1.5 - come

712 171 46
                                    

Aruna duduk di meja makan dengan tenang. Lebih tepatnya Aruna berusaha keras untuk terlihat tenang.

Beruntung sejauh ini makan malam itu tidak begitu menyulitkan Aruna, sudah lima belas menit berlalu dan Aruna masih aman disana. Hanya butuh lima belas menit lagi untuk Aruna bisa benar-benar bebas dari situasi tidak menyenangkan ini.

"Lama nggak lihat kamu, Aruna. Sibuk apa kamu sekarang?" Ayah mertua Aruna membuka suara.

Aruna menekan dirinya sendiri agar tidak terihat gugup mendapat serangan pertanyaan mendadak. Diam-diam matanya melirik kearah Ibu mertuanya yang tidak terlihat akan menjawab dan tetap bungkam sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

"Runa.."

"Sibuk ngabisin uang suami lah, apalagi, ya, Run?" sela Ibu mertuanya dengan nada sinis.

Meleset dari perkiraan Aruna, Ibu mertuanya itu ternyata bukan ingin diam tetapi sedang mencari-cari waktu yang tepat untuk menyindir Aruna secara terang-terangan.

"Ma." Darren memperingatkan.

Dirumah ini memang bisa dikatakan terbagi dua kubu mengenai sikap mereka terhadap Aruna. Pertama, Ibu mertua dan suami yang membenci Aruna, kubu sebaliknya adalah Darren dan Ayah mertuanya yang baik pada Aruna.

Maka setiap kali Doni berbuat kekerasan, pria yang menjadi suaminya itu tidak pernah berani melakukannya didepan keluarganya.

Tetapi lain Doni lain Ibu mertuanya, jika Doni membenci Aruna karena menjadi istrinya, Ibu mertua Aruna telah membenci Aruna jauh sebelum itu.

Sedari Aruna di panti dulu, setiap kali keluarga Priambudi datang, wanita paruh baya itu tidak pernah menunjukkan keramahannya, samasekali. Dan sekarang semakin menjadi-jadi ketika Aruna menjadi seorang menantu.

Aruna selalu merasa dihantui dan tidak boleh berbuat kesalahan sekecil apapun, karena setitik kesalahan akan ada seribu menit balasan ocehan untuk itu.

Aruna tersenyum samar, memilih menutup mulut rapat-rapat. Jika ia membantah, Ibu mertuanya akan lebih merepotkan daripada ini.

Darren berdeham menoleh pada Ayahnya. "Project yang pending kemaren gimana, Pa?" tanya Darren mengalihkan pembicaraan dan Aruna merasa beruntung karena kehadiran adik iparnya itu.

 "Project yang pending kemaren gimana, Pa?" tanya Darren mengalihkan pembicaraan dan Aruna merasa beruntung karena kehadiran adik iparnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Buset jalannya cepet amat." Alvero menggerutu ditengah napasnya yang terengah-engah karena berlari demi menyusul Agesta sebelum pria itu memasuki mobil.

"Mas, Mas. Gue yang nyetir." pinta Alvero yang berhasil sampai tepat waktu, menadahkan tangan meminta kunci mobil dari Agesta dan dibalas lirikan sinis dari sang kakak lelaki. "Gue yang nyetir, Mas." pinta Alvero lagi.

Agesta masih dengan lirikan sinisnya acuh, melewati adiknya untuk membuka pintu namun Alvero tidak mau menyerah dengan mudah kali ini. Pria yang lebih muda empat tahun darinya itu menahan pintu mobil dengan bersandar disana membuat Agesta berdecak kesal.

DON'T BLAME ME | SEUNGCHEOL X LISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang