Kata orang, memiliki kekasih adalah salah satu cara untuk menghilangkan rasa sepi. Namun ketika saya sudah mendapatkannya, semua justru tidak sesuai ekspektasi. Bahkan kenyamanan yang seringkali dibicarakan oleh orang-orang pun tidak pernah saya rasakan. Atau mungkin definisi kekasih untuk sebagian orang berbeda dengan apa yang saya kira. Sebab bagi saya, memiliki kekasih akan mengantarkan pada ketenangan, tidak terikat, hanya dibutuhkan dikala saya merasa sepi.
Namun naasnya, hubungan yang saya kira akan membuat nyaman itu, membuat saya harus merasa terikat. Saya kira, memiliki kekasih sama saja dengan memiliki teman untuk bersandar, memiliki teman untuk berbicara dikala merasa sepi, dan juga teman bercerita dikala hari terasa melelahkan. Namun ternyata, kesibukan yang ada dalam diri saya maupun Satya, membuat kita berdua semakin jarang untuk bertukar cerita. Bahkan, percakapan yang terjalin di antara saya dan Satya hanya sebatas pertanyaan apa kabar, dan juga saling mengingatkan untuk tidak melupakan makan. Terlihat begitu datar.
Saya tidak suka terikat, menunggu kabar, mengingatkan seseorang, bahkan ketika hubungan itu membuat saya harus mengkhawatirkan seseorang, hal itu justru semakin terasa membosankan untuk saya. Ternyata, tembok love my self yang saya bangun terlalu tinggi dan juga susah ditembus. Kata orang, jangan biarkan perempuan dengan kemandiriannya, sebab ketika perempuan sudah dapat melakukan segala sesuatu dengan sendirian, lelaki akan menjadi urutan kesekian dalam hidupnya. Atau bahkan, nomor itu tidak pernah ada. Iya, artinya, dalam hidup saya tidak begitu membutuhkan kehadiran seorang lelaki.
Kalimat itu tidak sepenuhnya salah, namun saya juga tidak membenarkan, sebab bagaimanapun juga hadirnya Satya dalam hidup saya, menambah sebuah makna yang tidak dapat saya jelaskan dengan kata-kata.
Perlakuannya yang begitu halus, tutur katanya yang seringkali memiliki banyak makna, dan juga kebaikannya yang begitu jarang dia tunjukkan itu, membuat saya sadar bahwa ternyata, masih banyak manusia-manusia baik yang selalu ada didunia ini.
Lamunan itu buyar, ketika saya mendengar sebuah dering dari ponsel yang sejak tadi terletak di atas nakas. Dengan segera, saya mengambilnya, mengangkat telepon itu, lalu menempelkannya pada telinga saya.
"Halo?" ujar saya, membuka obrolan. Embusan napas dari seberang sana terdengar dalam ponsel, tak lama setelahnya suara sang penelepon mulai terdengar membalas sapaan saya. "Hai, lagi apa?" tanyanya.
Saya bergegas kembali menuju ranjang, menyandarkan tubuh saya yang masih terasa lelah, sembari berbicara dengan Satya.
Hubungan saya dan dia tidak seperti Lintang dan Adit yang hampir setiap hari ada kejutannya, atau mungkin Falisha dan juga Sakha yang seringkali bertengkar karena hal-hal kecil. Namun, saya dan Satya memiliki hubungan yang santai, tapi tetap fokus pada tujuan masing-masing.
Namun, ada kalanya saya merasa bosan dengan hubungan saya dan juga Satya sebab percakapan yang terjadi diantara kita berdua terasa membosankan. Meskipun terkadang, percakapan itu terasa penting sebab tidak ada orang lain selain dia yang menanyakan kabar saya.
"Jadi? gimana hari ini?" satu kalimat itu, membentuk sebuah obrolan panjang yang bisa berdurasi hingga beberapa jam. Ngobrol sama Satya itu, selayaknya pengobatan terbaik untuk setiap beban yang mendera dalam kepala saya.
Satya tidak ingin menerima jawaban singkat. Katanya, dia menyukai setiap ocehan saya, meskipun hanya sekedar cerita tentang hari ini. "Not bad, tapi juga nggak bisa disebut good juga. Akhir-akhir ini aku ngerasa flat deh, nggak tau kenapa rasanya kayak hari berjalan tanpa minat aja. Nggak ada semangat sama sekali."
Tanpa saya bicara dengan panjang, Satya seolah tau kalau itu adalah sebuah kode bahwa saya tengah merasa bosan dengan hubungan ini. Hubungan saya dan Satya sudah berjalan sekitar tiga bulan. Dan selama ini, dia selalu mencoba mengerti setiap kemauan saya. Saya yang seringkali mengabaikan dia, seringkali menghilang tanpa kabar, dan juga seringkali tidak ingin diganggu, dia selalu bisa memahami.
"Jadi, mau gimana? Maaf, akhir-akhir ini aku disibukkan sama kerjaan. Jadi nggak bisa terlalu sering nemenin kamu deh. Pasti nggak enak ya, ngerasa flat gitu? mau jalan nggak? kita lakuin apapun yang kamu mau." Suara itu terdengar begitu menenangkan.
"Boleh, sih. Kerjaan kamu udah selesai belum? kalau belum aku bisa nunggu sampai kamu bener-bener free dulu."
"Udah kok, pekerjaanku sudah selesai," jawab Satya.
Setelah beberapa saat saling terdiam, Satya kembali membuka suara, "jadi, gimana hubungan Falisha sama Sakha?" tanyanya.
Mendengar pertanyaannya itu, membuat saya menghela napas sebentar, "nggak tau, deh, lama-lama aku kesel sendiri sama Falisha. Setiap kali ada masalah sama cowoknya dia selalu ngadu ke kita-kita. Tapi giliran dikasih saran malah tutup mata sama telinga. Jadi ngerasa sia-sia kan yang ngomong panjang lebar. Ini aja sekarang dia balikan lagi sama cowoknya," ucap saya, dengan nada yang sudah terdengar lelah dengan percintaan Falisha.
"Nggak semua orang butuh saran atas apa yang mereka adukan, Mar. Kadang, manusia itu cuma butuh didengar, meskipun kita merasa paham dengan apa yang dia rasa, kadang kita nggak bisa benar-benar merasakan." Lagi-lagi, apa yang diucapkan Satya benar adanya. Sebab, mau sepaham apapun kita dengan perasaan orang lain, kita tidak pernah benar-benar bisa memahami apa yang mereka rasa. Manusia memang hanya membutuhkan tempat bersandar, sekedar tempat untuk menumpahkan isi kepala mereka yang terasa penuh.
"Tapi tetep aja sih, Sakha itu posesif banget. Dia bisa deket sama siapa aja, tapi ngelarang Falisha deket sama cowok lain. Sama temen kerja pun sama Sakha dibatasi," saya menjeda kalimat saya sebentar sebelum melanjutkannya, "lagian, perselingkuhan bukan hal yang bisa dimaklumi. Orang kalau udah selingkuh satu kali, pasti akan diulangi lagi terus-terusan."
Dia tertawa kecil di seberang sana, entah menertawakan emosi saya, atau sikap Sakha yang menyebalkan itu, "kamu ngomong gitu kayak yang paling tau kuasa tuhan aja. Lagian, setiap hal yang kita lakukan itu memiliki konsekuensinya masing-masing tau, Mar. Iya, buat kamu perselingkuhan bukan hal yang bisa dimaklumi, dan Falisha bisa ambil keputusan apapun di hidupnya. Jadi, ketika dia memutuskan buat pertahanin Sakha, dia harus terima apapun konsekuensinya. Kan, dia sudah dikasih pilihan untuk melepaskan, kenapa malah milih mempertahankan?" Saya tertawa kecil mendengar perkataannya. Bagaimana bisa dia dengan sabar menghadapi saya yang kini tengah merasa kesal? setiap kalimat yang terucap dalam bibirnya senantiasa terucap dengan tenang, tanpa ada emosi sedikitpun. Tanpa sadar, hal-hal kecil seperti ini yang membuat rasa lelah saya hilang.
Terdiam dalam lamunan pada beberapa waktu, membuat Satya memanggil nama saya beberapa kali, "Mar? kamu ketiduran?" setelah kalimat itu, saya kembali tersadar dari lamunan saya.
"Eh, apa sih kok jadi bahas orang lain gini di percakapan kita?" Untuk menutupi rasa senang saya, dengan segera saya alihkan topik pembicaraan.
"Iya-iyaa, maaf. Jadi gimana rate buat hari ini?" ucap Satya.
"Baik," jawab saya singkat.
"Aku nggak suka jawaban singkat, Mar. Aku mau denger cerita kamu."
Saya mendengus sebal, "Iya-iyaa, maaf. Hari ini aku kerja, tapi agak kesel, soalnya atasan minta laporan penjualan, udah aku kasih, tapi dia bilang laporannya ada yang salah. padahal dia yang nggak teliti. Nggak mau salah banget. tapi nggak papa, rate 7/10 buat hari ini. Kamu sendiri gimana?"
"Awalnya sih, capek banget. Rasanya kayak mau pingsan, tapi nggak jadi soalnya udah denger suara kamu," katanya, diakhiri kekehan pelan.
"Dih, gombal."
Setelah mengatakan hal itu, saya tidak ingat persoalan apalagi yang kita bicarakan malam itu. Sebab mata saya mulai terasa berat. Meski sebenarnya saya berniat untuk tetap terjaga, kenyamanan tempat tidur dan kelelahan akhirnya berhasil mengalahkan niat saya. Tanpa sadar, saya tertidur dengan telepon yang masih berada dalam genggaman, sementara obrolan yang hangat berubah menjadi mimpi yang damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Super Woman
Chick-LitPerhatian! Sebuah rumah dekat dengan universitas, jalan umum, dan juga perusahaan disewakan!. Hanya butuh maksimal lima orang untuk menyewanya!. Hubungi saya jika ada yang tertarik!. Postingan yang terpublikasi pada sosial media berlogo biru itu men...