19. Tiara

8 6 0
                                    

Aku menilik perkamen memahat kalimat. Tiara tertawa ringan mengamati keempat anak muridnya ibarat mendapat peringkat pertama secara tiba-tiba di pengumuman sekolah. Tangannya yang digenggam Awan, terasa hangat seolah ditempeli botol air panas. Paru-paru Tiara juga serasa dibelai karena menghirup aroma maskulin dari badan laki-laki itu.

Tiara memakai kimono warna hijau sage. Jenderal Awan di sebelah Tiara, berkimono hijau secorak dengan seragam militer angkatan darat. Mereka seperti pasangan artis dan aktor yang sedang populer di YouTube pada duniaku.

Tiara teringat kemarin malam setelah Awan mengantarnya pulang dari kencan. Di depan rumahnya, mereka berdua berciuman di bawah bulan dan bintang-bintang. Sampai saat ini, Tiara seperti masih bisa mencicipi tekstur lembut bibir Awan yang pernah hinggap di bibirnya. Tangan kiri Tiara yang tidak digenggam Awan, refleks bergerak menyentuh bibirnya. Andai bisa diulangi kejadian tadi malam. Tiara mau-mau saja karena ingin menghirup lagi aroma wangi dari badan pacarnya itu.

Mulutku ternganga lebar membaca tulisan tersebut di perkamen.

Aku pun terus lanjut membaca perkamen. Kenangan masa lalu menghampiri ingatan kepala Tiara. Selesai menghabiskan waktu berhari-hari mengikuti acara pertemuan dengan seluruh pemimpin kaum. Lucifer mengajak Tiara berjumpa dengannya malam nanti di taman belakang istana negara Braham.

Padahal Ibu dan keenam saudarinya sudah mengajak Tiara pulang ke kayangan. Namun, Tiara serasa menjadi orang ingin menyiram kebun bunga dulu di halaman istana. Pada malam ingin pulang ke kayangan. Tiara diam-diam keluar dari kamar istana tempat mereka tidur.

Sesampainya di taman belakang kerajaan Braham yang dihiasi rerumputan berbentuk labirin. Lucifer mengejutkan Tiara dari belakang.

Tiara memegang dada takut jantungnya terlepas. Lucifer tertawa mengejek. Tiara meringis kesal dan mencubit lengan Lucifer yang kekar. Dia berteriak kesakitan seolah menjadi harimau meraung. Karena cemas ketahuan, Tiara menghentikan cubitannya.

"Maaf sudah buat kamu terkejut," kata Lucifer, mengelus lengan bekas cubitan Tiara.

"Ini salahmu sih," balas Tiara melipat tangan di dada.

Lucifer tertawa melihat Tiara serupa anak kecil yang tidak dibelikan hadiah. Tangannya pun bergerak mengelus rambut hijau Tiara. Perbuatan Lucifer menjadikan hati di dalam tubuh Tiara seakan diterjang angin sepoi-sepoi.

"Kamu ingat waktu dulu kita pernah bermain basah-basahan di kolam kayangan," kata Lucifer memandangi mata Tiara. "Menjelang sore dan ingin pulang ke istana kayangan, selendang hijaumu terbang dibawa angin."

"Dan kamulah yang terbang menangkap selendangku dulu," kata Tiara dengan hati berbunga-bunga mengingat kejadian waktu itu.

Lucifer mendengus. Sungguh, Tiara merindukan masa-masa itu dulu. Dia menyayangkan sekali pilihannya berpindah menjadi Pangeran Iblis. Masa-masa indah tersebut tiba-tiba dirampas begitu saja, seumpama kebun bunga yang Tiara rawat sampai bermekaran lalu hilang dipetik orang lain.

Keheningan malam itu menciptakan suasana layaknya tiduran di kasur lembut. Tiara dan Lucifer saling bertatapan, seolah mata mereka mengeluarkan tali yang mengikat satu sama lain. Bibir mereka pun saling bertemu. Tiara merasakan kenikmatan bak meminum manisnya nektar bunga.

"Berani-beraninya kalian!"

Teriakan Ibu yang tengah memakai selendang putih, memutuskan ciuman bibir Tiara dan Lucifer. Dia menyaksikan wajah murka sang Ibu, laksana api yang siap membakar apa saja di depannya.

Kata-kata tersebut berhenti bermunculan di perkamen. Rasanya aku seperti menonton video namun di-pause saat di adegan serunya. Mataku pun beralih ke depan, Tiara dan lainnya sedang duduk bersila dengan posisi melingkar di dalam rumah bernuansa Jepang.

"Semoga Dewa Khong selalu menyertai kita semua!" seru Igarashi Hirayama–Ayah Takeda. Tangannya sedang memegang gelas keramik berisi teh hangat yang wangi.

Pukul 10 malam. Jenderal Awan mengantar Tiara, Arik, Azelia, dan Aland pulang. Inava dan Darius berterima kasih sudah membawa anak mereka ke rumah. Kala Tiara dan Jenderal Awan berduaan di atas permadani terbang. Rambut hijau Tiara berkibar-kibar dihantam angin. Tangan kanan Jenderal Awan bergerak menggenggam tangan kiri Tiara.

Tiara berandai-andai jika Lucifer masih bersamanya. Mungkin perasaan hangat yang menjalar di tangannya berasal dari sang Pangeran Iblis. Bukan seorang penyihir sekaligus jenderal kerajaan Braham yang berkekuatan elemen tanah. Tiara ingin sekali mengucapkan di dalam hati, bila dia amat merindukan Lucifer. Namun, untuk saat ini, Tiara harus pelan-pelan melupakan masa lalunya, karena hati dan ingatannya sudah terpatri pada pria yang bernama Awan.

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang