11. Awan

15 9 0
                                    

Aku berpindah tempat. Guncangan hebat bak di dalam mobil yang mengalami kecelakaan membuatku ingin muntah. Di hadapanku, Jenderal Awan sedang duduk di kursi kerjanya sembari memandang langit-langit ruangan bernuansa hijau.

Kata-kata di perkamen bergerak menulis kalimat, jika pikiran Awan masih dipenuhi wanita yang menjabat sebagai guru di sekolah Arik. Dia masih ingat namanya, Bu Tiara. Awan tahu nama tersebut karena dia mendengar ucapan itu dari mulut sang Raja Cahaya sendiri. Rambut hijau panjang yang dimiliki wanita itu, seolah merupakan ranting-ranting daun yang menempel di kepalanya. Wajah wanita itu juga lembut dilihat, bagaikan menyaksikan anak kucing tertidur. Awan senyum-senyum sendiri, teringat dia pernah memegang tangan Tiara untuk menyelamatkannya dari tenggelam ke dasar lautan.

Pintu ruangan Awan diketuk. Membuatnya tersadar kembali serasa orang tidur yang dibangunkan dengan cara disiram air.

"Masuklah," ucap Awan memasang sikap seakan bos bertemu tamu penting.

Pintu dibuka oleh Kolonel Evan. Dengan wajah tegas dan menenteng sebuah map berwarna secorak daun pisang, dia pun berjalan tegap mendekati meja kerja Awan. Kolonel Evan memberi sikap hormat ala upacara bendera di duniaku. Lalu dia izin menyampaikan bila pasukan khusus yang bertugas, memberikan sebuah cetakan foto di dalam map yang Kolonel Evan bawa.

Kolonel Evan langsung menyodorkan map itu pada Jenderal Awan.

Mata Jenderal Awan membesar tatkala membuka map dan melihat cetakan foto seukuran buku tulis. Gambar di foto itu memperlihatkan kerumunan orang-orang di pertarungan pada pantai Bliram, Braham utara. Jika dilihat secara lebih dekat. ada salah satu orang yang memakai jubah hitam. Di tangan kanannya dia memegang tongkat sihir panjang setinggi badan manusia. Wajahnya tertutup tudung jubah hingga tampak tidak jelas di cetakan foto.

"Hanya dia seorang yang memakai tongkat sihir panjang dan jubah hitam, Pak."

Awan tetap memandang cetakan foto di tangannya. Kepala Awan serasa membuat strategi yang benar dan efektif dalam peperangan. "Apa pasukan khusus yang kuperintahkan sudah mengejar orang ini?"

Kolonel Evan mengangguk. "Tetapi, saat mereka ingin mengejarnya. Dia sudah menghilang di antara kerumunan orang-orang."

Awan menghela napas, seolah gagal membaca strategi pertahanan musuh. Lalu dia menyampaikan pesan pada Kolonel Evan untuk pemimpin pasukan khusus dan anak buahnya supaya berhati-hati dalam mengejar orang berjubah hitam itu.

Kolonel Evan mengangguk dan memberi sikap hormat. Lantas dia pun pergi dari ruangan kerja Jenderal Awan. Keadaan menjadi sunyi, hanya ditemani bunyi mesin pendingin ruangan. Awan pun membuka ponsel, dan melihat laci notifikasi yang menampilkan judul berita ibarat pengumuman akan terjadinya bencana alam. Masyarakat merasa resah karena ada dua Hayvon yang menyerang.

Tangan Jenderal Awan mengepal begitu erat seolah ingin meninju orang. Matanya beralih memandang cetakan foto itu. Orang berjubah hitam di foto tersebut seakan-akan sedang mengejek dalam permainan petak umpet.

Pintu ruangan diketuk lagi. Awan mempersilakan masuk. Kolonel Evan datang lagi dan memberi sikap hormat pada Awan.

"Pak. Raja Dendra ingin bertemu dengan Anda sekarang juga."

Sepertinya akan ada pembahasan penting. Kepala Awan bergerak naik turun. Dia pun membereskan meja kerjanya lalu berdiri dan berjalan bersama Kolonel Evan.

***

Awan tiba di istana Kerajaan Braham memakai permadani. Halaman depan istananya luas menyamai lapangan stadion bola. Di tengah halaman, terpasang air mancur yang pusatnya terdapat patung lambang kerajaan Braham. Jenderal Awan berjalan sembari di tangannya menenteng map hijau, dia sendirian memasuki istana yang dijaga ketat oleh prajuritnya sendiri. Mereka memberi sikap hormat pada Awan ketika melewati pintu raksasa berukiran emas.

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang