9. Damara; First date

4 1 0
                                    

Damara Pov 

"Ih, Iya, besok-besok nggak usah beli disitu lagi kalau gitu, yang." Suara Lintang terdengar menggema memenuhi ruangan ini. Sejak berpacaran dengan Adit, gadis itu benar-benar sedikit lebay. Berbeda ketika dia masih single saat itu, kini yang terlihat dalam raut wajahnya hanyalah raut berbunga.

Ini sudah genap satu bulan mereka menjalin hubungan, dan setiap malam, yang saya dengar hanyalah keromantisan keduanya yang tengah berbicara via telepon. Sebuah pertanyaan random tentang bagaimana hari ini berjalan, atau sebuah pertanyaan klise hari ini sudah makan atau belum. Suara-suara itu seolah menjadi lagu pengantar tidur dan juga pengiring kegiatan saya yang baru. Kalau ditanya saya bosan atau enggak, justru saya menikmati. Sebab rasa senang yang Lintang rasakan, seolah menular.

Kalau membicarakan soal hubungan, saya bukan tidak ingin untuk membuka hati. Sebab, bagi saya hubungan akan terjalin ketika keduanya saling mencintai dan juga menyayangi.

Mungkin, ketika orang mendefinisikan arti jatuh cinta adalah letupan yang tiba-tiba hadir dalam dada, seperti tertimpa sebuah anak panah. Kalau memang itu adalah makna jatuh cinta, saya nggak pernah merasakannya. Entah kepada teman saya sendiri, atau mungkin kepada idol kpop yang sering saya tonton.

Dan ya, ini menjadi kali pertama saya berdandan dengan begitu rapi untuk berkencan dengan seseorang. Sapuan bedak sudah terpoles dengan rapi pada pipi, lalu arah mata saya beralih menuju beberapa warna lipstik yang terletak di meja.

Tanpa jeda, saya segera mengambil lipstick dengan warna nude. Warna yang terlihat pas dan juga cocok dengan saya.

Kalau masalah makeup seperti ini, saya sering direkomendasikan oleh Lintang dan juga Senja. Tentang warna apa yang cocok untuk kulit saya, atau mungkin mereka yang akan membantu saya memakainya ketika akan ada acara.

Duh, itu terlalu kalem, kak. Sini-sini, gue benerin. Ya, bisa dibilang, seperti itu, lah.

Saya sendiri bukan perempuan yang terlalu memikirkan penampilan, sekedar bisa memakai bedak dan juga lipstik, atau mungkin memilih outfit yang sekiranya simple dan juga cocok untuk saya pakai, sudah lebih dari cukup.

"Udah cantik aja, Mar. Mau kemana?" Entah sejak kapan sambungan telepon Lintang dan Adit terputus. Membuat saya mengarahkan pandangan kepada Lintang.

"Mau jalan." Dengan singkat, saya menjawab ucapannya. Karena terus terang saja, saya enggan untuk ditanya lebih banyak soal hubungan saya dan juga Satya yang bisa dibilang, masih belum jelas. Kalau kata Senja, HTS.

"Sama kak Satya, kak?" Senja baru memasuki kamar, pandangan saya dan juga pandangan Lintang, dengan spontan terarah kepadanya.

Sekali lagi, saya hanya menjawabnya dengan anggukan. Namun, siapa sangka kalau cuitan berhasil keluar dari bibir Senja?.

"Ciee, ini ceritanya first date?" tanyanya, membuat saya sedikit gugup.

"Iya, gitu deh." Setelah mengatakan itu, saya segera bergegas keluar, menghindari banyak pertanyaan yang akan muncul.

Langkah kaki saya masih berjalan, menuju teras rumah yang saat ini tengah sedikit ramai. Namun, suara Satya berhasil membuat saya berjalan sedikit cepat.

Dari arah kejauhan, saya tau betul tatapan bingung yang tercetak jelas pada wajah bu Aya, dan juga pak Ndaru. Sedangkan Falisha dan juga Kalana, dia mungkin sudah hafal betul tentang Satya yang seringkali mengajak saya untuk sekedar jalan diwaktu malam minggu.

Dia menyalami bu Aya dan pak Ndaru, tak lupa menampilkan sebuah senyuman yang begitu manis dan juga teduh.

Tampan. Satu deskripsi untuk penampilan Satya malam ini. Nggak bisa dibohongin juga, saya sedikit terpaku kala menatap Satya malam ini. Pakaian yang dia kenakan memang terlihat sederhana, sebuah jeans panjang dengan atasan kemeja hitam. Rambutnya yang ditata rapi comma hair membuat dia terlihat seperti aktor dalam drama yang sering kali saya tonton.

Not A Super WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang