6.0 - thief

1.9K 294 82
                                    

Khalif dan Agesta sedang menunggu kedatangan Darren, mereka kembali membuat janji untuk berkumpul diruangan atas Cafe milik Agesta.

"Telepon coba anjir, Lif. Lama, dikira waktu gue murah buat nunggu dia doang." Omel Agesta, Darren ini beraninya telat hampir setengah jam dari jadwal.

Khalif berdecak, matanya meneleng sinis mendengar perintah Agesta, memangnya dia saja yang kesal? Khalif juga!

"Ape liat-liat?" Tanya Agesta tidak santai.
Sepertinya mood pria itu memang sedang tidak baik dan tidak untuk dibantah.

Lha kok dia yang lebih galak? Padahal bukan gue yang telat! Keluh Khalif dalam hati.

Akhirnya Khalif hanya diam. Merasa percuma meladeni Agesta yang sedang kesal.

Tanpa menjawab lagi, Khalif merogoh saku mencari ponsel, menekan beberapa nomer kemudian meletakkan ponselnya di meja setelah sebelumnya mengaktifkan mode loudspeaker.

"Bang Aip!! Sorry gue baru on the way, tadi harus ke Bogor dulu." Suara Darren langsung menyapa cepat diujung sana, mengangkat panggilan pada dering kedua.

"Ngapain ke Bogor? Lo kalo ada urusan bilang harusnya, minta re-schedule aja bukan telat gini! Jangan dikira orang lain ga sibuk, Ren."

Darren meringis merasa bersalah, "Duh Bang, sorry banget, ngedadak soalnya! Mbak Runa nangis dari pagi pengen asinan tapi harus dari Bogor langsung sekalian kangen keluarganya. Gue lupa ngabarin karena panik matanya udah bengkak mana Mas Doni lagi gak ada. Eh Bang Gesta belum keluar asep kan dari idungnya? Masih sabar, 'kan?"

"Sabar pala lo! Dia dari tadi udah kayak mau makan gue idup-idup! Cepet dateng ga lo sini!"

"Iyeee ini udah setengah jalan, tungguuu!"

Tut. Panggilan terputus.

"Noh, udah, orangnya lagi dijalan." Kata Khalif, mengambil kembali ponselnya dari meja kemudian berjalan pelan menuju sofa. Setelahnya Khalif sibuk dengan benda pintar itu.

Namun tiba-tiba saja gerakan Khalif terhenti karena mengingat sesuatu.

Khalif sering mendengar teman-temannya yang sudah berumah tangga dan menghadapi istri yang sedang ngidam karena hamil.. Persis seperti itu.

Tapi, ini.. Apa yang ia pikirkan.. Tidak mungkin, 'kan?

Khalif melirik ragu-ragu pada Agesta, yang setelah penjelasan Darren tadi tubuhnya seketika menegang, alisnya menukik dan matanya lurus menatap kedepan.

Agesta bukan orang bodoh. Setelah merasakan beberapa hal terjadi pada dirinya akhir-akhir ini, belum lagi perkataan adiknya kemarin dan kebetulan tadi.. Otaknya langsung memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.

Reaksi Agesta tidak luput dari perhatian Khalif. Sepertinya pria itu juga berpikir yang sama..

"Ges.. Jangan bilang pemikiran kita sama..? Kakak Iparnya Darren bukan lagi ngidam, 'kan? Atau.. bukan punya lo, 'kan?" Tanya Khalif ragu-ragu yang dibalas Agesta dengan dengusan keras, "Gue gak tau! Tapi emang kenapa kalo punya gue?!" Agesta balik bertanya, menantang. Otaknya terlalu penuh untuk dipakai berpikir juga perkataan Khalif seolah meremehkannya, dan Agesta benci diremehkan.

"Jangan gila, Ges! Istri orang! Kakaknya Darren!" Sahut Khalif mencoba mengingatkan posisinya.

Seringai miring Agesta terbit, "Gue gak takut. Apalagi kalo bener ada anak gue disana, gue tinggal rebut paksa." Tukas Agesta sombong membuat Khalif mendesah putus asa.

Menurut Khalif, Agesta ini tidak berpikir kedepan.
Ini bukan tentang takut atau tidak. Khalif tahu jika Agesta bisa mendapatkan apapun dengan mudah. Hanya saja.. Ini tentang image Agesta sendiri dan si cewek nantinya. Apa Agesta tidak berpikir kesana?

DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang