Bagi Wendy, handphone dan dompet yang tertinggal tak begitu masalah. Lagi pula, ia bukan tipe orang yang terlalu bergantung pada handphone. Selama ia bisa menikmati ke-aesthetic-an Maliboro di malam hari sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang sudah cukup bagi Wendy. Melihat manusia lain dari sudut pandangnya yang tak seberapa sudah sangat cukup, karena inilah tujuannya datang ke Jogja. Wendy merasa tenang di tengah kebisingan Malioboro.
Mengabaikan Jean yang duduk di sampingnya, Wendy bersenandung kecil menyanyikan lagu Adhitia Sofyan. Ia menggoyang-goyangkan kakinya sesuai ketukan lagu yang dinyanyikannya.
"Wen, kalau gue bilang, gue suka sama lo, udah dari lama, lo kaget, nggak?" celetuk Jean memecah keheningan di antara mereka.
Wendy lantas langsung berhenti bernyanyi dan berhenti menggoyang-goyangkan kakinya. Ia menegakkan punggung yang tadi bersandar di sandaran kursi, lalu melirik Jean dengan kening berkerut.
"Lo kesambet hantu jalanan Maliboro?" Wendy malah menjawab pertanyaan Jean dengan sebuah pertanyaan.
Ini Jean, loh, ada angin apa tiba-tiba ia malah confess ke Wendy? Suka Jean bilang? Ayolah, mereka selalu bertengkar setiap bertemu, Wendy tak bisa mempercayai Jean begitu saja.
"Lo masih Jeandra Reyasa, kan?"
Wendy mulai merinding, kalau memang Jean dirasuki hantu jalanan Malioboro, berarti sedari tadi ia berbicara dengan hantu. Eh, tapi hantunya lumayan baik dan aesthetic, dia tahu cara bersenang-senang di Malioboro. Wendy akui, ia lebih suka Jean versi dirasuki hantu jalanan Malioboro daripada Jean yang asli.
Jean menoleh, menatap wajah Wendy dari angle kiri. "Gue masih Jeandra Reyasa, masih sadar seratus persen tanpa dirasuki hantu."
"Tiba-tiba?" Wendy ikut menoleh dan menatap Jean dengan penuh rasa bingung.
Wendy malah makin merinding, ini tak bisa diterima akal sehatnya. Jean yang dirasuki hantu jalanan Maliboro lebih masuk akal baginya. Maksud Wendy, ini Jean loh, kalau tidak sedang dirasuki hantu, kenapa tiba-tiba seperti ini? Gelagat Jean yang sedari tadi sudah aneh membuatnya merasa tidak nyaman. Sepertinya semua manusia dan alien di galaksi ini juga tahu bagaimana keseharian Jean dan Wendy yang selalu bertengkar.
"Gue harus apa biar lo percaya?" tantang Jean, kali ini ia serius. Ia tidak akan memberi celah lagi, ini gilirannya untuk mendekati Wendy. Waktunya pun sangat tepat karena Wendy baru saja patah hati karena Arghi yang memiliki tambatan hati lain. "Gue serius."
"Je, lo kayaknya kebanyakan main sama Leo sama Kaisar, deh." Wendy mengendus-endus seolah mencium sesuatu yang aneh. "Bau-bau buaya got."
Jean lantas tertawa karena istilah baru yang diucapkan Wendy. "Emang ada buaya di got?"
"Ada! Buaya yang lagi tersesat."
"Jadi, menurut lo gue lagi tersesat?"
"Iya, tersesat gara-gara ajaran sesat Leo sama Kaisar."
Jean lantas tertawa lagi, Wendy mengernyit bingung. Wendy rasa mereka tidak terlalu akrab untuk tertawa bersama. Sekali lagi, Wendy sama Jean ini musuhan, loh!
"Tapi, lo nggak usah sok keren deh, nggak usah ikutin Leo sama Kaisar. Mereka berdua, buaya-buaya gitu ganteng, nah, sedangkan lo?" Wendy bertanya dengan sedikit mengejek, berharap Jean kembali ke versi asli dirinya dan bertengkar lagi dengan Wendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blush On
Roman pour AdolescentsWendy pikir, blush on miliknya sekarang adaah yang paling cocok. Namun, ternyata ada blush on lain yang lebih cocok untuk pipinya. Tapi, ini bukan sekedar tentang blush on.