1.1 - missing

800 168 25
                                    

Alvero bersiul kala memasuki rumah Agesta berbekal kunci yang kembali diberikan oleh Ibunya, —setelah kunci sebelumnya diambil paksa terakhir kali oleh Agesta.

Tetapi baru Alvero mencoba memutar handle pintu, pintu itu terbuka begitu saja. "Lha? Nggak dikunci? Mas Agesta nggak kerja apa ya?" gumam Alvero heran. Sedetik kemudian pria itu menepuk jidatnya teringat sesuatu. "Ah! Gak bisa numpang tidur siang dong gue kalo yang punya rumah ada?!" keluhnya.

Meski begitu, Alvero tetap nekat untuk masuk ke dalam. Berbekal keyakinan bahwa Agesta tidak akan setega itu mengusirnya lagi, kan?

Ketika sampai di ruang tengah, Alvero melihat siluet seseorang tertidur di sofa televisi. Ia berjalan pelan, memastikan. Benar, itu Agesta.

Alvero menggelengkan kepala, berdecak prihatin. "Ck, kasian amat tidur disini, kayak gak punya kasur aja."

Memikirkan bahwa ini momen yang bagus untuk menyelinap ke kamar tamu dan menumpang tidur siang, Alvero hendak membalikkan badan mengabaikan Agesta yang masih pulas.

Tetapi langkahnya terhenti kala ponsel Kakak lelakinya itu berdenting, menampilkan notifikasi pesan. Takut-takut Alvero menoleh pada Agesta, kembali memastikan bahwa Agesta tidak terganggu atau terbangun oleh notifikasi itu. Setelahnya helaan napas lega lolos ketika mengetahui Agesta masih di posisi yang sama.

Pesan kedua muncul beberapa detik kemudian, membuat rasa penasaran Alvero tiba-tiba mencuat ke permukaan, karena dari ujung matanya kontak pengirim pesan hanya dinamai 'A' oleh Agesta. Yang dimana itu cukup menganggu Alvero.

Sejauh yang Alvero tahu, Agesta adalah salah satu orang perfectionist, menamai seluruh kontaknya dengan nama lengkap bahkan bisa nama perusahaan karena jangkauan relasi pria itu sangat luas. Banyak orang memiliki nama yang sama. Dan siapa kontak yang diberi hanya inisial 'A' ini?

Alvero mencoba mencuri pandang, sebelum dari balik punggungnya suara ancaman dengan nada berat yang sangat Alvero hapal mati terdengar.

"Mata dibayar mata. Berani lo liat handphone gue, jangan harap besok lo masih bisa liat dunia."

Alvero buru-buru berbalik menghadap Agesta.

Kepala Alvero menggeleng dan menutup mata dengan kedua tangan sementara mulutnya bergetar menggumamkan permintaan ampun. "Demi Tuhan gue ngga liat, gue nggak tau yang ngirim pesan siapa soalnya inisialnya A. Jangan ambil inisial nama gue, please, nanti nama gue Lvero. Jelek, Mas. Gue minta ampun kali ini aja."

Agesta bangun dari rebahnya, berganti duduk dan berdecih malas melihat tingkah sang adik, "Minggir."

Tanpa menunggu untuk diperintah dua kali, Alvero menggeser posisinya. Pula tanpa menunggu Agesta bertanya Alvero mengoceh menjelaskan alasan ia ada dirumah Mas-nya itu.

"Gue cuma mau numpang tidur siang, nggak lama kok dua jam aja. Sekalian kalo Mbok masak ya minta cicip dikit. Ibu nggak ada dirumah lo tau, kan? Jadi katanya kalo gue butuh apa-apa gue bisa kesini. Kita ini kan adik-kakak lo inget kan, Mas? Nama belakang kita sama, gue ada pdf akta kelahiran kalo lo butuh, kali aja lo nggak percaya kalo penyumbang sel telur biar kita bisa hidup juga orang yang sama."

Dan yang lebih mengesalkan lagi bagi Alvero adalah ketika Agesta hanya mengangkat satu alis sebagai respon dan mengambil ponsel dengan santai. Mengabaikan dirinya yang menunggu dengan situasi yang tidak nyaman.

Ngomong sesuatu kek anjiiing?! Batin Alvero mengumpat kesal.

"Hmm." Setelah menunggu beberapa saat hanya gumaman yang terdengar memecah hening dari Agesta.

Alvero seketika menoleh dengan mata berbinar. Deheman itu artinya boleh, kan? "Boleh, Mas?" tanya Alvero penuh harap.

"Hmm." Agesta menganggukkan kepala dan bangkit dari duduknya. "Tapi lo beresin dulu, semalem tim gue lembur disana. Terakhir yang gue liat sih, kacau. Mbok juga nggak dateng hari ini." pesan Agesta, kemudian pria itu berlalu setelah menepuk pundak adiknya dua kali.

DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang