Pandanganku berputar-putar seperti diblender. Perut ini serasa diremas-remas dan hidungku turut menghirup bau yang tidak sedap. Di depanku, Awan bersandar di jeruji besi penjara dan melihat langit-langit. Cahaya matahari yang samar-samar menembus lubang kecil. Sudah bau, gelap pun juga menemani Awan di penjara ini.
Aku mulai membaca perkamen yang memunculkan tulisan, bila perut Awan keroncongan. Walaupun sudah sarapan enak tadi pagi, sekarang perut Awan telah kosong. Otaknya akan susah bekerja sama untuk mencari cara keluar dari tempat ini. Derik tengah push up di lantai bebatuan penjara dalam keadaan bertelanjang dada.
Awan terperanjat memandang punggung Derik terdapat luka kering besar. Bentuk lukanya semacam sayap burung yang patah. Jadi mereka adalah kaum bidadari juga! Awan geleng-geleng kepala. Sesama kaum bidadari, mereka juga bisa kejam seperti ini.
Sementara itu teman satu sel penjaranya yang Awan ketahui bernama Engkapshiel, sedang duduk termenung menatap pintu keluar penjara. Seolah-olah dengan dia mengamati pintu itu, dirinya bisa bebas walau hanya angan-angan saja.
Dua penjaga datang sembari membawa talenan. Wajah tegas mereka ibarat mampu membakar wajah para tawanan. Kedua penjaga itu pun membuka sel penjara, dan memberikan talenan makanan kepada para tawanan secara satu per satu.
Aku yang melayang-layang di sudut penjara, menyaksikan Awan fokus sekali melihat dua penjaga itu, seakan mereka adalah komandan yang memberikan arahan padanya. Dia mengernyitkan alis tatkala talenan makanan itu datang. Bentuk makanannya terlihat aneh. Aromanya semacam ikan basi dan mengalahkan aroma bau kotoran di sel sebelahnya.
"Bersyukurlah kau masih diberi makan, Nak." Engkap melahap makanan seperti ikan bakar lezat.
Awan bergerak mengambil makanan itu. Waktu menyantapnya, lidah Awan bak memakan rumput ditambah lumpur. Awan ingin muntah namun perutnya kosong dan berteriak minta diisi. Dia terpaksa mengunyah makanan itu sembari membayangkan ikan bakar yang dimasak Mbak Judah.
Mengingat Mbak Judah, bagaimana kabarnya mendengar Awan hilang diculik oleh kawanan kaum langit ini. Apakah sahabat-sahabatnya juga mencari dia?
Tanpa sadar akibat terus berpikir, piringnya sudah habis tak bersisa. Awan berusaha menelan makanan walaupun dia ingin muntah. Dia berusaha meminum air meski kesannya juga menambah rasa ingin muntah.
Engkap tertawa-tawa menyaksikan Awan semacam orang menjilat sampah. Kini otaknya bisa diajak berkompromi. Kepala Awan dipenuhi rencana untuk membebaskan diri dari tempat ini.
Penjara ini berada di gua. Awan pernah mendengar dari Haris tentang penjara negara Fryadimir yang berbahaya. Lokasi penjara itu berada di atas gunung. Awan berpikir penjara ini persis penjara di negara bersalju itu. Tetapi penjara ini tidak di atas gunung yang dingin dan terjal, melainkan langsung di atas awan.
Awan melihat akses keluar yang jauh dari kata aman adalah melewati pintu di ujung penjara ini. Sebenarnya ada akses lain untuk keluar juga. Haris pernah memberitahu bila di bawah penjara terdapat pipa-pipa besar sebagai aliran air. Namun akses itu bisa dilewati jika Awan mampu menahan aroma busuknya kotoran manusia.
Tapi Awan mencoba rencana untuk kabur melewati pintu dulu. Kepalanya teringat dengan kedua penjaga itu tatkala mereka memberikan makanan. Mereka membuka kunci sel penjara satu per satu lalu memberikan makanan pada tawanan. Berbeda sekali sistem penjara ini dengan penjara di negara Braham.
"Tatapanmu seperti ingin merencanakan sesuatu," kata Engkap, kembali bersandar pada jeruji besi penjara, seolah-olah dia sedang tiduran di pasir pantai.
Awan tentu saja kaget, dia pun menyeringai. "Bagaimana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu," balas Engkap tertawa. "Tatapan itu sering kulihat pada tawanan yang ingin kabur dari tempat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISI
FantasyArik Arzian, laki-laki berusia 15 tahun yang tidak sengaja terjebak di dunia lain. Dirinya harus mengalahkan para monster raksasa yang menyerang suatu negara untuk dapat pulang ke dunia asalnya. Tiara Serafina, dirinya diusir dari rumah karena menci...