"Lo lagi kenapa, sih?"
"Emang gue kenapa?"
Wendy mengerjap-ngerjapkan mata sambil menunjuk dirinya sendiri. Tak paham dengan maksud pertanyaan Yuri. Kemudian ia mengedarkan pandangan pada Vino dan Malvin bergantian. Dan yah, tiga pasang mata itu sekarang tertuju pada Wendy.
"Emang Wendy ngapain?" Kali ini Malvin yang bertanya pada Yuri.
"Cih, emang nggak guna punya teman cowok, dasar nggak peka." Yuri berbicara tajam sambil memutar kedua bola matanya.
Kali ini Yuri yang ditatap oleh tiga pasang mata itu. Mereka benar-benar tidak tahu kemana arah pertanyaan Yuri yang tiba-tiba menginterupsi kegiatan belajar kelompok mereka. Padahal Wendy tidak melakukan apapun.
"Gue ngapain? Padahal cuma diam." Wendy kali ini ikut bersuara.
"Sini deh kalian," ucap Yuri sambil menggerakkan jari telunjuknya menyuruh teman-temannya mendekat.
Wendy, Malvin, dan Vino patuh, mendekat pada Yuri dan bersiap mendengar ucapan Yuri selanjutnya. Yuri juga mendekat pada ketiga temannya agar pembicaraan mereka tidak ada yang mendengar.
"Justru karena Wendy diam itu." Yuri menggantung kalimatnya dan menatap temannya satu persatu. "Kalian nggak merasa aneh? Wendy diam? Hellow, bahkan makhluk di bumi bagian barat pun ikut gonjang-ganjing kalau Wendy diam."
Kini tatapan Malvin dan Vino beralih pada Wendy. Sedangkan yang ditatap hanya membulatkan mata sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, tumben banget lo diam gini, kenapa?" Vino setuju dengan ucapan Yuri.
"Lo kalau ada masalah, cerita ke kita Wen, kalau kita nggak bisa bantu, setidaknya bisa kita ketawain," ucap Malvin yang langsung mendapat jitakan cukup keras dari Yuri.
Malvin mengaduh kesakitan. Membuat perhatian seisi kelas langsung teralihkan pada mereka berempat. Tak terkecuali Jean yang duduk cukup jauh dari tempat Wendy saat ini. Untung saja guru yang mengajar mereka saat ini sedang keluar.
"Maafkan Malvin yang otaknya kurang satu ons ini, kalian lanjut lagi belajarnya," ucap Yuri.
Tanpa teman-temannya sadari, Wendy sudah beradu tatap dengan Jean. Kali ini, tatapan itu begitu dalam, tapi Wendy malah menghembuskan napas kasar. Setelah kejadian kemarin, semuanya terasa berubah.
"Wendy." Vino mencolek lengan Wendy yang masih menatap Jean yang sudah berpaling. "Lo ngapain natap Jean segitunya? Akhirnya jatuh cinta kan lo berdua?" tebak Vino asal.
Bukannya menjawab, Wendy malah menunduk. Ia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk meladeni ocehan Vino.
"Kenapa? Lo bisa cerita ke kita," bujuk Yuri lembut.
Wendy menatap temannya satu persatu, disaat-saat seperti ini ia sangat merasa beruntung punya teman seperti mereka. Ya, walaupun kadang mereka bertengkar dan saling mengumpat satu sama lain, Wendy sangat bersyukur punya teman seperti Malvin, Vino, dan Yuri.
"Gue lagi bingung," ucap Wendy membuka cerita. "Gue kayaknya jatuh cinta, tapi jalannya rumit."
"Yang mulus mah, cuma jalan tol," celetuk Malvin yang lagi-lagi mendapat jitakan dari Yuri.
"Sekali lagi lo motong pembicaraan, gue potong juga itu lo," ancam Yuri sambil melirik ke bawah dan membuat Malvin meringis ngilu.
"Rumitnya karena apa?" Vino mencoba mengabaikan Yuri dan Malvin dan kembali ke fokus utama mereka saat ini.
Wendy menghela napas berat. Ia juga tidak tahu rumitnya dimana. Dari sudut pandang Jean, semuanya sangat mudah, tapi sepertinya Wendy yang membuat rumit perasaannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blush On
Teen FictionWendy pikir, blush on miliknya sekarang adaah yang paling cocok. Namun, ternyata ada blush on lain yang lebih cocok untuk pipinya. Tapi, ini bukan sekedar tentang blush on.