9. Arik

17 9 1
                                    

Kata-kata tertulis di perkamen yang kupegang. Waktu bel istirahat sekolah berbunyi. Para siswa berbondong-bondong mendekati meja Arik. Seolah dia sedang membagikan jajanan gratis. Tatapan terpesona membuat tubuh Arik berasa ditodong pistol oleh polisi. Decakan kagum dan minta foto bersama menampar-nampar telinga Arik. Aland berusaha menengahi keadaan. Tapi sia-sia saja, seolah kerumunan siswa itu menyamai mahasiswa yang sedang berdemo.

Mendadak letupan api muncul di depan kelas bagaikan bom. Keadaan langsung hening bagaikan di pemakaman. Semua pandangan ke depan dan menyaksikan Azelia berwajah garang seraya mengarahkan tongkat sihir ke atas langit-langit kelas.

"Hentikan! Kalian lupa pesan Bu Tiara tadi, jangan membuat Arik tidak nyaman dengan tingkah kalian," pungkas Azelia mirip singa meraung.

Wajah para siswa lain serasa berhadapan dengan Pak Oza. Mereka pun meminta maaf pada Arik dan membubarkan diri. Perkamen menuliskan kata-kata, bila Arik merasa lega ibarat pernapasannya bak membuang kotoran. Lalu Azelia menghampiri Arik dan Aland yang masih duduk di kursi. Mereka tampak kaget dan tidak percaya dengan kejadian tadi.

"Ayo kita ke kantin," ajaknya kembali bersikap normal.

"Tapi aku nggak ada uang," kata Arik.

Aland menepuk pelan pundak Arik. "Tenang, Ayah sudah kasih uang lebih buat kita jajan di kantin."

Mataku membaca kata-kata di perkamen, jika Arik mendengar hal itu seakan diberi hadiah oleh Papa usai menyapu ruangan sampai bersih. Sungguh, saat ini dia kelaparan dan bingung bila tidak punya uang untuk membeli makanan. Ada untungnya tinggal bersama anak orang kaya. Padahal Arik juga anak orang kaya di dunia asalnya.

Mereka pun berjalan serempak ke kantin sekolah. Menyusuri lorong kelas, para siswa yang jalan di sekitar membungkuk hormat sebentar pada Arik, lalu kembali melanjutkan aktivitas mereka.

Kantinnya berada di bagian belakang sekolah. Tiba di sana, kursi-kursi hampir penuh diduduki siswa yang menyantap makanan dan minuman sambil mengobrol dengan teman sejawat.

"Kalian carilah tempat duduk, biar aku yang pesan," kata Aland lalu pergi ke kios makanan.

Mata Arik dan Azelia mencari-cari kursi kosong seumpama bermain tebak gambar. Dan mereka menemukan kursi kosong yang diduduki siswa cowok berkacamata. Azelia langsung menggamit tangan Arik untuk duduk di sana.

Dilihat dari dekat, wajah cowok itu berperawakan khas negara Wei Lu. Matanya yang terbalut kacamata bulat agak melotot sedikit menatap kedatangan Arik. Dia pun berdiri dan membungkuk hormat. Lantas dia mengambil piring dan ingin pergi.

"Eh kamu mau ke mana?"

"Saya akan pindah ke kursi lain buat Anda duduk, Yang Mulia." Dia menunduk menatap sepatu Arik yang baru dibelikan oleh Inava kemarin di pasar. Logat suara cowok berkacamata bulat itu serasa tengah menonton dialog anime.

"Tidak usah pindah, kamu tetap di sini saja makan bersama kami."

Dia mengangguk dan kembali duduk, diikuti juga oleh Arik dan Azelia.

"Kamu kenal dia, Azelia?" bisik Arik.

"Iya," jawab Azelia semringah. "Kamu Takeda dari kelas 9.4 kan?"

Dia membungkuk hormat serupa tata krama orang-orang Jepang di dunia Arik dan aku. "Saya Igarashi Takeda, kalian bisa memanggil saya Takeda. Saya kelas 9.4. Senang berkenalan dengan kalian."

Arik dan Azelia balas membungkuk. "Perkenalkan juga saya Arik Arzian, panggil saja saya Arik. Saya kelas 9.1, dan ini teman saya Azelia." Arik diam sebentar lalu berbicara lagi. "Kamu dari negara Wei Lu ya?" Perkamen menulis kalimat, jika Arik berusaha mengingat posisi geografi negara itu di dalam kepalanya.

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang