4. Awan

42 16 6
                                    

Baru saja melewati pintu rumah Darius yang setinggi tiang listrik. Tubuh arwahku terguncang seumpama mengalami gempa bumi. Aku berpindah tempat. Diriku ini berada di ruangan kerja seseorang yang bernuansa hijau daun. Kulihat dinding ruangan ini ditempeli foto Raja Dendra dan orang-orang penting lainnya.

Apakah ini ruang kerja Raja Dendra?

Tapi agak tidak terlihat mewah, dan bukan atribut kerajaan yang kulihat. Melainkan atribut-atribut militer, karena ada berbagai plakat bertuliskan angkatan darat kerajaan Braham, yang tersusun rapi di rak dekat pintu masuk.

Aku pun mendengar bunyi pintu terbuka. Jenderal Awan masuk ke dalam ruangan ini bak orang ke dalam bioskop yang mencari nomor kursi. Busana yang ia pakai masih sama saat berjumpa Arik tadi. Bagian kiri pakaiannya tertempel lencana berbagai warna. Dia duduk di kursi kerja seukuran badannya sembari menghela napas panjang, lalu dia beralih menatap langit-langit ruangan.

Tulisan di perkamen muncul, bahwa Awan merasa pikiran dan tubuhnya serasa lari puluhan kilometer setelah mengadakan rapat bersama Raja Dendra dan seluruh pemimpin prajurit angkatan laut, udara, serta kepolisian. Perihal penggelaran Ulation, pertandingan penyihir tingkat dunia di negara Teya Keru utara nanti.

Pandanganku terbagi dua, antara menonton Jenderal Awan maupun membaca tulisan di perkamen. Awan berpikir otaknya itu bagaikan mesin tank kehabisan bahan bakar. Dia tidak sabar ingin pulang ke rumah untuk mengistirahatkan organ pengambil keputusannya itu.

Awan teringat dengan Raja Cahaya yang telah kembali. Legenda maupun dongeng pada saat dia kecil dulu berkisah, jika Raja Cahaya menghilang bersama perisainya setelah mengurung Raja Iblis dan pasukannya entah di mana. Dikira sudah damai, ternyata belum, sebab gantian muncul Hayvon yang terus merusak kota di tiap negara hingga saat ini.

Tangan Awan bergerak meraih sesuatu di saku celana panjangnya. Dia mengeluarkan ponsel lalu menonton video Arik melawan Hayvon kumbang hitam. Perkamen menorehkan kata-kata, bila anak ini turut menjadikan sore harinya Awan jadi lenggang. Biasanya dia sibuk melihat kondisi prajuritnya di barak maupun di markas besar, lalu menandatangani dokumen penting, dan mengalahkan Hayvon yang muncul di berbagai kota Braham. Kali ini Awan bisa bebas dan mengambil kesempatan itu untuk tidur sebentar di kursi kerjanya.

Pendingin ruangan berduyun-duyun menjilat tubuh Awan agar dingin. Sekitar tiga menit menutup mata. Pintu ruangan diketuk persis tepuk tangan di stadion. Kulihat mata Awan terbuka dan sedikit memerah.

"Masuk."

Kolonel Evan masuk ke dalam ruangan dengan tubuh tegap menyerupai tiang panjat pinang. Raut mukanya tegas dan tajam serupa burung elang. Dia mendekati meja kerja Jenderal Awan dan memberikan sikap hormat.

Awan balas mengangguk singkat. "Ada apa?"

Kolonel Evan bersikap normal. Aku mendengar mereka membahas hal-hal kemiliteran yang tidak kumengerti. Setelah itu Kolonel Evan kembali bersikap hormat dan izin pergi keluar. Awan tampak membereskan perlengkapan di meja dan membawa tas kerja warna hijau di tangan kanannya. Dia pun pergi keluar dari ruangan. Aku pun terbang semacam balon menguntitnya.

Lorong tempat ini berwarna daun teh. Dinding lorongnya tertempel foto Jenderal Awan dengan gerakan menyamai foto presiden di atas papan tulis sekolah, ada juga lambang kerajaan Braham berbentuk singa jantan dan burung elang yang memakai mahkota, serta saling memegang tongkat kayu panjang. Orang-orang yang berseragam seperti Jenderal Awan lewat di sekitarnya sambil memberi sikap hormat.

Kolonel Evan muncul lagi. Dia memberi sikap hormat sebentar. Awan pun lanjut berjalan, diikuti Kolonel Evan. Akhirnya mereka keluar dari markas angkatan darat yang luasnya hampir menyerupai stadion bola. Bukannya menaiki mobil layaknya pejabat tentara di duniaku, mereka malah menaiki permadani terbang berwarna hijau. Aku terus menempeli mereka dari belakang.

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang