18. Pengen Nikah

9 2 2
                                    

"Akkk!" Wendy berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Membaca webtoon dihari libur merupakan cara Wendy untuk menikmati me time nya. Saat ini, ia sudah berguling-guling di atas kasur sambil berteriak. Tentu saja karena baper dengan webtoon yang ia baca. Padahal cuma gambar gepeng, Wendy bisa sebaper ini. Bagaimana kalau kejadian itu benar-benar terjadi di hidupnya coba?

"Duh," ucap Wendy mengakhiri kegilaannya sambil menutup mulut kemudian lanjut menatap kayar hp dan melanjutkan webtoon yang dibacanya tadi.

Tenang untuk sejenak karena Wendy mencoba untuk khidmat membaca. Ya, walaupun sambil tersenyum dan menutup mulutnya. Sesekali, Wendy menendang-nendang kakinya ke udara kosong. Perut Wendy benar-benar dibuat serasa berputar-putar geli karena webtoon ini.

Tenang, ini bukan webtoon dewasa, kok. Ya, walaupun tokohnya sudah dewasa dan ada sedikit adegan yang tidak cocok untuk anak kecil, tapi kan Wendy sudah delapan belas tahun. Ia diperbolehkan untuk membaca webtoon ini karena sudah cukup umur.

"Akk!" Wendy lagi-lagi berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal agar tidak menarik perhatian mama dan papanya.

Adegan dimana dua tokoh utama berinteraksi benar-benar membuat Wendy histeris setengah gila. Mungkin akan terlihat aneh bagi orang yang tidak mengerti rasanya terbawa perasaan karena membaca webtoon atau novel. Hanya orang-orang tertentu yang akan paham dengan itu.

"Jadi pengen nikah juga," celetuk Wendy asal.

Iya, dia memang sedang membaca webtoon tentang kehidupan pernikahan. Webtoon tentang pasangan pegawai negeri sipil dengan kehidupan rumah tangga yang sederhana. Kebetulan sudah lama ia tambahkan ke favorit, tapi Wendy baru sempat membacanya.

"Mikirin cicilan rumah sama orang yang tepat seru deh, kayaknya," ucap Wendy pada dirinya sendiri sambil terus membaca kelanjutan webtoon itu.

Di tengah kegiatannya membaca, Wendy sesekali menendang-nendang kakinya ke sembarang arah. Kadang juga meredam teriakannya dengan bantal. Tempat tidurnya berantakan sekarang, selimutnya sudah jatuh ke lantai begitu juga dengan gulingnya.

"Wendy! Sarapan!"

Tapi, dengan terpaksa Wendy harus mengakhiri kegiatannya karena suara teriakan mama yang menyuruhnya untuk sarapan. Memang, setelah solat subuh, Wendy menghabiskan waktunya untuk membaca webtoon. Tau-tau sekarang sudah jam tujuh lewat saja.

"Bentar, Ma!"

Wendy bangkit, meletakkan hpnya di nakas dan segera merapikan tempat tidur. Ia mengambil selimut dan bantal yang sudah jatuh ke lantai dan meletakkannya dengan rapi di tempat tidur. Setelah kegiatan membersihkan tempat tidur selesai, Wendy segera keluar dari kamar menuju meja makan, mama dan papa sudah ada di sana.

"Ma, aku tadi baca webtoon, jadi pengen nikah," celetuk Wendy sambil duduk di depan meja makan.

"Ngawur kamu!"

Wendy mencebik saat mendengat respon mamanya. Menatap mamanya sejanak dan memutar mata malas. Bisa nggak sih, mendukung halu Wendy untuk sekedar membuay Wendy senang?

"Selamat pagi, Papa," sapa Wendy. "Menurut Papa, gimana kalau misalnya aku nikah muda?" Wendy menyodorkan sendok yang belum sempat ia gunakan ke arah papanya seolah itu adalah mikrofon.

"Siapa yang mau nikah sama bocah kayak kamu coba?"

Bukan papa yang menjawab, lagi-lagi mama memotong pembicaraan. Membuat Wendy lagi-lagi memutar bola mata malas. Sedangkan papa hanya bisa geleng kecil, mencoba mengerti kalau love leanguage Wendy dan mamanya memang seperti itu.

"Ada tau!"

"Masa?" tanya mama meremehkan.

Ngomong-ngomong soal nikah, Wendy jadi ingat ajakan gila Jean tempo hari. Memang, sejak hari itu Jean dan Wendy tak pernah berbicara lagi. Kini giliran Wendy yang menghindar. Lebih baik ia menjauh dan memasang pertahanan daripada Wendy semakin baper dan setuju dengan ajakan menikah Jean. Hei, Wendy masih muda loh, belum waktunya ia menganggap serius hal-hal seperti itu.

Tapi, Wendy penasaran juga dengan respon mama papanya. Jika memang seandainya, seandainya loh ya, ia memang ditakdirkan nikah muda, bagaimana reaksi mama dan papa? Apakah mereka setuju?

"Pa, seandainya aku bener-bener nikah muda gimana?" tanya Wendy sambil menyuap nasi goreng ke mulutnya.

"Gimana, Ma?" Papa malah melempar pertanyaa itu ke mama.

"Ya, nggak pa-pa, kamu bebas nentuin jalan yang kamu mau. Mau sekolah, mau kerja, mau nikah, apapun itu selama masih dalam konteks yang positif nggak pa-pa. Mama sama papa dukung apapun itu."

"Papa setuju sama mama."

Wendy tersenyum tipis disela kegiatan mengunyahnya. Mama dan papa seperti memberi lampu hijau untuk itu. Tapi, Wendy segera menggeleng dan berhenti tersenyum. Untuk apa pula ia merasa senang? Wendy tidak akan menikah di usia muda.

"Kenapa nanya gitu?" selidik mama. "Kamu punya pacar?"

"Enggak!" Wendy dengan cepat membantah tuduhan mamanya. "Enggak ada, ma," ulangnya.

"Terus kenapa nanya gitu?"

"Kayak nggak tau Wendy aja, kan emang random anaknya," jawab papa membela Wendy.

Wendy mengangguk, menyetujui ucapan papa yang membelanya. "Memang sih, papa yang selalu ngerti, i love you so much, Pa."

Wendy kembali menyuap nasi goreng ke mulutnya, makan dengan khidmat, kali ini ia berhenti berceloteh. Setelah menghabiskan nasi goreng dan minum air putih, Wendy bersandar di kursi.

"Kenyangh," lenguhnya.

"Alhamdulillah," sambung mama.

Wendy duduk sebentar, menunggu mama dan papanya menyelesaikan sarapan. Setelah mereka selesai, Wendy segera mengambil piring dan membawanya ke wastafel untuk dicuci.

"Wen, nanti siang ke rumah Jean ya, gantiin mama bantuin bundanya Jean masak buat syukuran," ucap mama yang sudah berdiri di samping Wendy dan meletakkan gelas kotor ke wastafel. "Mama nanti nggak bisa, mau pergi jenguk nenek kamu. Dia odeh ngomel-ngomel minta dijenguk."

"Syukuran apa, Ma?"

Kepala Wendy langsung dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan dugaan. Jangan bilang ini syukuran karena Arghi mau nikah. Kalau iya, Wendy benar-benar tidak beruntung. Ia yang mengejar Arghi, tapi malah orang lain yang dapat.

"Bundanya Jean hamil, katanya sih, anak cewek."

"Serius, Ma?!" Wendy terkejut mendengar kabar itu.

Tentu saja terkejut. Jean akan punya adik, tentu saja ini hal yang tidak biasa. Mana jaraknya delapan belas tahun.

"Ma, aku nggak mau punya adik," ucap Wendy.

"Dua anak cukup." Mama meyakinkan Wendy.

Wendy mengibas-ngibaskan tangannya setelah semua piring dan gelas sudah bersih. Ia akan kembali ke kamar dan menghabiskan waktu dengan membaca webtoon.

"I love you so much, Mama." Wendy mencium pipi mamanya dan berlalu menuju kamarnya.

Saat di tangga, Wendy tersenyum kecil karena memikirkan Jean yang akan punya adik di usianya yang sudah delapan belas tahun. Wendy merasa senang, ia jadi punya bahan untuk mengejek cowok itu.

Membayangkan Jean yang sudah jadi om-om lalu memarahi adiknya yang nakal di masa pubertas, Jean yang pusing karena kelakuan adiknya, Jean yang dibuat stres karena adiknya yang heboh. Ah iya, Wendy doakan adik perempuan Jean akan cerewet dan membuat Jean phsing setiap hari.

"Haha, gue nggak sabar liat lo stres gara-gara punya adik."

Blush OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang