34. Arik

7 5 0
                                    

Giliran Arik yang harus kuikuti. Pertandingan Ulation diberhentikan sementara akibat serangan Succubus. Mereka juga sudah pulang ke negara Braham. Sampai di bandara, Arik meminta Azelia, Aland, Takeda, dan Bu Tiara menemui istri Pak Oza, Tante Laindri.

Perkamen bertuliskan jika Arik bingung harus bilang apa pada istri Pak Oza nanti. Arik mendengar kabar jika Tante Laindri sudah melahirkan bayi perempuan. Arik merasa bersalah. Dia sudah membuat seorang bayi kehilangan ayahnya.

"Tenang Arik, Ibu akan membantumu," kata Bu Tiara tersenyum lembut sambil mengelus pundak Arik.

Hati Arik yang bergejolak sudah lumayan tentram mendengar ucapan Bu Tiara. Setelah meminta izin pada Paman Darius, Bunda Inava, dan kedua orang tua Takeda. Mereka langsung pergi ke rumah sakit dengan meminjam permadani milik Ayahnya si kembar Aland dan Azelia.

Sampai di sana, jantung Arik berdetak kencang. Aku melihat wajahnya kentara gugup. Arik merasakan tangan kirinya digenggam Azelia dan tangan kanan digenggam Aland. Takeda hanya bisa menepuk pelan pundak Arik.

"Kita hadapi ini bersama Arik," kata Azelia di depan pintu rumah sakit.

Arik mengangguk seraya hidungnya dielus aroma khas tempat kesehatan ini. Mereka berjalan menyusuri ruangan di mana Tante Laindri dirawat.

Tepat di depan pintu. Arik seakan-akan masuk ke dalam penjara. Dia menelan ludah ibarat ada yang mengganjal di lehernya. Genggaman tangan Azelia makin erat di tangan kiri Arik. Pintu pun diketuk oleh Bu Tiara.

"Masuklah."

Pintu terbuka. Di ruangan itu hanya ada Tante Laindri dan seorang suster. Arik melihat Tante Laindri sedang memeluk bayi mungilnya.

"Yang Mulia, Raja Cahaya. Mari silakan masuk," sapa Tante Laindri tersenyum lebar dengan kedatangan mereka.

Suster di sebelah ranjang Tante Laindri membungkuk memberi hormat pada Arik. Lantas dia izin pergi meninggalkan ruangan.

"Aku cemas menonton berita ketika Hayvon menyerang stadion, dan Raja Cahaya dan Jenderal Awan menghilang," ungkap Tante Laindri secara pelan agar bayi di pelukannya tidak terbangun. Dia pun menghela napas lega. "Tapi syukurlah ternyata kalian masih selamat."

Bu Tiara tersenyum lembut. Arik hanya bergeming. Raut mukanya seolah sedang bingung ingin memilih jawaban pilihan ganda.

"Jadi siapa namanya?" tanya Bu Tiara menatap bayi mungil di pelukan Tante Laindri.

Tante Laindri semringah. "Namanya Naletta Ozalaindri. Bagus tidak namanya?"

Kali ini Arik mengangguk tapi bibirnya tetap tertutup seakan terkunci.

"Aku dan Oza sudah merencanakan nama ini saat masih mengandungnya," tuturnya menatap bayi itu bagai perhiasan mahal.

Azelia mendekat untuk melihatnya secara jelas. "Dia imut sekali," puji Azelia.

"Terima kasih, Kak Azelia yang cantik." Tante Laindri bersuara menyamai anak kecil.

Arik, Aland, Azelia, Takeda, dan Bu Tiara tertawa pelan. Lalu Tante Laindri menatap sekeliling seolah mencari barang hilang. "Omong-omong di mana, Oza. Bukannya dia ikut kalian ke Teya Keru?"

Jantung Arik seakan ingin lepas. Perisai cahaya di dalam tas punggungnya juga seolah-olah tambah berat. Dia pun menggenggam tangan Azelia. Mata Arik melihat wajah Tante Laindri dan bayi mungil itu. Tanpa aba-aba, air mata mengalir di pipi Arik. Dia pun berusaha buka mulut walaupun terasa seperti mengangkat karung beras 20 kilogram.

"Maafkan saya, Tante. Saya gagal. Saya gagal melindungi Pak Oza dari para iblis."

Bola mata Tante Laindri membesar. "Kenap–kenapa dengan suamiku?"

Arik mematung. Mulutnya serasa di lem. Jantung di dalam badannya bagai terkena beling kaca. Bu Tiara pun akhirnya membuka suara. "Pak Oza, dia dirasuki Raja Iblis."

"Dirasuki Raja Iblis, bagaimana bisa?"

Bu Tiara menceritakan kejadian dari awal sampai akhir. Arik menunduk tapi merasakan jika Tante Laindri menangis saat menyimak cerita Bu Tiara. Bayi Naletta ikut menangis seumpama merasakan kesedihan Ibunya. Pundak Arik ibarat dihantam oleh golok tajam mendengar isakan tangis mereka. Rasa bersalah kian menumpuk tinggi di hati Arik.

Ini semua salahku, seharusnya Pak Oza tidak perlu memaksa ikut ke negara Teya Keru untuk membantuku mengalahkan Succubus. Pikir Arik, terngiang-ngiang kejadian di mana dia, Bu Tiara, dan Pak Oza berdebat di ruangan kepala sekolah.

Pak Oza memaksa ingin ikut karena dia merupakan kepala sekolah yang harus bertanggung jawab terhadap muridnya. Tapi Bu Tiara melarang karena istri Pak Oza tengah mengandung. Arik juga melarang Pak Oza ikut. Namun, seperti ada batu keras yang ada di dalam kepala Pak Oza.

Sekarang inilah akibatnya, membuat Arik serasa menjadi pembunuh yang keji. Dia terus menunduk menatap lantai karena tidak kuat melihat tangisan Tante Laindri dan bayi di pelukannya.

Setelah Bu Tiara bercerita, Tante Laindri menatap Arik dan yang lain.

"Kalau be–begitu, bag–bagaimana cara untuk mengembalikan suamiku?"

Arik tetap menunduk seraya membuka mulut. "Saya harus menyatukan seluruh kaum di dunia ini dan melawan Raja Iblis di dalam badan Pak Oza."

Suara tangisan bayi Naletta tambah kencang. Tante Laindri berusaha menenangkannya. Mendengar bayi di pelukan Tante Laindri, berasa membuat punggung Arik seolah tertimpa pohon.

"Maafkan saya, Tante. Saya merasa bersalah."

Tante Laindri menggeleng pelan. "Ini bukan salahmu, Nak."

Ucapannya membuat Arik seakan ditabrak mobil. Dia mendongak ke arah Tante Laindri yang sedang mengusap air matanya. "Aku tahu suamiku itu keras kepala dan tetap memaksa ingin ikut kalian ke Teya Keru untuk mengalahkan Succubus. Tapi gara-gara ulah kaum iblis inilah mereka merenggut Ayah dari bayi ini!"

Arik bergeming. Telinganya serupa mendengar orang berbicara bahasa asing. Tatapan Tante Laindri dari sedih menjadi tajam bagaikan guru pengawas ketika ujian. "Aku meminta tolong padamu Arik. Selamatkan suamiku, carilah semua pemimpin kaum yang bersembunyi di dunia ini untuk mengalahkan Raja Iblis di dalam badannya. Ini demi anakku, Arik."

Dia pun mengangguk kencang, dengan hati yang membara-bara bagaikan api lilin yang membakar kayu. "Aku akan menyelamatkan Pak Oza. Aku berjanji, Tante Laindri."

Perkamen di tanganku memunculkan tulisan, jika sekarang Arik mau tidak mau harus menerima takdirnya sebagai Raja Cahaya untuk menyelamatkan kepala sekolahnya, Pak Oza. Demi istrinya, dan juga anak mereka...Naletta.

A Song of Sky and Darkness ( SERI 1 ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang