Esok harinya saat aku masih mengikuti Arik. Mendadak tubuh arwahku terasa berguncang. Aku berpindah tempat ke dalam rumah Tiara. Kulihat perkamen memahat kata-kata, bila Lavender yang sekarang tinggal di kayangan, menjadikan rumah Tiara di bumi sepi kembali.
Tiara tengah memasak makanan di jam 11 siang karena begadang semalam. Dia ditemani tidur oleh Jenderal Awan lewat video call, dan mereka kebanyakan mengobrol sampai larut malam.
Aroma masakan terhirup di pernapasanku. Kulihat wajah Tiara macam tidak sabar ingin melahap telur dadar yang dia buat. Meski tidak bisa memasak makanan yang memakai rempah-rempah, makanan sederhana itu cukup membuat Tiara kenyang. Baru saja beberapa suap, Tiara dan aku melihat sekuntum bunga lavender yang terbang di depan Tiara.
Senyum lembut terbit di wajah Tiara. Dia meraih bunga lavender bak menangkap kupu-kupu terbang. Kuamati Tiara bergerak mengambil baskom dan mengisinya dengan air di wastafel. Lantas dia mencelupkan bunga yang tidak disukai nyamuk itu ke dalam baskom. Permukaan air pun seketika menampilkan wajah Lavender seperti monitor. Dia tampak berseri-seri ibarat anak sekolahan yang menang olimpiade biologi.
"Hai Kak Daun. Eh maksudku Kak Tiara, bagaimana kabar Kakak?" kata Lavender terkekeh.
Tiara geleng-geleng kepala sembari tersenyum ibarat bertemu hewan lucu. "Aku baik. Bagaimana kamu di sana?"
Menonton interaksi mereka layaknya manusia yang sedang video call melalui ponsel. Lavender tersenyum menampilkan barisan gigi putihnya.
"Baik juga. Kak Tiara tahu nggak siapa yang akan jadi Ratu Bidadari selanjutnya?"
Tiara menggeleng lagi. "Tidak tahu, siapa yang akan jadi Ratu di kayangan?"
Lavender berdecak. "Ayo coba tebak dulu?"
Mimik muka Tiara seolah ingin membuat soal ujian yang sulit untuk siswa. "Mungkin Kak Matahari?"
Perkamen menulis kata-kata, jika Tiara ingat waktu dulu masih di kayangan. Saudarinya yang memiliki rambut kuning itu terkenal tegas dan bijak. Tidak seperti Kak Mawar yang tegas dan kejam. Dan juga saudari ketiganya itu bisa mengontrol emosi dibandingkan saudari pertamanya.
"Salah!"
Tiara mengerutkan dahinya. "Loh jadi siapa?"
Lavender terkikik geli. Perkamen menjelaskan jika Tiara rindu dengan tingkah saudari bungsunya itu. Padahal mereka baru sehari berpisah, tetapi sudah seperti jutaan tahun.
"Jawabannya adalah Kak Blueberry! Dia yang akan jadi Ratu Bidadari!"
Hati Tiara merasa disiram air sejuk. "Wah-wah, kamu tampak senang sekali dia menjadi ratu?"
"Karena dia memang cocok jadi ratu, Kak Tiara. Kak Blueberry itu begitu ramah, baik, dan keren."
Tiara mendengus. "Jadi aku tidak keren juga seperti Blueberry?"
Muka Lavender bagai disiram air. "Demi Dewi Kesucian! Kak Tiara juga keren kok." Lavender tertawa ringan. "Dan juga Kak Tiaralah yang membuka gerbang untuk kaum penyihir dan kaum bidadari bersatu. Ucapan mendiang Ibu perihal kaum lain ternyata salah besar. Mereka tidak rendahan. Mereka sama seperti kita, Kak."
Tiara tersenyum lebar. "Rasanya aku ingin memelukmu sekarang."
Mereka berdua terbahak-bahak. "Jangan lupa hadir di sini untuk penobatan Kak Blueberry sebagai Ratu Bidadari."
Tiara mengiyakan, kemudian Lavender mengakhirinya. Perasaan Tiara macam bunga-bunga yang mekar. Dia berharap Blueberry bisa membawa perubahan banyak pada kaum bidadari.
Selesai makan dan mandi. Di hari akhir pekan ini, Tiara berkebun di depan rumahnya. Dia memberikan pupuk baru serta menyiram bunga-bunga ke delapan warna yakni merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, dan hitam. Mereka terlihat tumbuh subur selayaknya anak manusia yang sehat dan kuat.
Tiara ingat jika dia pernah memberitahu makna ke delapan warna bunga itu pada Awan.
"Tujuh warna-warni itu adalah saudari-saudariku."
"Dan warna satu lagi. Kalau tidak salah warna—
"Warna hitam. Warna orang yang kusayangi dulu."
"Dan tambah warna satu lagi untukku, Awan."
Tiara terlonjak akibat melamun. Dia melihat Jenderal Awan terbang di atas rumahnya dengan kekuatan sayap hitam Lucifer. Dia tersenyum seolah memamerkan pakaian mewah pada setiap wanita.
"Awan. Kamu tidak ingat pesan Raja Dendra untuk menyembunyikan kekuatan itu agar orang-orang tidak cemas karena kemunculan para iblis," ungkap Tiara geleng-geleng kepala.
Awan mendarat di tanah. Sayapnya hilang dan busana hitamnya kembali ke warna hijau khas tentara angkatan darat kerajaan Braham.
"Lebih cepat terbang memakai sayap daripada permadani, sayangku." Dia pun mendekat dan mencium bibir Tiara.
Tiara menghirup pewangi badan Jenderal Awan. Rasanya nyaman seolah dipeluk boneka lembut raksasa. Mereka melepas bibir masing-masing dan tertawa.
"Jadi warna bunga apa yang kamu mau untuk di kebunku?"
Gestur muka Awan bak siswa menjawab soal. Kepalanya mendongak ke atas langit yang dipenuhi awan putih. Tiara menunggu dengan tersenyum lembut seakan menyambut siswa baru di sekolah.
"Karena namaku Awan. Mungkin kamu bisa menanam bunga warna putih untukku, sayang." Awan pun kembali mencium bibir Tiara.
Warna yang cocok. Perasaan di dalam tubuh Tiara serasa benar-benar terbang di atas awan putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISI
FantasíaArik Arzian, laki-laki berusia 15 tahun yang tidak sengaja terjebak di dunia lain. Dirinya harus mengalahkan para monster raksasa yang menyerang suatu negara untuk dapat pulang ke dunia asalnya. Tiara Serafina, dirinya diusir dari rumah karena menci...