Lintang Pov
Buat gue, Adit itu seseorang yang dikirim tuhan buat mengisi kesepian yang selama ini ada dalam diri gue. Bohong kalau gue nggak butuh dipeluk ketika merasa sepi, pun juga ketika merasa muak. Pertama kali kenalnya sih di aplikasi berlogo burung biru, ketika gue aktif posting hal-hal random, dia comment postingan gue.
Nggak ada yang istimewa saat itu, kita cuma sebatas ngobrol random. Dia orangnya cukup menyenangkan, seenggaknya bisa bikin gue ketawa sendirian dikamar. Sampai, ketika sudah beberapa waktu saling ngobrol, kita memutuskan untuk mengenal lebih jauh. Saling membagi nomor pribadi masing-masing.
Sebelumnya, gue adalah tipe orang yang takut sama kritikan, setiap kali ada seseorang yang mengkritik gue, selalu aja bikin gue overthinking nggak jelas. Nggak jarang, pemikiran itu bikin gue insomnia dan mengharuskan gue pergi ke psikolog atau mungkin langsung minum obat tidur supaya gue bisa tidur.
Standar cantik orang-orang terlalu tinggi, padahal kalau dilihat lagi, setiap manusia punya versi cantiknya masing-masing. Nggak harus jadi sempurna deh, yang penting bisa jadi diri sendiri aja. Karena nantinya kecantikan itu akan muncul dari hati.
Mungkin itu kali, ya, definisi cantik yang sebenarnya. Bahwa ternyata, cantik itu datangnya dari hati. Tapi nggak bisa dipungkiri juga, kalau kesan pertama yang dilihat oleh manusia itu dari fisik. Istilah don't judge book by its cover itu jadi kalimat yang nggak salah, tapi nggak bener juga. Karena buat gue, sudah naluri manusia kalau mata akan menyeleksi setiap hal yang baik atau nggak baik menurutnya.
Sampai akhirnya, gue ketemu Adit. Nggak perlu gue ceritain lagi pertemuannya seperti apa. Tapi, setelah kita bertukar informasi yang lebih pribadi kala itu, degupan jantung itu mulai muncul. Gue nggak tau kapan tepatnya, namun perasaan nyaman dan juga senang yang gue rasain ketika sama Adit, ngebuat gue sadar kalau gue mengharap Adit hadir dihidup gue bukan cuma sekedar teman. Gue pengen lebih. Bahkan, harapan yang muncul tanpa sengaja itu, ingin mengikat Adit sebagai milik gue.
Aku tadi habis reply snap mantan.
Satu pesan yang baru saja muncul dalam notifikasi ponsel itu membuat gue terdiam. Pesannya udah terlanjur kebuka, tapi gue terlalu malas buat ngebales.
Setelahnya, ponsel gue bergetar lagi, pertanda bahwa ada sebuah pesan kembali masuk.
Lin?
Kok pesannya dibaca doang?
Masih nggak gue bales. Gue terlanjur kesel sama Adit. Bener sih, semua orang pingin punya cowok yang nggak suka bohong. Tapi, apa dengan reply chat mantan juga harus di omongin juga? gue cemburu Adit. Peka kek.
Getar ponsel itu berubah menjadi sebuah irama yang menandakan kalau sebuah telepon masuk. Gue angkat aja telepon itu. Udah pasti, dari Adit.
"Kenapa diem aja?"
Katanya, pada seberang telepon.
"Ya nggakpapa, Dit. Cuma bingung aja mau ngomong apa." Bohong. Bisa nggak sih, Adit sedikit aja peka kalau gue cemburu? kenapa dia masih simpan kontak mantan coba? harusnya kalau belum bisa lepas dari masa lalu jangan pacarin gue. Nyebelin.
"Bahas apapun lah, apapun yang pingin kamu ceritain aku dengerin. Itung-itung dongeng sebelum tidur, sih," katanya.
"Emang reply chat mantan kaya gimana?" Dengan sekali tarikan napas, gue menanyakan satu pertanyaan yang sejak tadi tersimpan dalam kepala gue.
"Ya reply biasa aja. Dia tanya foto sih, lebih cantik yang mana, terus aku jawab aja kalau dua-duanya cantik."
Nggak habis pikir sama Adit. bisa-bisanya dia muji cewek lain didepan ceweknya sendiri. Ini sebenarnya dia polos aja atau polos banget sih?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Super Woman
Literatura FemininaPerhatian! Sebuah rumah dekat dengan universitas, jalan umum, dan juga perusahaan disewakan!. Hanya butuh maksimal lima orang untuk menyewanya!. Hubungi saya jika ada yang tertarik!. Postingan yang terpublikasi pada sosial media berlogo biru itu men...