5. Arik

29 14 4
                                    

Tubuh arwahku berguncang bak buah diblender. Aku berada di ruangan akbar yang tengahnya terdapat meja makan. Ternyata aku kembali lagi ke tempat Arik berada. Dia sedang makan malam bersama keluarga Darius.

Bunyi dentingan sendok menyentil telingaku. Menu yang disajikan serupa hidangan keluarga Arik di rumah. Namun tidak ada teriakan untuk makan sayur yang membuat kepalaku dan Arik pusing. Kuintip piring Arik tidak ada sayuran sama sekali.

Dasar anak ini, bagaimana mau tinggi bila ia kurang nutrisi dari sayur-sayuran untuk pertumbuhannya.

"Aku dengar dari Ayah, kamu dari dunia lain ya?"

Arik mengangguk. "Duniaku sama seperti dunia kalian. Tapi tidak ada karpet terbang maupun manusia yang memiliki tongkat sihir."

"Tidak enak sekali ya hidup di duniamu," sahut Aland.

Inava berdecak. "Aland, tidak sopan sekali kamu ini."

"Bunda, tidak apa-apa. Jangan bersikap layaknya tamu sangat penting pada saya," tutur Arik tidak enakan.

Aland tersenyum ibarat memenangkan perkelahian. "Jadi apa yang kamu lakukan di sini, mengalahkan seluruh Hayvon sampai musnah?"

Arik mengiyakan pertanyaan Aland ditengah makan. Dalam kondisi sudah mandi dan memakai pakaian Aland, kulihat mata Arik bergantian menatap muka Aland, Azelia, Inava, dan Darius. "Di rumah sakit tadi aku diperintahkan oleh Raja Cahaya langsung untuk mencari dalang kemunculan Hayvon ini. Kalau aku menemukan dan mengalahkannya, aku bisa pulang ke dunia asalku."

"Pasti ini ulah para iblis!" timpal Aland langsung ke intinya.

"Sok tahu kamu Kak. Para iblis sudah dikurung semua oleh Raja Cahaya sebelum menghilang entah ke mana ratusan tahun lalu."

Muka Arik seumpama mendengar anak sekolah bermain petasan di depan guru. "Menghilang setelah mengurung para iblis?"

"Iya Arik. Legenda-legenda yang kami baca menyatakan, jika dulu pemimpin seluruh kaum dan Raja Cahaya berperang melawan Raja Iblis dan pasukannya. Mereka ingin menguasai dunia ini ke dalam kegelapan," lontar Darius.

Kerutan di dahi Arik serupa adonan es krim diaduk-aduk. Perkamen memberitahu, bila Arik seakan menonton film detektif yang penuh teka-teki. "Dunia ini banyak kaum-kaum?"

Azelia mengangguk dan menampilkan jari-jarinya bak berhitung. "Ada kaum penyihir, kaum bidadari, kaum duyung, kaum pengubah wujud, kaum vampir, kaum peri, dan kaum raksasa."

"Kurang satu yang kau sebut, kaum iblis."

"Mereka tidak dihitung karena jahat."

"Tapi mereka juga hidup di dunia ini."

"Jangan berantem kalau sedang di meja makan," kata Inava serasa mulutnya bisa menembak peluru pistol.

Aland dan Azelia terdiam lalu melanjutkan makan. Darius terkekeh, lalu dia kembali menatap Arik.

"Jadi tugasmu hanya mencari dan mengalahkan dalang kemunculan Hayvon?"

"Sebenarnya ada satu lagi, Paman," kata Arik. "Saya harus bersekolah di dunia ini juga."

Senyum Darius terkembang lebar. "Umurmu berapa Arik?"

"Umur saya 15 tahun, Paman."

Aland memancarkan wajah kaget. "Aku kira kamu masih anak-anak," lontarnya terperangah.

Arik tersenyum kikuk seakan disuruh maju ke depan kelas.

"Wah sama juga dengan umur kedua anak kembarku. Bagaimana kamu satu sekolah saja dengan mereka?"

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang