1.2 - missing [2]

864 185 34
                                    

Aruna terdiam, tangannya menggantung di handle pintu mobil. Ia mencoba memahami kata demi kata yang keluar dari bibir Agesta.

Harus Aruna akui bahwa pria itu ada benarnya.

Agesta mungkin bersalah, tapi ini ada andil dirinya juga. Jika saja malam itu Aruna tidak impulsif untuk mabuk dan mendewakan sakit hati, jika saja Aruna masih meninggalkan sedikit kesadarannya, mungkin keadaan juga tidak akan seperti ini..

Meski terjebak dengan Agesta adalah hal
yang buruk, tetapi.. Jika orang itu bukan Agesta, bisa jadi hal lebih buruk menimpa Aruna lebih dari sekarang.

Rasanya tidak adil juga terus membebankan semua pada Agesta, sedangkan sekarang lihat apa yang pria itu dapatkan? Tidak ada.

Agesta bisa saja memutuskan pura-pura tidak mengenal Aruna dan lari saja dari tanggung jawab, bukankah itu lebih mudah dilakukan? Lagipula Aruna juga tidak akan mengejarnya, tetapi pria itu tidak melakukannya.

Pria itu lebih memilih menjadi samsak Aruna dalam melampiaskan seluruh kekesalan juga kesalahannya, dan Agesta tidak meminta apapun selain hanya satu hal sebagai balasan; diperbolehkan untuk ikut bertanggung jawab atas Bayi yang Aruna kandung.

Aruna menghela napas dalam sebelum membalikkan badannya menghadap Agesta yang masih menatap lurus penuh harap kearahnya.

"Kamu mau peluk Bayi?" Meski ragu-ragu, Aruna akhirnya memberanikan diri bertanya seraya mengelus perutnya pelan, "Dia juga kangen ayahnya."

Tanpa menunggu lama tubuh besar Agesta maju membawa Aruna dalam satu pelukan erat dan hangat. Agesta dengan rakus menghidu wangi tubuh wanita itu sebanyak yang ia bisa. Agesta tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini karena Aruna mungkin saja tidak akan memberikan penawaran yang sama dua kali.

 Agesta tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini karena Aruna mungkin saja tidak akan memberikan penawaran yang sama dua kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aruna mematut tubuhnya di cermin.

Ini menjadi kebiasaan harian Aruna setiap
pagi dan malam setelah tahu bahwa ia mengandung. Mendesah kasar, memikirkan bahwa dalam beberapa minggu lagi pasti perutnya akan segera membesar, kandungannya akan lebih terlihat.

Perasaannya campur aduk, Aruna merasa tidak sabar atas perkembangan calon bayinya namun disisi yang lain Aruna disergap rasa takut, alasan apa yang harus ia berikan pada suami dan keluarganya?

Sudahlah, besok saja lagi Aruna pikirkan, sekarang Aruna lebih tertarik pada tiga paperbag yang ada di meja riasnya.

Aruna duduk di sisi ranjang, membawa paperbag tersebut dan memutuskan membuka satu-satu paperbag yang diberikan oleh Agesta siang tadi untuk mengumpulkan isinya.

Baru saja satu paperbag yang ia buka, Aruna mengerutkan kening bingung. Apa-apan?!

Berdecak kesal, ia membuka dua sisanya, merapal dalam hati semoga saja Agesta tidak segila apa yang ada dipikirannya.

DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang