12. Arik

15 8 1
                                    

Perutku lagi-lagi merasa mual tapi tidak bisa muntah. Aku berpindah tempat semacam ditarik orang dalam kerumunan. Di depanku, Arik berdiri di atas rumput hijau, di sampingnya terpasang air mancur berukuran kolam renang anak kecil.

Tempat ini merupakan taman di mana Raja Cahaya singgah.

"Arik," panggil Raja Cahaya muncul tiba-tiba.

Dia memakai jubah sewarna awan di siang hari. Janggut panjang dan kumis putih lebatnya terasa menyaksikan akar pohon tumbuh di dagu pria sepuh itu. Dia tersenyum saat Arik mendekatinya.

"Kenapa saya bisa ada di sini?"

Raja Cahaya mengerutkan kening, seolah merasa janggal dengan ucapan Arik. "Apa aku tidak boleh mengobrol berdua denganmu?"

"Bukan itu maksud saya, Raja Cahaya." Arik jadi kikuk sembari menggaruk belakang lehernya.

Raja Cahaya tertawa pelan. "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."

Tempat di sekeliling kami berubah. Kami masih berdiri di atas rumput hijau. Namun, di depan kami terdapat rumah kayu besar yang penuh lilitan tanaman rambat serta bunga-bunga berbagai warna. Arik dan aku sama-sama terperanjat, karena matahari kian dekat seolah berada di depan mata. Dan aku juga baru sadar, kami berdiri di atas batuan besar dengan permukaan berumput hijau yang melayang-layang di langit. Batuan melayang ini persis batu-batuan terbang pada planet Pandora dari film Avatar karya James Cameron.

"Tempat apa ini Raja Cahaya?" tanya Arik keheranan mengamati sekitar.

Bukannya menjawab, Raja Cahaya hanya diam dan memperhatikan di atas langit. Arik ikut menengok ke atas, dan ada anak laki-laki dengan punggung terdapat sayap putih menyerupai burung merpati. Dia mendarat di depan rumah kayu itu.

"Apa dia tidak bisa melihat kita Raja Cahaya?" tanya Arik.

Raja Cahaya menggeleng sambil tetap membisu. Perkamen menulis kalimat, jika Arik merasa jengkel karena dia seperti berbicara sendiri dalam ketidaktahuan. Menghilangkan rasa itu di dada, Arik memilih menonton anak laki-laki bersayap putih itu.

Wajah anak itu terlihat rupawan dengan rambut panjang warna hitam sampai menyentuh siku. Tubuh kecilnya hampir sepantaran dengan Arik bila mereka bersisian. Kaki anak itu pun melangkah menuju pintu rumah kayu lalu mengetuknya.

Pintu rumah kayu terbuka, seorang wanita dewasa berpakaian serba putih berdiri di depan anak laki-laki itu.

"Halo anak tampan," kata wanita itu tersenyum. "Kutebak kamu pasti ingin mengajak main anak-anakku ya?"

Anak laki-laki itu mengangguk dan tersenyum. "Apa boleh saya mengajak main anak-anak Anda?" tanya anak laki-laki itu terdengar sopan.

"Sebentar ya saya panggilkan mereka di dalam." Wanita berpakaian putih itu kembali masuk ke dalam rumah dan membiarkan pintunya terbuka.

Lima detik kemudian, muncul anak-anak perempuan dengan rambut berbagai warna mendekati anak laki-laki itu. Mereka tertawa gembira dan berlari bersama ke depan halaman rumah menyerupai anak-anak bebek.

Wajahku dan Arik berekspresi seumpama menonton alur cerita detektif yang penuh teka-teki membingungkan. Kenapa Raja Cahaya menunjukkan ini kepada Arik? Mereka semua siapa? Dan tempat apa ini?

Memikirkan hal itu membuat kepalaku dan Arik tentunya, penuh dengan tanda tanya bagaikan soal ujian.

Tempat pun kembali berubah. Di samping kami terpasang air mancur berukuran kolam renang anak kecil. Kami kembali lagi di taman di mana Raja Cahaya singgah.

"Tayangan itu kutunjukkan padamu sebagai perkenalan kepada orang-orang yang akan terjadi masalah di zaman dulu,"

Arik mengerutkan dahi menyamai es krim meleleh. "Ada apa dengan orang-orang yang kita tonton tadi, Raja Cahaya?"

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang