutup pintu biar lebih private?"
"Bukan gitu maksud gue!"
Sebastian tertawa kecil. "Tenang aja, mereka lagi di rumah sakit nemenin Jenny terapi."
"Ya tapi jangan gini juga, lo cabul banget sih!"
"Hahaha ... gue cabul? Gue cuman mau perhatiin wajah adik gue yang cantik ini lebih dekat. Gue nggak ngapa-ngapain lo, Jenna."
Glek.
Jenna lagi-lagi menelan air liurnya. "Gue masih di bawah umur, jangan macam-macam."
"Jangan-jangan lo belum pernah ciuman?"
"Kok tiba-tiba bahas ciuman?" protesnya.
"Boleh gue cium lo?" tanya Sebastian kemudian.
"GILA LO!" Dengan kekuatan bulan, Jenna mendorong tubuh Sebastian. Ia secepat kilat bangkit dari rebahannya tadi dan berdiri tegak, menjauh dari lelaki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hidden Story
RomanceImbas dari perceraian orang tua, saudara kembar bernama Jenna dan Jenny pun hidup terpisah. Selagi Jenna hidup dengan penuh kesengsaraan karena tinggal bersama sang Ayah, Jenny hidup begitu mewah karena Ibunya menikah lagi dengan CEO mapan bernama J...