1.8 - safe

615 160 25
                                    

Alvero menyeret langkah dengan ogah-ogahan mengikuti Agesta.

"Apa sih?!" gerutu malas Alvero seraya berdiri berkacak pinggang.

Agesta mendongak memperhatikan lekat,  "Duduk." titah sulung Widjaja itu tegas.

Alvero melengos, Agesta dan sifat pemaksanya yang menyebalkan. Pria itu menarik kursi kasar lalu duduk dengan terpaksa.

Agesta mengangkat alis, menatap sang adik lurus-lurus ketika si bungsu itu berada sejajar dengannya. "Gue udah bilang, masalah lo sama gue. Gue akan jelasin semuanya." ucap Agesta serius.

Alvero mendelik malas karena Agesta mengulangi perkataannya. "Ya terus?"

"Muka lo, nada bicara lo, ekspresi lo ke Aruna, nggak enak diliat. Seakan-akan masalah lo sama dia. Apa lo nggak bisa bersikap biasa aja?"

"Nggak." jawab Alvero menantang, salah satu ujung bibirnya naik mengulas senyum miring. "Dia tuh harusnya tau malu dikit. Jadi cewek kok murahan. Udah punya suami, kakaknya temen gue tuh si Darren. Lo juga kenal, Mas. Eh, malah maruk hamil anak lo. Gak abis pikir gue, gak waras kalian berdua!"

Mendengar hinaan yang Alvero keluarkan tanpa beban, mata tajam Agesta seketika berubah menatap adiknya nyalang, amarah yang menggelegak, emosi mencuat kuat karena tidak terima tuduhan Alvero pada Aruna.

"Alvero!"

"Apa?!"

"Watch your mouth. Jangan sampai gue abis kesabaran."

Alvero seketika ingin muntah. Agesta dan pembelaan pria itu terhadap Aruna membuatnya mual juga muak.

Pria itu tertawa meremehkan, "Ha ha, takut banget gue sama lo." katanya meledek. "Lo yakin tuh cewek hamil anak lo? Udah tes DNA belum? Dari keluarga Priambudi ke Widjaja, bisa juga ya nyari target bagus. Gue mau minta databasenya ah." lanjutnya menantang.

Mungkin jika dalam situasi normal, mengalah pada Agesta adalah hal yang pertama kali Alvero akan lakukan dibanding menantang pria leo itu. Agesta bukan pilihan untuk menjadi lawan.

Orang yang Alvero paling segani di dunia ini adalah orang tuanya dan Agesta. Selain karena Agesta sedikit banyaknya lebih 'kejam' dibanding dirinya, Alvero itu sangat menyayangi keluarganya sehingga ia sangat menghormati Agesta sebagai Mas-nya.

Sebagian besar sifat mereka sama karena mereka berasal dari rahim yang sama, dan Agesta adalah role modelnya selama ini. Alvero tumbuh dengan lebih banyak menyaksikan, meniru Agesta dan menekuri setiap langkah pria itu meski tidak ikut bergerak di 'tempat' yang sama.

Tetapi untuk situasi-situasi tertentu, jika menurut Alvero hal itu tidak masuk akal. Ia pantang untuk mundur, mengalah adalah hal terlarang seberat apapun lawanmu, sekalipun itu Agesta. Contohnya sekarang.

Sekali lagi, nama tengah keturunan Widjaja itu adalah keras kepala, egois dan tidak mau kalah. Disaat seperti ini, insting bertahan satu-sama lain akan menguar dengan kuat dan sengit.

Agesta yang ingin mempertahankan nama baik Aruna, sedangkan Alvero mempertahankan kewarasan Agesta agar tidak mudah luluh dan meloloskan kesadaran terhadap Aruna.

Raut si sulung berubah keruh, kerutan dalam tergambar jelas kening sehingga kedua alis tebalnya menukik tajam hampir bersinggungan. Rahang Agesta mengetat, pria itu menggeram mendengar setiap kata demi kata yang keluar dari bibir Alvero.

Agesta marah, marah besar. Tangan pria itu yang mengepal sempurna menjadi saksi seberapa besar amarah yang ia tahan.

Agesta diambang batasnua untuk sebisa mungkin menahan diri agar tidak meledak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang