1.3 - similarities

805 192 44
                                    

Aruna tidak tahu apa yang membawa kakinya melangkah ketempat ini.

Cafe milik Agesta.

Akhir-akhir ini Aruna merasa ia bukan dirinya sendiri. Mungkin saja jiwa Aruna sedang diambil alih calon anaknya karena bagaimana bisa ia ingin selalu bertemu dengan Agesta?! Jika ini keadaan normal, Aruna seharusnya sudah dirawat di rumah sakit jiwa!

Aruna mengelus perutnya sayang, ia tidak meragukan jika anak ini benar-benar anak Agesta. Karena setiap memiliki keinginan, keharusan itu terlalu kuat dan tidak bisa Aruna bantah.

Aruna sebenarnya tidak tahu Agesta ada di Cafe atau tidak. Ia tidak sempat bertanya karena keputusan ini impulsif.

Pagi tadi Aruna diingatkan temannya bahwa hari ini adalah jadwal kontrol kandungan, dan tiba-tiba saja ditengah perjalanan Aruna berpikir untuk memutar mobilnya dan datang kesana dengan mengajak Agesta.

Setidaknya satu yang Aruna tahu pasti, bahwa Darren sedang berada di luar kota dengan Ayah mertuanya sehingga Aruna tidak perlu takut bertemu Darren disana.

Tetapi bodohnya, Aruna meninggalkan ponselnya di mobil sebelum sempat memberi tahu Agesta bahwa ia akan datang.

Ragu-ragu langkah Aruna terhenti di meja bar. Matanya berpendar menelusuri seisi cafe, sebelum memutuskan bertanya pada karyawan disana.

"Um, permisi. Agesta ada?"

Beberapa karyawan disana memiliki reaksi berbeda, namun semuanya memiliki sorot mata yang sama, penuh rasa penasaran. Siapa wanita ini?

Seorang pria maju dengan senyum ramah, "Sudah ada janji dengan Mas Agesta?"

Aruna menggeleng, "Belum, tapi—"

"Ngga bisa." Belum Aruna menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba seorang karyawan wanita menginterupsi lengkap dengan tatapan mencemooh. Menilai Aruna dari ujung rambut sampai ujung kaki membuat Aruna risih. Jika tidak ingat etika rasanya Aruna akan langsung memutar bola matanya malas. 

"Tapi Agesta ada disini?"

"Percuma Mas Agesta ada. Tetep kalo nggak ada janji gak bisa, lagipula Mas Agesta bukan orang yang bisa ditemuin seenaknya." lanjut karyawati tersebut dengan senyum miring.

Aruna mengangguk mengerti meski dalam hati sebenarnya Aruna kesal setengah mati ingin menarik mulut wanita berambut merah itu.

Ini karyawati ngeselin banget tapi sebanding sih sama sifat Bosnya, sebelas-dua belas. Nggak heran. Aruna mendumel dalam hati.

"Boleh tolong kasih tau aja Aruna dateng? Ponsel saya tertinggal di mobil.."

"—halah kalo alesan gitu mempan mah semua cewek yang mau ketemu Bos bisa lolos seenaknya. Kasus gini bukan sekali-dua kali Mbak. Banyak kok yang sering ngaku-ngaku kenal sama Bos tapi padahal cuma cewe gatel yang cari perhatian." lagi-lagi ucapan Aruna dipotong dengan tidak sopan oleh karyawati yang sama.

"Saya.."

"Mbak nih ya, kalo emang bukan cewek gatel dan caper, semisal penting banget ambil ponselnya dulu aja di mobil. Ya itu juga kalo berani, ya misal nggak berani sih berarti Mbak bohong."

Susah payah Aruna menahan dirinya agar tidak meledak. Dengan senyum terpaksa sekali lagi Aruna membalas. "Boleh tolong bilang dulu sama Agesta kalo Aruna datang? Jika memang Agesta bilang dengan mulutnya sendiri tidak mengenal saya dan tidak bisa bertemu, saya akan segera pergi dari sini detik itu juga." tegas Aruna penuh penekanan.

" tegas Aruna penuh penekanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang